Mohon tunggu...
vinsen mbete
vinsen mbete Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Aku adalah aku yang diadakan aku.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Seni Memahami Logika

17 September 2024   15:37 Diperbarui: 17 September 2024   15:38 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Banyak orang berpikir bahwa untuk memahami logika itu tidaklah mudah sebab tingkat kesulitannya sangat tinggi. Tingkat kesulitan inilah yang membuat orang menghindar darinya. Namun pertanyaannya mau sampai kapan kita menghindar dari logika itu sendiri?. padahal ilmu logika itu adalah sebuah seni  berpikir benar dan secara teratur dan terarah. oleh karena itu, mari kita bersama belajar ilmu ini sacara praktis agar mudah dipahami dan dapat membantu kita untuk lebih bijaksana dalam menata pola pikir kita. untuk itu, berikut kita diajak untuk memahami Pengertian logika, Jenis-jenis logika, prinsip-prinsip logika dan pokok bahasannya. 

1. Pengertian Logika

Pengertian Leksikal

Pengertian leksikal adalah pengertian suatu kata berdasarkan penjelasan Kamus (kata Yunani lexikon: buku daftar kata-kata, kamus). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988 : 530) kata logika dijelaskan sebagai "pengetahuan tentang kaidah berpikir" dan "jalan pikiran yang masuk akal". Dalam kalimat "Mahasiswa A belum lulus Logika", logika yang dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan. Dalam kalimat "Penjelasan tertuduh tidak ada logikanya", yang dimaksudkan adalah "penjelasan itu tidak masuk akal."

Kamus Webster's New College Dictionary (1996: 795) menjelaskan logika sebagai "ilmu pengetahuan tentang penalaran yang tepat", "proses bernalar, baik yang tepat maupun yang tidak tepat." Jadi, selain menuntun kita untuk berpikir lurus dan tepat, logika sebagai ilmu juga membantu untuk menghindari kekeliruan yang seringkali terjadi dalam pemikiran kita atau pemikiran orang lain.

1.2. Pengertian Etimologis

Untuk mendalami pengertian leksikal di atas baiklah kita menelusuri etimologi (asal-usul) kata logika untuk melihat benang merah yang sudah terlihat dalam pengertian itu. Kata logika berasal dari bahasa Yunani logikos. Kata ini dikembangkan dari kata logos yang berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, sesuatu yang diungkapkan lewat kata. Dengan demikian, ajektif Yunani logikos berarti "mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai sesuatu yang diungkapkan lewat bahasa." Sebagai ilmu, logika disebut dalam bahasa Yunani logike episteme. Orang Latin menyebutnya logica scientia (ilmu logika). Kata Indonesia logika diperoleh melalui bahasa Latin.

1.3. Pengertian Real

Berdasarkan pengertian-pengertian leksikal dan etimologis di atas, logika dapat dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan (science) tentang kegiatan berpikir yang didasarkan atas kaidah-kaidah penalaran dan kecakapan (art) dalam menerapkan kaidah-kaidah itu dalam kegiatan berpikir yang menjamin ketepatan berpikir dan menghindari kekeliruan-kekeliruan yang terjadi dalam kegiatan berpikir, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Ada beberapa unsur dalam definisi real ini: (1) Ilmu: umumnya ilmu dipahami sebagai kumpulan pengetahun tentang suatu bidang tertentu, yang tersusun secara sistematis dan diperoleh menurut metode tertentu, yang memberikan penjelasan yang dapat dipertanggunjawabkan secara kritis dengan menunjukkan sebab-sebabnya (alasan-alasan). Menjelaskan di sini berarti menjawabi pertanyaan-pertanyaan penting yang mendasari setiap ilmu, yaitu apa yang terjadi, bagaimana sesuatu itu terjadi, dan mengapa itu terjadi atas cara seperti itu dan bukan atas cara lain. Sebagai ilmu, logika menyelidiki, merumuskan dan menjelaskan kaidah-kaidah yang harus ditaati agar orang dapat berpikir dengan tepat dan dengan demikian menghindari kekeliruan-kekeliruan (fallacies).

(2) Kecakapan: tujuan mempelajari aturan-aturan berpikir dalam logika adalah untuk dapat menerapkannya dengan baik sehingga pemikiran kita tepat, lurus dan teratur. Dalam pengertian ini logika sangat praktis, karena tujuan logika bukan semata-mata memberikan pengetahuan, melainkan mempertajam keterampilan kita dalam menggunakan kaidah-kaidah berpikir.

(3) Berpikir: objek logika adalah kegiatan berpikir. Akal budi "mengolah" dan "mengembangkan" pengetahuan yang telah kita peroleh melalui indera-indera kita dan menegaskan hubungan-hubungan antara bagian-bagian pengetahuan itu dan diarahkan untuk mencapai kebenaran. Menurut Plato dan Aristoteles berpikir berarti "berbicara dengan diri sendiri di dalam batin." Kegiatan mental itu meliputi aktivitas mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, membuktikan, menunjukkan alasan-alasan, dan menyimpulkan.

(4) Dengan tepat: yang diperhatikan secara khusus dalam logika adalah ketepatan dan keteraturan jalannya pemikiran kita, yang dinilai berdasarkan kaidah-kaidah yang secara keseluruhan menjamin kelogisan pikiran kita.

 (5) Menghindari kekeliruan: secara negatif logika membantu kita untuk bersikap kritis juga terhadap hasil-hasil pemikiran kita dan juga pemikiran orang lain.

2. Beberapa Jenis Logika

2.1. Logika Alamiah (kodrati) vs Logika Ilmiah

Sebagai makhluk berakal budi manusia secara alamiah memiliki kemampuan untuk berpikir logis. Akal budinya melengkapi dia dengan hukum-hukum yang berfungsi secara spontan untuk berpikir secara tepat dan teratur. Namun kemampuan berpikir logis secara spontan ini sering tidak cukup membantu untuk menggunakan secara efektif dan kreatif akal budi kita serta menilai pemikiran-pemikiran kita dan menghindari kesesatan-kesesatan dalam berpikir. Karena alasan ini maka dibutuhkan logika ilmiah.

Logika ilmiah, logika yang dipelajari secara formal sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan, mengembangkan dan memperhalus, serta mempertajam kemampuan berpikir yang sudah dimiliki setiap manusia sebagai makhluk berakal budi, sehingga pemikiran kita teratur dan lebih pasti hasilnya. Logika ilmiah membantu kita untuk menilai secara kritis baik pemikiran kita sendiri maupun pemikiran orang lain.

2.2. Logika Deduktif vs Logika Induktif

Logika deduktif berkaitan dengan proses pergerakan pemikiran kita yang berangkat dari pernyataan-pernyataan umum menuju pernyataan-pernyataan yang khusus. Logika induktif, sebaliknya, berkaitan dengan pergerakan pemikiran kita yang berangkat dari pernyataan-pernyataan khusus menuju pernyataan-pernyataan umum. Yang penting dari perbedaan ini bukanlah gerak pemikiran melainkan proses pembuktian pemikiran kita, yang lebih dikenal dengan nama argumentasi.

2.3. Logika Formal vs Logika Material

Logika formal berhubungan dengan bentuk (forma) pemikiran kita, yaitu cara, ciri dan proses  pemikiran kita yang dinilai berdasarkan hukum-hukum tertentu. Logika material (materi/isi) berhubungan dengan isi pemikiran kita, dan menilai apakah pengetahuan kita benar; apakah apa yang ada dalam  pikiran kita sesuai dengan realitas. Dewasa ini istilah logika formal dan logika material tidak lagi dipakai. Yang umum dipakai adalah logika untuk proses dan cara berpikir kita dan epistemologi untuk logika material.

2.4. Logika Kelas vs Logika Proposisional

Logika kelas menelaah penalaran yang bertumpu pada keanggotaan kelas dari term-term yang digunakan dalam silogisme, yang terdiri dari tiga unsur: term S (subjek), term P (predikat) dan penghubung M (medium: kopula).  Kesimpulan ditarik dengan membandingkan keanggotaan kelas S dengan keanggotaan kelas P; konkretnya, ditanyakan apakah anggota-anggota kelas M termasuk anggota kelas P dan apakah anggota kelas S termasuk anggota kelas M. Dari perbandingan itu akan jelas apakah anggota kelas S itu termasuk anggota kelas P atau tidak. Jadi, logika kelas didasarkan atas perbandingan keanggotaan kelas S dan kelas P.

Logika proposisional berkaitan erat dengan silogisme hipotetis (kondisional), yang kesimpulannya ditarik dengan membandingkan proposisi-proposisi kategoris yang menjadi anggota-anggotanya serta hubungan yang ada di antaranya. Yang diperhatikan dalam logika proposisional bukanlah kelas term melainkan proposisi. Contoh silogisme hipotetis (kondisional):

Kalau ia sakit, ia pasti tidak berangkat ke kota

Ia sakit

Jadi, ia pasti tidak pergi ke kota.

2.5. Logika Tradisional dan Logika Modern

Sejarah memperlihatkan bahwa pada awal pembentukannya, logika dikembangkan secara berbeda-beda di Cina, India dan Yunani. Tetapi logika yang dikembangkan hingga sekarang dan dipelajari secara formal di sekolah-sekolah adalah logika ilmiah yang berasal dari Yunani. Aristoteles dianggap sebagai peletak dasar logika ilmiah, yang kini dikenal sebagai logika tradisional, yang dikembangkan kemudian oleh Theophrastus muridnya dan kebanyakan pemikir Abad Pertengahan.

Logika modern dikenal lebih luas dengan nama logika simbolis atau logika matematis. Disebut demikian, karena logika ini menggunakan simbol-simbol matematis untuk mengungkapkan pemikiran-pemikiran. Logika ini sudah dikembangkan pada Abad Pertengahan oleh Petrus Hipanus, Roger Bacon, Raimundus Lullus dan Wilhelmus Ockham. Pemikir-pemikir sesudahnya, yang mengembangkan logika simbolik adalah G.W. Leibniz, G. Frege, G. Boole, C.S. Peirce, A. Whitehead, B. Russel, L. Wittgenstein, G. Peano, dan E. Schroeder.

3. Prinsip-prinsip Pemikiran Logis atau Hukum-hukum logika

Pada umumnya, pemikiran logis bertumpu pada tiga azas primer (prinsip dasar).

Pertama, prinsip identitas (principium identitatis) menegaskan bahwa "tiap-tiap hal identik (sama) dengan dirinya sendiri." Prinsip ini berperan penting sebagai titik tolak untuk memperoleh pengetahuan tentang sesuatu. Pengetahuan kita tentang "kuda" hanya mungkin jika hewan yang disebut kuda itu sama dengan dirinya sendiri. Kata "identik" (sama) di sini berarti "tetap" menjadi kuda dan tidak berubah menjadi sesuatu yang lain. Dari sudut objek, objek yang kita amati mempunya ciri-ciri yang relatif tetap sama, sehingga kita mampu mengenalnya seperti itu kapan dan dimana saja. Kita tidak akan mengenal sesuatu dengan ciri tertentu kalau setiap saat ciri-ciri sesuatu itu berubah-ubah. Dari segi subjek yang mengenal, kita hanya mungkin mengenal sesuatu bila kita yakin bahwa sesuatu itu benar-benar demikian. Kita tidak mungkin mengenal bahwa binatang tertentu itu kuda kalau kita selalu ragu apakah binatang tertentu yang kita amati itu kuda atau sesuatu yang lain. Secara simbolis, prinsip identitas ini dirumuskan demikian: A = A. Karena kita mengenali sesuatu sebagai yang tetap sama, maka kita memberikan nama tertentu untuk sesuatu itu. Jadi menamai berarti menegaskan identitas sesuatu.

Kedua, prinsip kontradiksi (principium contradictionis) menegaskan bahwa "tiap-tiap hal tidak dapat positif dan negatif serentak pada waktu yang sama." Prinsip ini menegaskan perbedaan radikal antara pengakuan (mengatakan sesuatu secara positif) dan penyangkalan (mengatakan sesuatu secara negatif). Putusan "Anton sakit saat ini" tidak mungkin benar dan salah pada yang waktu yang sama. Rumusan simbolis: A = B dan tidak sekaligus A B.

Ketiga, prinsip pengesampingan jalan ketiga (principium tertii exclusi) menegaskan bahwa "tiap-tiap hal itu haruslah positif atau negatif." Prinsip ini menegaskan bahwa di antara dua hal yang bertentangan dikesampingkan kemungkinan bahwa ada sesuatu di tengah. Hanya ada "ya" atau "tidak", tidak ada kemungkinan ketiga antara "ya" dan "tidak". Ada perbedaan antara prinsip kontradiksi dan prinsip pengesampingan jalan ketiga. Prinsip kontradiksi menegaskan bahwa di antara dua pernyataan yang kontradiktoris tidak dapat keduanya benar pada waktu yang sama; salah satu di antaranya harus salah. Prinsip pengesampingan jalan ketiga menegaskan bahwa di antara dua pernyataan kontradiktoris tidak dapat keduanya salah; salah satu di antaranya harus benar. Rumusan simbolis: A = B atau A B.

Keempat, prinsip alasan yang mencukupi (principium rationis sufficientis) menegaskan bahwa "untuk hal yang sebelumnya ada dan sekarang tidak ada lagi, dan yang sebelumnya tidak ada dan sekarang ada harus ada alasan yang mencukupi untuk menjelaskan keberadaan dan ketiadaannya". Selalu dituntut alasan yang menjelaskan perubahan dari ada ke tidak ada; dan sebaliknya, dituntut alasan yang menjelaskan secukupnya perubahan dari tidak ada menjadi ada. Dengan kata lain, kalau sesuatu berubah, maka harus ada alasan yang mencukupi yang dapat menjelaskan perubahan tersebut.

4. Pokok-pokok Bahasan Logika

Ada tiga kegiatan akal budi yang dibedakan berdasarkan urutan keberlangsungan dan tingkatan kerumitannya. Kegiatan pertama akal budi adalah mengerti, yakni menangkap secara abstrak dan dalam bentuk umum inti dari sesuatu hal yang dalam bentuk inderawinya bersifat individual dan material. Kegiatan akal budi yang kedua adalah membentuk putusan, yaitu menghubungkan pengertian-pengertian dengan jalan menegaskan atau menyangkal hubungan itu. Kegiatan akal budi yang ketiga adalah menyimpulkan, yang dilakukan dengan menghubungkan putusan-putusan untuk menghasilkan satu putusan baru. Singkat kata, bahan dasar dari putusan adalah pengertian, sementara bahan dasar penyimpulan adalah putusan.

Logika yang kita pelajari akan membahas tiga pokok penting ini: Pengertian, yang disebut juga konsep atau ide; Putusan, yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang menegaskan atau menyangkal sesuatu tentang sesuatu yang lain, yang disebut juga proposisi; dan Penyimpulan, yang dalam logika bisa dicapai melalui jalan deduksi dan induksi, yang disebut juga inferensi, penalaran atau argumentasi. Selain itu, logika juga membahas tentang kesesatan-kesesatan (fallacia) yang sering terjadi dalam proses berpikir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun