ASEAN Economic Community (AEC) merupakan suatu komunitas beranggotakan negara-negara ASEAN dengan latar belakang untuk membentuk ASEAN menjadi kawasan yang sejahtera dan kompetitif di dunia. AEC diharapkan mulai berjalan pada tahun 2015 mendatang. Tujuan terbentuknya AEC sendiri adalah mewujudkan ekonomi yang lebih terintegrasi kedepannya. Negara-negara anggota AEC disini dapat melakukan perdagangan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja secara terbuka. Selain itu, negara-negara ASEAN diharapkan dapat menjadi penyedia faktor produksi bagi negara-negara di seluruh dunia, tidak hanya sebagai pasar produk-produk dari negara-negara Eropa maupun Amerika. Dengan diberlakukannya AEC tiap-tiap negara akan terintegrasi dalam bidang produksi untuk meningkatkan efisiensi. Kerjasama pelaku produksi antar negara akan semakin berkembang untuk menciptakan efisiensi dengan nilai tinggi. Pelaku produksi tidak perlu untuk memproduksi semua jenis barang untuk kebutuhannya sendiri karena dapat berintegrasi dengan negara-negara lainnya.
Dengan adanya interaksi di negara-negara anggota ASEAN kedepannya, kualitas ketenagakerjaan di setiap negara pun diperbaiki agar tidak kalah bersiang dengan negara tetangga. Produktifitas tenaga kerja di tiap negara mulai dipertanyakan mulai sekarang. Hal tersebut dapat menjadi suatu ancaman besar jika produktifitas tenaga kerja masih dibawah negara-negara lain di ASEAN. Indonesia sendiri masih mempunyai kendala karena produktifitas yang masih rendah. Produktifitas pekerja Indonesia dibandingkan dengan pekerja Amerika Serikat hanya mencapai 36 % yang artinya jam kerja yang dihabiskan pekerja Indonesia hanya 36% di atas pekerja Amerika. Sementara pekerja Kamboja mencapai 46%, Malaysia 43%, Thailand 37%, Singapura 36%, Filipina 30% dan Vietnam 13%. Berarti produktifitas pekerja Indonesia hanya berada diatas Filipina dan Vietnam.
Berdasarkan data dari Asian Productivity Organization (APO) pada tahun 2012 dari setiap 1.000 tenaga kerja Indonesia, hanya ada sekitar 4,3% tenaga kerja yang terampil. Jumlah itu kalah jauh dibandingkan dengan Singapura (34,7%), Malaysia (32,6%), dan Filipina yang mencapai 8,3%. Dalam indeks daya saing global yang menunjukan produktivitas dari mulai sumber daya alam hingga sumber daya manusia pun indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya. Indonesia berada di urutan ke-5 di ASEAN (50 dunia) pada laporan yang dikeluarkan oleh World Economic Forum.
ASEAN sendiri telah merilis hasil penelitian tentang kesiapan negara-negara anggota dalam menghadapi AEC mendatang. Hasilnya kesiapan dari Indonesia sampai penelitian dilakukan mencapai 81,3 persen. Dari data itu memang angka persentase tersebut terbilang cukup memuaskan, namun sebenarnya Indonesia masih berada dibawah negara-negara lain seperti Thailand (84,6%), Malaysia (84,3%), Laos (84,3%), Singapura (84%), dan Kamboja (82%). Dengan demikian posisi negara Indonesia di AEC dapat dikatakan tidak aman karena masih berada di bawah negara tetangga lainnya. Namun semua telah dijadwalkan dan harus tetap dijalankan meskipun persiapan belum maksimal, tantangannya adalah bagaimana caranya dengan waktu dan persiapan yang ada bangsa Indonesia dapat optimal menyongsong AEC.
Setidaknya ada empat hal penting yang perlu kerja keras untuk segera diantisipasi oleh Indonesia. Pertama, pelaksanaan AEC berpotensi menjadikan Indonesia sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industri di kawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam tidak maksimal. Salah satu yang harus dilakukan Indonesia adlah menyusun strategi industri, perdagangan dan investasi secara terintegrasi paling tidak dalam lingkup kerjasama AEC. Kedua, AEC akan semakin menambah defisit neraca perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang. Indonesia harus segera mengimplementasikan rencana untuk membangun industri transportasi yang menjadi sumber defisit terbesar dan menetapkan sektor pariwisata sebagai prioritas karena selama ini pariwisata telah menjadi penyumbang surplus dalam neraca perdagangan jasa. Ketiga, AEC akan membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya TKA akan berdampak pada naiknya jumlah TKA yang saat ini kualitasnya lebih tinggi daripada kualitas TKI pada umumnya, akibatnya berpotensi menjadi tambahan beban bagi Indonesia dalam menjaga neraca transaksi berjalan dan mengatasi masalah pengangguran. Keempat, AEC akan mendorong masuknya investasi ke Indonesia khususnya dari dalam ASEAN. Indonesia harus bergegas menyiapkan strategi dan kebijakan yang dapat memberi insentif bagi partner ekonominya untuk ikut membangun industri pengolah sumber daya alam, sehingga manfaat ekonomi dari investasi lebih besar, baik dari sisi nilai tambah, penciptaan lapangan kerja maupun terbangunnya industri. Tidak ada pilihan bagi Indonesia kecuali segera menyusun rencana strategi serta mensosialisasikan dan mengimplementasikan bersama dengan pelaku usaha.
Demikianlah dampak-dampak yang dapat terjadi di ASEAN Economic Community 2015 kelak, semua memiliki dua sisi yang baik maupun buruk. Ketika bangsa Indonesia dapat mengatasinya dengan baik maka manfaatlah yang dapat diambil. Namun bila tidak, bencana besar akan menimpa masyarakat Indonesia sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H