Mohon tunggu...
Ananda Yuvino Putra Permadi
Ananda Yuvino Putra Permadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - is looking for and playing that role as magnificent as possible

.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konsolidasi Politik: Fenomena Konsolidasi Dalam Sistem Presidensial Dan Multipartai di Indonesia

12 Desember 2022   12:46 Diperbarui: 12 Desember 2022   13:33 3653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konsolidasi politik merupakan proses dari upaya perwujudan sistem politik nasional dan juga pemerintahan yang terbentuk dari berbagai kemajemukan unsur masyarakat di Indonesia berdasarkan pada tujuan untuk menciptakan pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 

Dalam arti lain konsolidasi juga merupakan upaya untuk menghimpun kekuatan guna kepentingan tertentu yang perlu dicapai melalui peleburan unsur heterogenitas. 

Dalam pemerintahan otoritarianisme, monogenitas menjadi ciri utama yang sering kali ditekankan oleh rezim yang berkuasa sehingga heterogenitas politik dan pemerintahan sukar tercipta. 

Pengakuan serta hak heterogenitas masyarakat ini kemudian semakin lama semakin disadari sebagai bagaian dari hak asasinya sebagai manusia, akan tetapi dalam heterogenitas politik iklim demokrasi yang diinginkan oleh masyarakat tentu konsekwensi yang harus dihadapi adalah banyaknya dinamika yang diakibatkan oleh berbagai perbedaan, sedangkan untuk mencapai atau mempermudah tujuan diperlukan sinergitas bersama, dari permasalahan inilah kemudian dipahami perlunya konsolidasi untuk menghimpun kekuatan yang bukan hanya bersandar pada pengakuan namun juga mampu bersandar pada aspek pembangunan.

Proses konsolidasi politik yang coba akan kita jadikan tinjauan sebagai upaya memahami realitas konsolidasi politik di Indonesia adalah melalui fenomena koalisi serta komposisi kekuatan partai peserta dalam pemilu yang telah terjadi beberapa kali di Indonesia secara umum, khususnya dalam ranah pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Amy.L.Freedman (Freedman,2006) sejatinya sistem presidensial Indonesia tidak mengenal adanya koalisi, koalisi yang dimaksud disini adalah koalisi dalam bentuk proporsional dimana ada koalisi pendukung dan penentang. sejatinya sejak diawali oleh Ir.Soekarno sebagai founding fathers saat itu koalisi merupakan tuntutan keadaan Indonesia ketika periode awal kemerdekaan untuk mengubah peran kritis partai kepada peranan pendukung kemapanan, PNI dan Partai Marhaen yang didirikan pada tahun 1927 dengan berbagai partai lainya yang lahir kemudian seperti PSI, MASYUMI, dan lainya dituntut agar dapat menstabilkan kondisi Indonesia saat itu yang baru saja mencapai kemerdekaanya.

Mengawali tahun 1950 Sokearno menerapkan sistem parlementer dimana presiden bertanggungjawab terhadap parlemen sehingga kondisi ini menuntut Soekarno agar bisa menghimpun 3 kekuatan besar yang diharapkan mampu memudahkan pertanggungjawaban kepemimpinanya, pada saat yang sama NASAKOM  sudah mulai diterapkan untuk bisa menyatukan 3 kekuatan utama dari Partai Nasionalis, Komunis, dan Islam. 

Namun sistem liberalisme ini tidak berjalan lancar diakibatkan kebebasan yang akhirnya menciptakan iklim politik nasional yang tidak kondusif karena kekuatan terpecah menjadi partai-partai berbasis upaya perjuangan ideologi berbeda serta warna kelompok saja sehingga tidak terbentuknya konsolidasi nasional, sampailah pada puncaknya ketika PKI melakukan pemberontakan tahun 1965 dimana menjadi salah satu penyebab utama kegagalan konsolidasi nasional, upaya soekarno memuluskan jalan kepemimpinanya dengan menghimpun kekuatan di parlemen juga berakhir ketika pidato pertanggungjawabanya yang berjudul "nawakarsa" ditolak dalam sidang umum ke-IV MPRS, akhirnya 1 tahun kemudian Soekarno lengser dari jabatanya dan menandai berakhirnya pemerintahan orde lama.

Kejatuhan Soekarno melahirkan pemimpin baru bernama Soeharto yang menjadi tanda lahirnya masa yang dikenal sebagai era orde baru. 

Karakter militer Soeharto tidak dapat ditutupi ketika masa kepemimpinanya, konsolidasi pada masa itu dibuat ringkas dan terkomando dengan alasan pembangunan nasional walaupun harus mengorbankan banyak variabel strategis dalam demokrasi. salah satu upaya efisiensi konsolidasi adalah melalui penerapan fusi partai, setelah resmi diterapkan akhirnya hanya ada 2 partai politik + 1 Golongan peserta pemilu tahun 1977, yaitu PDI(aliran nasionalis), PPP(aliran islamis), dan Golongan Karya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun