Mohon tunggu...
Vino Dzaky
Vino Dzaky Mohon Tunggu... Lainnya - College Student

Urban and Regional Planning Student

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dampak Eskalasi Jumlah Penduduk di Kawasan Stasiun Gubeng

11 Desember 2017   14:56 Diperbarui: 11 Desember 2017   21:56 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sentralisasi pembangunan di kota yang memicu kurangnya pembangunan di desa, mengakibatkan urbanisasi menjadi berkembang pesat. Pembangunan di desa seakan di'anak-tiri'kan oleh pemerintah. Hal ini terjadi di Kota Surabaya dimana penduduk dari luar Surabaya masuk ke dalam untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dapat dibuktikan dengan melihat data dari BPS (Badan Pusat Statistik) Jawa Timur pada tahun 2016 dimana jumlah penduduk kota pahlawan ini sudah mencapai 3 juta jiwa dengan pendatang dari luar Surabaya sebesar 43.495 jiwa.

Dengan tingginya angka urbanisasi ini menyebabkan timbulnya berbagai macam masalah kependudukan di Kota Surabaya. Mereka yang pindah pada umumnya tidak memiliki modal yang cukup untuk tinggal di kota, sehingga mereka memilih untuk membangun dan menetap di permukiman liar dimana tempat itu merupakan kawasan illegal yang tidak diperbolehkan ada bangunan berdiri diatasnya.

Pemukiman liar biasanya dapat kita dijumpai di sekitaran stasiun atau sepanjang rel kereta api. Tidak sedikit faktor-faktor yang membuat masyarakat memilih kawasan tersebut untuk dihuni. Tingkat urbanisasi yang tinggi merupakan salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi adanya permukiman liar. Mereka yang melakukan urbanisasi memiliki tujuan tidak lain tidak bukan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. 

Faktor yang lainnya yaitu para pendatang umumnya berpendidikan rendah.Dapat dijelaskan bahwa mereka yang tidak memiliki keahlian dan pendidikan cukup tidak akan mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mendapat penghasilan yang rendah. Hal ini menyebabkan mereka memilih untuk menetap di wilayah yang tidak seharusnya untuk dijadikan tempat tinggal. Faktor lain yang mempengaruhi keadaan tersebut adalah pengawasan pembangunan yang kurang ketat di wilayah tersebut. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum juga tentu mempengaruhi keadaan tersebut. Faktor harga lahan yang tinggi dan keterbatasan lahan membuat masyarakat memilih untuk membangun di sembarang tempat.

Permukiman liar dapat kita jumpai di wilayah Surabaya khususnya di kawasan Stasiun Gubeng atau lebih tepatnya berada di Gubeng Klingsingan. Masyarakat di kawasan ini memang tidak merasakan adanya masalah dengan menempati kawasan tersebut. Tidak banyak dari mereka sadar bahwa menetap di kawasan tersebut dapat mengancam kesehatan dan juga mengancam keselamatan mereka. Masyarakat menetap di permukiman liar dengan sarana dan prasarana yang tidak memadai sehingga menimbulan kesan kumuh.

Masyarakat tidak semestinya membangun tempat tinggal di kawasan tersebut karena melanggar UU No. 23 Tahun 2007 pasal 178 tentang perkeretaapian. Pada UU ini disebutkan, pada radius 15 meter dari sisi kanan dan kiri rel harus bersih dari bangunan. Permukiman liar di daerah tersebut seharusnya adalah daerah RTH (Ruang Terbuka Hijau) dan daerah pengawasan. Masyarakat yang membangun rumah di Surabaya seharusnya mendapat izin dari walikota sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya No.12 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Pasal 1 ayat 5.

Pertumbuhan penduduk yang tidak teratur merupakan salah satu penyebab meningkatnya penduduk di kawasan Stasiun Gubeng. Kawasan tersebut mengalami kenaikan penduduk tiap tahun disebabkan oleh kelahiran dan arus urbanisasi. Pertumbuhan penduduk yang terjadi semakin meningkat dari periode ke periode. Hal ini dapat dibuktikan bahwa terjadi peningkatan penduduk dari periode 1982-1999 dengan sejumlah 48 jiwa sampai periode 2000-2017 dengan sejumlah 76 jiwa. Pertambahan penduduk yang terjadi bertambah lebih dari 50%. Hal ini semakin meningkat seiring bertambahnya penduduk di Kota Surabaya.

Dalam pembenahan masalah ini, dapat diberikan solusi yang harus digencarkan oleh pemerintah agar kota tertata dengan baik tanpa adanya permukiman liar. Pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan pembenahan masalah tersebut. Pemerintah dapat melakukan penertiban dan merelokasi ke rumah susun dimana nantinya akan bisa alih fungsi lahan sebagaimana semestinya. Pemerintah dapat melakukan razia atau pemeriksaan surat izin mendirikan bangunan serta KTP. Apabila hal itu tidak dimiliki oleh suatu penduduk, masyarakat dapat dipulangkan ke daearah asal mereka dengan diberi kompensasi yang setimbal dengan kebijakan tersebut. Pemerintah juga bisa melaksanakan transmigrasi terhadap masyarakat yang tinggal di daerah tersebut menuju tempat yang layak serta tersedia lapangan pekerjaan. Solusi yang terakhir tentu diperlukan kerjasama dan hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Apabila pemerintah dapat melakukan pembenahan masalah tersebut, maka Kota Pahlawan ini akan menjadi kota yang tertib dan tertata tanpa adanya permukiman liar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun