Pencarian diri Syamsuddin ini banyak terlontarkan lewat syair-syair yang dituliskan Jalaluddin Rumi sendiri, ataupun yang dia lantunkan dengan “Kasidah Cinta”-nya. Mari kita simak beberapa ungkapan Jalaluddin Rumi ; “Syam-I Tabrizi/Kau matahariku dalam awan kata-kata/bila mataharimu marak bercahaya/segala ucapan yang lainpun lenyap sirna…”.
Betapa dalam pencarian Jalaluddin Rumi terhadap sahabatnya itu. Ia digambarkan sebagai matahari yang mampu menerangi awan kata-kata, Jalaluddin Rumi menganggap setiap perkataan Syamsuddin adalah sesuatu yang sangat mempengaruhi sikap, perilaku dan kehidupannya. Jalaluddin Rumi juga memetaforkan kata-kata Syamsuddin sebagai matahari yang selalu marak bercahaya, menyelubungi jiwa dan alam pikirannya, hingga apabila ia sedang berkata-kata, maka suara-suara itu yang ada di sekitarnya seolah-olah lenyap tak ada.
“Jiwa, aku telah sampai pada jiwa dari jiwa/raga, kau telah meninggalkan kewadakan/manikam merah ialah sedekah dari kekasih kita/darwisy makan emas dari yang maha karya…”. Darwisy di sini ditujukan kepada Syamsuddin Muhammad dari Tabriz. “Kau jiwaku/dan tanpa jiwaku/bagaimana mesti hidup aku/kau mataku/dan tanpa kau/aku tak punya mata/untuk melihat sesuatu/kau tahu bahwa aku tak ingin hidup tanpa kau/bagiku lebih baik mati/daripada pengusiran ini/demi Allah yang membangkitkan kembali orang-orang mati…”.
Tampak jelas keharuan cinta Jalaluddin Rumi kepada Syam-I Tabrizi itu. Dia merasakan antara jiwanya dengan jiwa Syam-I Tabrizi—Syamsuddin Muhammad dari Tabriz—adalah satu, tak terpisahkan. Jalaluddin Rumi juga mengibaratkan raga itu telah lebur melalui ungkapan, “raga, kau telah meninggalkan kewadakan”. Raga itu tak ada, yang tersisa hanyalah sebuah rasa penyatuan, permesraan kembali yang diharapkan setelah kebangkitan nanti setelah kematian.
Hari-hari Jalaluddin Rumi dipenuhi dengan pencarian cintanya yang mistikus, dan pengungkapan cintanya hanya mampu terlukis atas kehadirat illahi rabbi yang tiada pernah terbatas keagungan cinta-Nya. Cinta yang demikian suci ini, Jalaluddin Rumi tunjukkan melalui karya-karya sastra besarnya (Matsnawi dan Diwan, hanya menyebut di antaranya).
Setelah menjalani kehidupan dengan mengajar, membimbing dan melayani kebutuhan pengikut dan sahabatnya serta melakoni berbagai hal yang mistikus, Jalaluddin Rumi meninggal dunia pada hari senin 17 Desember 1273m. sebelum meninggal Jalaluddin Rumi sempat berkata kepada para sahabatnya ; “Di dunia ini aku merasakan dua kedekatan, satu kepada tubuh dan satu lagi kepada kalian. Ketika rahmat tuhan, aku harus melepaskan diri dari kesunyian dan kehidupan duniawi, kedekatan kepada kalian akan tetap ada”.—Jami, Nafahal Al Uns, h-463, terjemahan Thackston, Jr—.
Sepertinya kehidupan kita pun sekarang ini banyak yang mistikus…
peace ajah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H