Konflik antara Iran dan Israel telah berlangsung selama beberapa dekade dan menjadi
salah satu isu paling kompleks di Timur Tengah. Serangan Iran ke Israel sering kali menjadi
sorotan dalam hubungan internasional, di mana kedua negara saling mencurigai dan berkonflik
atas berbagai isu, mulai dari politik hingga agama. Artikel ini akan membahas dinamika
penyebab konflik ini serta implikasi dari serangan Iran terhadap Israel.
Ketegangan antara Iran dan Israel dimulai setelah Revolusi Islam Iran pada tahun 1979,
yang mengubah Iran menjadi negara teokratis. Sebelumnya, Iran di bawah Shah Mohammad
Reza Pahlavi memiliki hubungan yang baik dengan Israel. Namun, setelah revolusi, pemimpin
baru Iran, Ayatollah Khomeini, menganggap Israel sebagai "musuh utama" dan menyatakan
dukungannya terhadap perjuangan Palestina. Hal ini menjadi awal dari hubungan yang semakin
memburuk antara kedua negara.
Sejak saat itu, Iran telah meningkatkan dukungannya terhadap kelompok-kelompok
militan seperti Hezbollah di Lebanon dan Hamas di Gaza, yang menentang keberadaan Israel.
Dukungan ini dianggap sebagai bagian dari strategi Iran untuk memperluas pengaruhnya di
kawasan Timur Tengah.
Faktor Penyebab Konflik
1. Ideologi dan Agama
Salah satu faktor utama yang memicu konflik antara Iran dan Israel adalah perbedaan ideologi
dan agama. Iran, sebagai negara Muslim Syiah, melihat Israel, yang sebagian besar
penduduknya adalah Yahudi, sebagai ancaman terhadap identitas dan eksistensinya. Pemimpin
Iran secara teratur mengeluarkan retorika yang menentang Israel dan mengklaim bahwa negara
tersebut tidak memiliki hak untuk eksis. Hal ini tidak hanya memperburuk hubungan bilateral,
tetapi juga memperdalam ketegangan sektarian di kawasan tersebut (Arian, 2017).
2. Program Nuklir Iran
Program nuklir Iran juga menjadi sumber ketegangan yang signifikan. Israel memandang
program nuklir Iran sebagai ancaman eksistensial. Pemerintah Israel telah mengeluarkan
pernyataan tegas bahwa mereka tidak akan membiarkan Iran mengembangkan senjata nuklir.
Dalam beberapa tahun terakhir, Israel melakukan serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran
yang dianggap berpotensi memproduksi senjata nuklir (Katz, 2019). Tindakan ini menunjukkan
bahwa Israel siap menggunakan kekuatan militer untuk mencegah Iran menjadi negara dengan
senjata nuklir.
3. Keterlibatan dalam Perang Suriah
Perang Saudara Suriah yang dimulai pada tahun 2011 juga memperburuk hubungan antara Iran
dan Israel. Iran mendukung rezim Bashar al-Assad, sementara Israel khawatir bahwa kehadiran
Iran di Suriah akan mengancam perbatasannya. Israel telah melancarkan serangkaian serangan
udara terhadap posisi-posisi militer Iran di Suriah, yang dianggap sebagai upaya untuk
menghalangi pengaruh Iran di negara tersebut (Friedman, 2020).
4. Diplomasi Internasional dan Sanksi
Di samping aspek militer, sanksi internasional terhadap Iran juga mempengaruhi
dinamika konflik ini. Sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan negara-negara Barat
bertujuan untuk melemahkan ekonomi Iran dan menghentikan program nuklirnya. Namun,
sanksi ini juga dapat memperkuat narasi nasionalis di dalam negeri Iran, yang berpotensi
memicu lebih banyak dukungan untuk kebijakan agresif terhadap Israel. Sementara itu, Israel
mendukung sanksi tersebut sebagai alat untuk mencegah Iran mencapai tujuan strategisnya
(Haas, 2021).
Dinamika Serangan Iran ke Israel
Serangan yang dilancarkan Iran terhadap Israel sering kali terjadi dalam konteks yang lebih
luas, melibatkan kelompok-kelompok pro-Iran di kawasan. Misalnya, serangan roket yang
diluncurkan dari Gaza atau Lebanon biasanya diorganisir oleh Hezbollah atau kelompok
militan lainnya yang menerima dukungan dari Iran. Meskipun Iran secara langsung tidak
terlibat, mereka sering kali dianggap sebagai otak di balik serangan tersebut.
1. Respons Israel
Israel memiliki kebijakan respons yang agresif terhadap setiap ancaman. Ketika serangan
terjadi, Israel biasanya merespons dengan serangan udara atau operasi militer untuk
menghancurkan basis-basis kelompok militan yang dianggap bertanggung jawab. Kebijakan
ini bertujuan untuk menegaskan dominasi militer Israel di kawasan dan mencegah potensi
serangan di masa depan (Baker, 2022).
2. Implikasi Global
Konflik antara Iran dan Israel tidak hanya berdampak pada kawasan Timur Tengah, tetapi juga
pada politik global. Negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara
Eropa, memiliki kepentingan yang berbeda dalam konflik ini. Amerika Serikat, misalnya,
merupakan sekutu utama Israel dan sering kali mendukung kebijakan defensif Israel terhadap
Iran. Sebaliknya, Rusia cenderung mendukung Iran dalam beberapa aspek, menciptakan
ketegangan baru di panggung internasional (Lerman, 2021).
Kesimpulan
Konflik antara Iran dan Israel adalah hasil dari kombinasi faktor ideologis, politik, dan militer
yang kompleks. Serangan yang dilancarkan Iran ke Israel dan respons Israel terhadap serangan
tersebut menciptakan siklus ketegangan yang sulit dipecahkan. Dengan latar belakang sejarah
dan dinamika regional yang terus berubah, konflik ini diprediksi akan terus berlanjut. Solusi
diplomatik menjadi semakin penting untuk mengurangi ketegangan dan menciptakan stabilitas
di kawasan Timur Tengah.
Dengan berbagai dimensi yang terlibat, konflik antara Iran dan Israel tetap menjadi
salah satu tantangan terbesar bagi keamanan regional dan global. Taktik perang proxy, sanksi
internasional, serta perkembangan teknologi siber menunjukkan kompleksitas yang mendalam
dalam dinamika hubungan kedua negara. Untuk mencapai stabilitas yang berkelanjutan,
diperlukan upaya diplomatik yang serius dan pendekatan yang lebih holistik untuk memahami
dan mengatasi isu-isu yang mendasari konflik ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H