Mohon tunggu...
Ika Sylvianingrum
Ika Sylvianingrum Mohon Tunggu... Guru - Seorang ibu yang ingin terus belajar sepanjang hayatnya

Cinta adalah pupuk yang dapat menumbuhkan kebaikan-kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jodoh Itu Semisterius Kepergiannya

25 April 2024   03:00 Diperbarui: 25 Juli 2024   14:24 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Seandainya kita tahu usia kita atau pasangan hidup kita tidaklah lama, mungkin sebagian dari kita lebih memilih untuk tidak pernah mengenalnya sama sekali. Begitu pula dengan yang terjadi dengan kehidupan kami. Di Tiongkok mungkin hipotesis tentang shio adalah salah satu contoh bukti penafsiran manusia yang memunculkan banyak kecocokan. Seperti shio tahun kelahiran kami adalah ciong yang sangat kuat pertentangannya, yang mana di antara keduanya berbanding seratus delapan puluh derajat. Menurut kepercayaan Tiongkok, apabila terdapat dua shio yang kontradiktif bertemu, maka akan sulit untuk bisa bersatu dan lebih jauh lagi untuk dapat bertahan. Rupanya saya ditakdirkan untuk menikahi pasangan saya dalam beberapa waktu yang terbilang lama. Yang apabila tetap dipaksakan, niscaya akan menemui begitu banyak kesulitan dalam perjalanannya. Akan tetapi tidak gentar dan justru lebih memilih pada pandangan, bukankah setiap pengalaman memberikan hikmah terbaik dalam kehidupan ini? Selain tidak terhubung dengan garis keturunan ras Tionghoa secara langsung, kami juga bukanlah orang-orang yang mengindahkan kepercayaan klasik semacam itu. Sederhana saja untuk mengatasi masalah dalam pernikahan, yaitu dengan selalu meluruskan niat dan memaknai tujuan awal hingga akhir perjalanan pernikahan itu. Sepahit apapun rasanya kehidupan harus tetap dihadapi dan diatasi bersama, anggaplah bahwa setiap ujian adalah unsur yang mengisi dan mewarnai perjalanan hidup setiap manusia. Sedangkan jodoh adalah suatu rahasia misterius yang menyimpan banyak petunjuk bahwa sejatinya kita semua adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Indah.

Kala itu, aku sedang duduk di depan meja tamu sebuah pameran, yang berlangsung di kota dimana pertama kalinya kita bertemu. Pameran tersebut adalah event yang menampilkan hasil karya beberapa seniman, sebuah acara yang tentunya menarik hati para penikmat seni dan sastra seperti dirimu. Sungguh tanpa kukira, kita kembali dipertemukan setelah sekian lama tidak bertemu. Faktanya waktu itu kamu datang bersama seorang gadis yang aku tebak adalah kekasihmu. Aku lupa sudah berapa tahun kita pernah dekat dan kemudian menjauh tanpa ada kata perpisahan.

Di buku tamu itu kau torehkan nomor telepon yang seketika itu pula aku tukar kembali dengan nomor teleponku. Setelah pertemuan itu waktu terus berjalan sekian bulan bahkan tahun, sampai pada suatu hari muncul namamu di kontak pesanku. Yang aku ingat dengan pikiranku saat itu, kamu sedang berusaha mendekatiku. Meskipun saat itu belum booming media jejaring semacam WA dan sebagainya, kita mampu secara intens berkomunikasi dan menjalin hubungan walau posisi kita LDR. Seiring berjalannya waktu kita semakin saling mengenali karakter masing-masing. Usia kita yang sudah dewasa, mengantarkan kita pada tujuan yang sama yaitu membina rumah tangga.

Sebelum menginjak ke jenjang pernikahan, aku berhasil menuntaskan pendidikanku sebagai simbol pertanggungjawaban dan bakti kepada orang tuaku. Bahkan, tertulis namamu di atas lembar skripsiku. Itu artinya bahwa setelah orang tua dan saudara kandungku, kamulah salah seorang penyemangatku. Hingga sampailah pada hari bahagia kita, menautkan janji seperti sepasang merpati yang saling setia hingga maut memisahkan. Hari demi hari begitu berarti, suka - duka kehidupan kita lalui dari yang paling berat sampai yang paling membahagiakan pernah kita lewati. Bahkan aku nyaris tak percaya ketika seorang anak yang demikian lucunya hadir di tengah-tengah kita, setelah bertahun-tahun pernikahan kita. Kehadiran momongan mampu menjadikanku wanita yang utuh, demikian juga dirimu menjadi sosok ayah yang begitu penyayang. Lengkaplah kebahagiaan keluarga kecil kita.

Waktu demi waktu berlalu, seperti lauh mahfudz yang berguguran ketika tiba sesuai ketentuanNya. Rupanya ayah putriku ditakdirkan untuk mendahului kami, pergi untuk selamanya. Sebelumnya sempat menderita sakit, belakangan diketahui bahwa penyakit beliau adalah kanker. Rupanya diagnosis itu sekaligus menjadi vonis dokter di ujung kehidupan ayah putriku. Tentu saja aku adalah keluarga yang paling dalam merasakan kesedihan, seakan-akan dunia di sekelilingku runtuh saat itu juga. Ayah dari putriku, begitu banyak pelajaran hidup yang aku dapatkan darinya. Laki-laki dengan keistimewaan luar biasa yang pernah menjadi bagian hidup kami. Seiring berjalannya waktu aku belajar merelakan kepergiannya. Bagaimanapun, ada amanah yang harus aku lanjutkan, tersadar bahwa duniaku belumlah usai. Sebagaimana firmanNya, tuhan telah menetapkan kelahiran, jodoh dan kematian di setiap kehidupan, niscaya Dia pulalah yang akan mengambil segalanya kembali. Namun pertanyaan itu seringkali menghinggapi kepalaku, mungkinkah di masa yang akan datang kita akan bertemu kembali?

Wallahu a'lam bissawab

1000 harimu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun