Mohon tunggu...
Ika Sylvianingrum
Ika Sylvianingrum Mohon Tunggu... Guru - Seorang ibu yang ingin terus belajar sepanjang hayatnya

Cinta adalah pupuk yang dapat menumbuhkan kebaikan-kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menjadi Nahdliyin Itu...

24 Januari 2024   10:14 Diperbarui: 10 April 2024   21:39 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dunia ini berputar seirama waktu, menampilkan warna-warni kehidupan. Pengalaman manusia menjadi bukti nyata campur tangan Tuhan terhadap eksistensi diri. Memilih jalan hidup artinya berusaha menemukan peluang terbaik, yang diharapkan mampu menjadikan kita manusia berkualitas. Lalu pada gilirannya kualitas itu ditampilkan manusia pada dunia dimana ia berada.

Tempat tinggal saya, sebutlah Dusun Tentrem, bisa digolongkan sebagai pemukiman muslim yang mayoritas penduduknya berpaham NU atau Nahdlatul Ulama. NU disini berarti paham yang menekankan bahwa agama Islam diajarkan secara turun-temurun dan melembaga, sehingga dapat mengakar kuat pada kehidupan penganutnya. Warga NU bukanlah masyarakat yang menganut Islam secara karbitan. Pemahaman terhadap tradisi keagamaan sangat ditekankan. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya beberapa lembaga pendidikan yang dinaungi NU seperti sejumlah madrasah hingga ponpes mulai dari tingkat ibtidaiyah hingga tingkat aliyah. Dengan demikian, para Nahdliyin begitu sebutan untuk penganut NU secara alamiah memiliki semangat dalam menegakkan sekaligus mengembangkan nilai syariah. Bagi mereka pandangan hidup untuk menebar kebaikan adalah sesuatu yang menggembirakan. Di sisi lain ada pengharapan memperoleh keberkahan dari Sang Maha Pengasih. Mentradisikan syariah tanpa menjadi 'kaum garis keras' yang cenderung menyisihkan pihak yang tak sepaham adalah realisasi ajaran agama sebagai rahmatan lil 'alamiin.

Di Dusun Tentrem, para Nahdliyin menjalankan kehidupannya dengan harmonis. Adapun saya yang baru dalam hitungan tahun tinggal disini mungkin terbilang sebagai anak bawang jika disandingkan dengan para Nahdliyin, terlebih yang menyandang predikat sebagai 'NU totok'. Jika sebagian besar dari mereka menerima ajaran keNUan semenjak masih di dalam kandungan, maka jika diibaratkan saya adalah sosok dewasa yang berperan menjadi murid yang lagi 'nyantrik' atau berguru. Sebagai daerah yang dinaungi NU dusun ini juga cukup kental tradisi pesantrennya, sehingga menjadi tempat yang subur bagi tumbuh kembangnya keilmuan terutama ilmu agama. Mari kita tengok sejenak potongan QS An Nur ke-51 Samina wa athona yang bermakna "kami dengar dan patuh", telah menjadi nilai dasar dalam kehidupan para Nahdliyin. Tata krama atau adab begitu penting jauh sebelum melampaui ilmu, artinya masih banyak ragam keilmuan di balik ilmu itu sendiri. Selain itu mereka juga memiliki ciri keagamaan yang khas yaitu tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang) dan amar ma'ruf nahi munkar.

Pada penghujung tulisan ini saya ingin menyampaikan kesimpulan secara umum. Betapa kompleks kehidupan manusia dengan segala hiruk-pikuk masalahnya jika tidak didasari pondasi tertentu atau iman yang seyogyanya bisa menjadi rumus mengatasi berbagai kompleksitas itu.

Menemukan tempat tinggal sama artinya menemukan rumah dimana kita memperkaya khasanah jiwa. Dusun Tentrem telah menawarkan apa yang saya cari, setidaknya menjadi tempat paling teduh yang akan selalu ingin saya singgahi. Sungguh karakteristik warganya adalah cerminan nyata waliyullah dan para pengikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun