Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah diuji coba pertama kali pada tanggal 06 Januari 2025 lalu. Uji coba program MBG ini sudah dilaksanakan di beberapa daerah, yaitu Jakarta, Bogor, Tangerang, Solo, Surabaya, Kudus dan Sorong. Tapi baru dua minggu program MBG ini berjalan sudah banyak menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.
Program Idealis, Realisasi Skeptis
Yang paling banyak diperdebatkan dari program ini ialah masalah anggaran. Tak dapat dipungkiri bahwa sejak awal dicanangkan pada masa kampanye oleh paslon Prabowo dan Gibran yang lalu, program ini dinilai akan memakan anggaran yang luar biasa besar dan realisasi nya akan mengalami banyak kesulitan di lapangan. Program ini dinilai terlalu idealis untuk para pemangku kebijakan yang sering skeptis.
Benar saja, baru berjalan dua minggu, pemerintah sudah kewalahan mengenai dana untuk melanjutkan program ini. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan bahwa anggaran untuk program MBG sebesar Rp 71 triliun ini hanya cukup hingga Juni 2025, itupun belum mampu mencakup kebutuhan seluruh anak sekolah di Indonesia.
Mulailah para pejabatnya memberi saran ini dan itu. Ada ketua DPD RI, Sultan B Najamuddin yang mengusulkan agar dana zakat bisa dialokasikan untuk menambah anggaran program MBG. Lalu ada wakil ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal yang mendorong Pemda untuk menyumbang dana sebesar 5 triliun untuk mendukung program MBG. Yang paling nonsense pemerintah terbuka jika orang tua siswa bersedia menyumbang untuk program MBG. Kalau kata anak jaman sekarang "ini gimana konsepnya sih?"
Jelas usulan ini tak masuk akal. Pertama, dana zakat itu sudah jelas peruntukannya, yaitu hanya untuk para mustahik. Kedua, Pemda sendiri dompetnya diisi oleh pusat alias APBN, berarti akan ada program atau proyek Pemda yang harus dikorbankan atau dipangkas anggarannya.
Masyarakat sudah skeptis dengan program ini, selain penyalurannya yang kacau balau, anggaran yang tak memadai, terlebih lagi hanya akan jadi lahan bancakan untuk dikorupsi. Alhasil, program ini hanya akan menambah beban bagi masyarakat.
Pemimpin Populis Ala Kapitalisme
Kemenangan Prabowo-Gibran tak dipungkiri karena daya tarik program MBG yang mereka janjikan. Bagi masyarakat Indonesia yang memang mayoritas perekonomiannya rendah, program MBG ini bak oase di tengah gurun pasir. Inilah yang dimanfaatkan oleh Prabowo-Gibran, yang dalam istilah politik disebut dengan populisme. Dilihat dari manapun program ini jauh panggang dari api, tapi kok bisa jadi program unggulan dan mendapat dukungan dari masyarakat banyak terutama masyarakat yang ekonominya rendah?. Ya karena secara psikologi orang yang kelaparan hanya menginginkan makanan, cenderung ingin yang instan dan pasti tanpa harus berusaha keras lagi, sekalipun hasil akhirnya juga cenderung instan dan tidak bertahan lama.
Pemimpin populis seperti ini lahir dari ideologi kapitalisme. Kapitalisme yang asasnya adalah mendapatkan keuntungan materi sebesar-besarnya. Akhirnya pemimpin populis seperti ini memiliki orientasi pada kedudukan, kekuasaan, dan kekayaan semata.