Bumi sebagai tempat tinggal makhluk hidup telah memberikan banyak sumberdaya yang tidak terbatas dan beranekaragam. Sumberdaya tersebut berasal dari laut, hutan, tanah, udara dan lainnya. Dahulu sumberdaya tersebut masih melimpah. Bumi masih hijau, udara masih bersih, sungai masih jernih. Semua unsur biotik dan abiotik saling berkaitan dan berkesinambungan. Manusia pun masih peduli terhadap lingkungannya. Seiring berjalannnya waktu, semakin bertambahnya populasi manusia menyebabkan bertambahnya kebutuhan untuk memenuhi hidupnya.
Kebutuhan akan tempat tinggal dan pangan menyebabkan semakin tingginya laju deforestasi. Pohon ditebang tanpa ada timbal balik dengan penanaman kembali. Pemukiman dibangun semakin padat, ditambah meluasnya lahan perkebunan. Padahal Penghancuran dan degradasi hutan berpengaruh besar terhadan perubahan iklim dalam dua hal. Pertama, perambahan dan pembakaran hutan melepaskan karbon dioksida ke atmosfir. Kedua, kerusakan hutan akan mengurangi area hutan yang menyerap karbon dioksida. Kedua peran ini sangat penting karena jika kita menghancurkan hutan tropis yang tersisa, maka perubahan iklim akan benar terjadi di masa mendatang. Sistem konversi hutan untuk areal perkebunan, tidak memberikan kontribusi kepada pengelolaan hutan lestari, tetapi malahan ikut mempercepat deforestasi. Secara resmi keputusan-keputusan dalam sektor kehutanan tidak lagi berorientasipada pembukaan dan konversi hutan, namun dalam kenyataannya, pembukaan dan konversi hutan masih terus berlangsung. Sistem yang ada sekarang harus direstrukturisasi dengan mengharuskan pembangunan hutan tanaman industri dan perkebunan baru pada areal lahan yang sudah terdegradasi, yang sudah tersedia sangat luas untuk ditanami.
Degradasi lingkungan dengan adanya deforestasi bukan hanya berdampak pada perubahan iklim, tapi juga merupakan suatu ancaman kepunahan bagi beberapa flora dan fauna endemik yang menetap di hutan tersebut. Mereka akan kehilangan tempat tinggalnya, juga kehilangan makanan yang biasanya disediakan oleh hutan. Akibatnya semakin berkurangnya jumlah populasi beberapa flora dan fauna endemik. Degradasi lingkungan juga ditandai dengan menurunnya biodiversity.
Pabrik-pablik yang dibangun di kawasan perkotaan membuang limbah baik itu limbah cair maupun limbah gas. Limbah cairnya akan berpengaruh terhadap kualitas air yang ada disekitar, dan berpengaruh terhadap DO (Dissolved Oxygen) dan BOD (Biological Oxygen Demand). Limbah gas misalnya Karbon monoksida, merupakan salah satu gas yang biasa dihasilkan dari industri logam dan elektronika. Dalam kadar tertentu gas ini akan menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia dan mahluk hidup lain, mulai dari gejala ringan sampai berat. Gejala-gejala seperti sesak nafas, pusing-pusing, pikiran tidak bisa konsentrasi, gangguan penglihatan dan pendengaran merupakan gejala dari keracuan gas dari limbah industri jenis ini. Dalam kadar yang lebih berat selain bisa menyebabkan pingsan, bisa pula berujung dengan kematian. Hal yang sama ketika keracunan karbon dioksida dan belerang yang merupakan gas buangan yang dihasilkan dari industri baja dan elektronika. Begitu pula dengan limbah industri berupa sisa pelumas, dapat mengganggu eksosistem lingkungan apabila tidak diperlakukan dan dikelola dengan baik dan benar.
Semakin padatnya penduduk juga menyebabkan semakin banyaknya penggunaan kendaraan bermotor. Padahal asap kendaraan bermotor tersebut mengandung gas buang seperti karbondioksida. Karbondioksida dari kendaraan-kendaraan bermotor merupakan salah satu penyumbang Gas Rumah Kaca (GRK).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H