Mohon tunggu...
Vinda Hestima
Vinda Hestima Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jika Kau Tersenyum...Maka Aku Akan Tersenyum...Ibarat Cermin, Ku Kan Turut Serta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

99% Karakteristik Orang Yogyakarta = Blangkon

6 Mei 2012   03:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:39 3032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Huh...dasar pasien ra bener. Wis mending di paringi keslametan Pak, tesih diparingi yuswa. Mbok yo ra banget-banget". ( "Huh...dasar pasien tidak benar. Sudah lumayan diberi keselamatan Pak, masih diberi umur. Ya jangan keterlaluan". )

"Ngopo e say?'. ( Kenapa e say?". )

"Lha mosok to mas, Bapak-bapak neng klinik mau, kan 3 hari opname, mergo kecelakaan. Yo ming lecet-lecet, hasil laborat ro rognent ki apik, normal kabeh, trus enteke biayane ki yo ming kurang luwih sangang atus ewu, ha kok aku kon nulis dadi sakyuta setengah. Jare kantore iso ganti nek minimal sakyuta setengah. Trus tak jawab alus, nggih pangapunten Pak, dalem mboten saget, ngene ngono tak nei alesan kanti sopan lan alus, ha kok aku mah disengeni to. Yo mangkel to yo aku". ( Lha masa to mas, Bapak-bapak di klinik tadi, kan 3 hari opname, karena kecelakaan. Ya cuma lecet-lecet, hasil laborat dan rognent itu bagus, normal semua, trus total biayanya ya cuma lebih kurang Rp.900.000,- , lha kok aku disuruh nulis Rp.1.500.000,0. Katanya kantor beliau bisa ganti biaya tersebut kalau minimal total biaya Rp.1.500.000,-. Trus aku jawab halus, mohon maaf Pak, saya tidak bisa, begini begitu aku beri alasan dan penjelasan dengan sopan dan halus, kok aku malah di marahi. Ya jengkel aku mas". )

"Lha mau ra disengeni genti say?" ( Lha tadi tidak kamu marahi balik say?" )

"Emang aku wis jeleh kerjoooo???" ( Memang aku sudah bosan kerjaaaa???" )

hehe...Ya, itu tadi percakapan pendek antara aku dan teman lelaki ku di warung makan lesehan ketika hujan datang menghadang kepulanganku dari bekerja seharian ini. Akhirnya kami memutuskan untuk singgah dalam rangka mengisi asupan makan para cacing di perut kami. Setelah percakapan tadi, aku jadi  malas berbicara dengannya, rasanya  omongan atau lebih tepatnya uneg-uneg ku tadi sama sekali tidak dihargai olehnya. Setelah pesanan datang, kami masing-masing sibuk makan. Keheningan terjadi antara kami. Tiba-tiba dia bersuara..

" Ya...karena kamu itu asli orang Yogyakarta, sama dengan aku juga, dan hampir semua orang Yogyakarta, wajar kalau bersifat seperti blangkon ( penutup kepala khas/ adat Yogyakarta ). Tidak peduli dengan pelanggan, lawan bisnis,  tetangga, saudara, bahkan pasangan...didepannya kita akan bersikap halus, ramah, seolah menerima apapun bentuk perlakuan mereka. Mampu menyembunyikan wajah asli kemarahan atau ketidak sukaan terhadap sesuatu, tapi dibelakangnya menyimpan bom atau berjuta pernyataan-pernyataan lain yang mungkin bertentangan, atau bisa juga diartikan sebuah kekuatan besar/ konsistensi besar yang kita coba simpan jauh di belakang, atau mungkin jauh di dalam hati. Coba kamu lihat blangkon itu, di bagian depan lipatannya halus dan rapi, tapi di bagian belakangnya ada sebuah pentholan sebesar kepalan tangan orang dewasa. Iya tidak?"

Aku jawab, "Tak bermakna penjilat kan??"

"Penjilat aja..Tuh kamu menjilati lele bakar!!" wkwkwk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun