Mohon tunggu...
VINCENT VINCENT
VINCENT VINCENT Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UBM Kampus Ancol

Mahasiswa UBM Kampus Ancol

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Apa Itu Cyberwarfare?

22 Desember 2021   18:34 Diperbarui: 22 Desember 2021   18:53 4812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kemajuan teknologi informasi membawa dampak pada berbagai bidang dalamkehidupan manusia. Ini dapat dilihat dari fakta bahwa banyak kegiatan yang beralih kecyberspace seperti: penawaran dan pembelian produk barang atau jasa, pendidikan, dan lain-lain. Efek dari teknologi informasi tidak hanya berdampak pada kehidupan individu, tetapi juga pada tingkat yang lebih tinggi seperti politik dan pemerintahan, termasuk bidang militer.

Dari perkembangan teknologi inilah, lahir istilah Cyberwarfare, dimana perang dilakukan menggunakan teknologi informasi. Mengutip kata Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, hampir satu dekade ini, isu tentang perang siber terus didengungkan
bahkan diramalkan bisa memicu ketegangan antar negara yang berimbas pada terancamnya kedamaian dunia. Bahkan Kepala Badan Telekomunikasi PBB, Toure Hamadoun, pada Oktober 2009 telah memperingatkan bahwa perang dunia bisa terjadi di dunia maya.

Apa itu cyberwarfare? Dilansir dari RAND, cyberwarfare adalah tindakan oleh negara atau organisasi internasional untuk menyerang dan berupaya merusak komputer atau jaringan informasi negara lain seperti, virus atau denial of service. Cyberwarfare perlu dibedakan dengan cyber crime. Meskipun keduanya sama- sama termasuk dalam cyber attack, cyber crime dapat didefinisikan sebagai kejahatan dalam cyberspace sedangkan cyberwarfare adalah bentuk perang dalam cyberspace. Berbagai negara di dunia seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok memiliki unit-unit cyberwarfare nasional. Ini juga termasuk negara-negara yang lebih kecil dalam hal kekuatan dan pengaruhnya dalam politik luar negeri seperti, Iran dan Korea Utara.

Ada banyak cara seseorang atau kelompok dapat melakukan cyberattack, salah satunya adalah menggunakan malware (atau bisa disebut juga cyberweapon). Contoh menarik dari malware ini adalah Pegasus buatan NSO Group. Mengutip Kaspersky, Pegasus adalah spyware modular yang menginfeksi smartphone Android atau iOS dengan menggunakan zero-day vulnerabilities. Setelah masuk ke dalam sistem, diam-diam melakukan jailbreak, dan mengidentifikasi sistem yang terinfeksi, Pegasus akan menginstall modul-modul yang diperlukan untuk melakukan espionase. Espionase ini dapat berupa apa saja, dari membaca pesan dan email korban, menyadap panggilan, keylogging, sampai mengambil screenshot dari layar korban.

Contoh lain dari cyberweapon adalah Stuxnet yang sangat unik. Dibandingkan dengan malware lain pada umumnya, Stuxnet mampu menyebabkan kerusakan fisik pada sistem. Stuxnet dibuat khusus untuk mengacaukan program nuklir Iran. Karena itu, Stuxnet biasanya bersifat tidak merusak jika sistem yang diinfeksi tidak berhubungan dengan pengayaan uranium. Jika sistem berhubungan dengan pengayaan uranium, Stuxnet merusaknya dengan memanipulasi programming dalam PLC (programmable logic controllers) dan menyebabkan sentrifugal bekerja terlalu keras sehingga menyebabkan kerusakan. Pada saat yang sama, Stuxnet memberikan feedback yang salah sehingga sistem tidak tahu bahwa ada yang salah.

Cyberwarfare tidak hanya berdampak pada sistem informasi. Seperti yang dapat dilihat pada contoh Stuxnet, cyberwarfare dapat mengakibatkan kerusakan di dunia nyata. Berikut adalah contoh-contoh cyberwarfare selain Stuxnet dan Pegasus beserta dampaknya di dunia nyata:

  1. Konflik Suriah:
    1. Pada 6 September 2007, pesawat F-15 dan F-16 angkatan udara Israel berhasil masuk ke dalam Suriah tanpa terdeteksi radar dengan menggunakan Suter, program buatan BAE Systems dalam Operasi Orchard. Serangan ini menggabungkan cyberwarfare dengan electronic warfare.
  2. Konflik Ukraina:
    1. Pada tanggal 23 Desember 2015, sebuah cyberattack terhadap Ukraina melumpuhkan suplai listrik 225.000 klien selama beberapa jam. Hal serupa terjadi di ibu kota Ukraina, Kiev selama 1 jam pada tanggal 16 Desember 2016.
    2. Pada tanggal 27 Juni 2017, ransomware NotPetya yang dicurigai buatan grup Sandworm, bagian dari GRU Rusia menyebabkan kerugian sebesar 10 miliar dollar. Menurut Juru Bicara White House, ini adalah serangan cyber paling destruktif di dunia.

Dilihat dari contoh di atas, dampak dapat disebabkan oleh cyberwarfare tidak dapat diremehkan. Secara militer, cyberwarfare adalah senjata yang sangat ampuh, baik secara taktis maupun strategis. Cyberwarfare juga dapat meningkatkan kemampuan alutsista dalam perang konvensional seperti dalam kasus Operasi Orchard dimana pesawat F-15 dan F-16 yang bukan merupakan pesawat siluman dapat masuk ke langit Suriah tanpa terdeteksi seperti pesawat siluman.

Dibandingkan perang konvensional memerlukan dana dan sumber daya yang sangat besar, cyberwarfare hanya memerlukan ahli dan sedikit dana untuk membangun sistem komputer yang akan digunakan oleh unit cyberwarfare. Sifat cyberspace yang anonymous juga mendukung konsep cyberwarfare. Pelaku cyberattack bisa jadi siapa saja, mulai dari seorang hacker individual sampai badan nasional yang terorganisasi. Sulit untuk menemukan siapa yang menjadi dalang dari suatu cyberattack. Tidak hanya itu, pelaku cyberwarfare dapat menuduh pihak lain atas tindakan cyberattack yang mereka lakukan. Hal ini menjadi peluang untuk berbagai negara untuk melakukan serangan tanpa harus melakukan deklarasi perang. Tentu saja ini sangat mengkhawatirkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun