Dalam rangka mengimplementasikan aplikasi pengadilan elektronik (e-court) sebagai pelaksanaan dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Persidangan Secara Elektronik, Â Selasa (28/08/2018), Mahkamah Agung melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan PT. Bank Mandiri, PT. Bank Syariah Mandiri, PT. Bank BRI Syariah, PT. BNI (Persero) Tbk., dan PT. Bank BNI Syariah serta addendum Nota Kesepahaman dengan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. dan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Dalam konteks pengadilan elektronik (e-court) penandatanganan ini berkaitan dengan salah satu bagian dari aplikasi pengadilan elektronik (e-court), yaitu pembayaran biaya perkara secara elektronik (e-payment). Selain e-payment, aplikasi pengadilan elektronik (e-court) juga mencakup pendaftaran perkara secara elektronik (e-filing) dan penyampaian panggilan dan pemberitahuan persidangan secara elektronik (e-summons).
Melalui fitur e-payment masyarakat pencari keadilan, dalam proses pendaftaran perkara secara elektronik dan setelah mendapatkan taksiran biaya panjar perkara secara elektronik (e-SKUM) dapat melakukan pembayaran ke rekening virtual (virtual account) dengan berbagai metode pembayaran yang dilakukan di perbankan pada umumnya, seperti melalui sms banking, internet banking, mobile banking maupun mendatangi teller bank, tanpa harus ke pengadilan dan berinteraksi dengan aparatur pengadilan.
Kecuali melakukan pembayaran panjar biaya perkara, fitur e-payment juga akan melayani transaksi penambahan panjar biaya perkara manakala panjar biaya perkara yang sudah dibayarkan sebelumnya telah habis dan tidak mencukupi untuk pembiayaan pelaksanaan pemeriksaan perkara selanjutnya. Pengadilan sebelumnya akan menyampaikan pemberitahuan (notifikasi) perihal kondisi panjar biaya perkara tersebut dan kemestian untuk melakukan penambahan.
Selain itu, fitur e-payment juga akan mencakup transaksi pengembalian sisa panjar biaya perkara kepada masyarakat pencari keadilan manakala setelah selesainya keseluruhan proses pemeriksaan perkara, terdapat kelebihan atau sisa dari panjar biaya perkara yang telah dibayarkan. Sisa tersebut harus dikembalikan kepada pihak berperkara.
Bagi pengadilan, adanya fitur e-payment ini sangat membantu pengadilan, pada tataran fundamental mewujudkan setidak-tidaknya 5 (lima) nilai utama badan peradilan, yakni integritas, kejujuran, akuntabilitas, keterbukaan, dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Selain itu, fitur ini sangat membantu pengadilan dalam meningkatkan kinerja tata kelola keuangan perkara, mengingat transaksi dan pelaporannya dapat terekam dengan jelas dan terperinci oleh perbankan. Hal ini tentunya akan positif bagi pengadilan dalam meminimalisir kemungkinan kesalahan yang mungkin terjadi.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, penandatanganan nota kesepahaman dan addendum nota kesepahaman ini merupakan momentum strategis dalam mewujudkan apa yang dicanangkan oleh Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung pada Hari Ulang Tahun Ke-73 Mahkamah Agung tanggal 19 Agustus 2018 yang lalu, yakni era baru peradilan modern berbasis teknologi informasi. Disisi lain peradilan modern  berbasis teknologi ini merupakan salah satu ciri dari badan peradilan yang agung sebagaimana disebutkan dalam cetak biru permbaruan peradilan 2010-2035, sehingga secara langsung atau tidak langsung momentum ini berkontribusi terhadap upaya mencapai visi pembaruan peradilan yakni Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung.
Dalam kesempatan ini, Ketua Mahkamah Agung, Prof. Hatta Ali, SH., MH., mengatakan bahwa penandatanganan nota kesepahaman dengan tujuh bank plat merah ini memiliki tujuan utama untuk memberikan suatu pelayanan yang cepat kepada pencari keadilan sesuai yang tertuang dalam Perma Nomor 3 Tahun 2018. "Jadi para pencari keadilan bisa mengajukan gugatan atau permohonan melalui aplikasi elektronik, juga proses jawab menjawab yang biasa dikeluhkan oleh para lawyer itu bisa diajukan secara tertulis, kecuali pada saat pembuktian baru dihadiri oleh para pihak yang berperkara," katanya.
"Sekarang masalahnya adalah apakah para lawyer mau berperkara secara elektronik? Tetapi target kita mudah-mudahan aparat pengadilan sudah siap, juga para lawyer siap berperkara secara elektronik sehingga setahun setelah dicanangkan di Balikpapan, semua pengadilan sudah harus menggunakan e-court. Kalau ini jalan, maka penyelesaian perkara semakin cepat. Terwujudlah peradilan yang cepat, murah dan sederhana. Ini semua dalam rangka memberikan pelayanan yang baik kepada para pencari keadilan," pungkas Hatta Ali.
Dalam satu tahun kedepan terhitung sejak peluncuran aplikasi pengadilan elektronik (e-court) pada tanggal 13 Juli 2018 oleh Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung di kota Balikpapan, Kalimantan Timur semua badan peradilan di Indonesia harus mengimplementasikan aplikasi ini. Untuk tahap awal, pengadilan yang membuka layanan e-court adalah pengadilan-pengadilan percontohan (pilot courts) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 305/SEK/SK/VII/2018 tertanggal 2 Juli 2018.