Sudah menjadi kebiasaan bagi Kehidupan untuk berputar-putar dan mengelilingi dunia ini. Kali ini, Kehidupan melihat sekali lagi ratap tangis di pemakaman. Tentu saja, Kematian, kawannya, ada pula di sana.Â
Tak pakai lama, Kehidupan pun segera menghampiri kawannya yang sedang berdiri dengan tenang di samping liang kubur tersebut.
"Sedih bukan? Melihat orang yang telah kuberikan kepada mereka, pada akhirnya harus kau ambil." Sapa Kehidupan kepada Kematian.Â
"Mungkin jawabanku tak akan memuaskanmu, tetapi aku tidaklah sedih sedikitpun pada apa yang mereka sebut sebagai kematian." Jawab Kematian.Â
"Um... mengapa begitu? Apakah nuranimu sudah mati?"Â
Kematian sepertinya paham kalau Kehidupan memiliki nilai yang berbeda darinya. Maka Kematian pun mengajak Kehidupan untuk berpindah bersamanya ke atas dahan pohon Kamboja yang ada di kuburan tersebut.Â
"Begini, bagiku, kematian adalah sama dengan dirimu memberikan kehidupan. Itu adalah konsekuensi daripada tugas kita menjaga keseimbangan dunia ini." Jelas Kematian.
"Terlebih lagi, banyak orang yang pada akhirnya merasakan kebahagiaan seperti ketika kau memberikan kehidupan kepada mereka. Mereka yang semasa hidupnya mengidap penyakit kronis, hidup tersiksa, atau bahkan tidak pernah diberlakukan seperti manusia, mereka bahagia ketika aku menjemput mereka." Sambungnya.Â
"Ah begitukah..? Tapi mengapa kau juga dengan tega mencabut nyawa anak-anak kecil yang tidak bersalah dalam perang? Bukankah kau juga bisa memilih siapa yang akan kau ambil?" Tanya Kehidupan kembali.Â
"Lantas kuberikan pertanyaan kepadamu untuk menjawab hal ini, mengapa kau tega untuk tetap memberikan kehidupan kepada janin-janin yang akan lahir di medan pertempuran? Mengapa kau tetap memberikan kehidupan kepada janin-janin yang akan lahir di kala dunia sedang dalam keadaan krisis dan juga penuh dengan kelaparan dan penyakit?"Â
Setelah pertanyaan itu dilemparkan, keduanya pun terdiam. Kehidupan lalu bangkit dan pergi meninggalkan Kematian tanpa sedikitpun jawaban.Â