Zaman sosial media, eranya flexing bertebaran di mana-mana. Flexing entah karena sudah punya pendapatan sekian, atau yang lainnya. Tetapi, satu yang juga sering dipamerkan oleh generasi muda kita adalah kemampuan mereka memimpin sebuah organisasi. Menampilkan  diri seolah-olah dirinya adalah seorang Napoleon muda yang sukses memimpin gerbong organisasi yang dia bangun, atau dia teruskan dari kepemimpinan sebelumnya.
Tidak ada yang salah memang. Kemampuan mencari uang, kemampuan leadership, dan kemampuan-kemampuan lainnya bukanlah hal yang sia-sia. Tetapi, seringkali generasi kita melupakan poin terpenting dari memimpin.
Mereka lupa untuk menjadi seorang pengikut yang taat
Ya, banyak anak muda yang tanpa persiapan dan juga pengalaman menjadi pengikut yang taat, tiba-tiba duduk menduduki posisi puncak. Ujung-ujungnya, mereka memerintah dengan gaya yang menurut mereka benar. Padahal, mereka tidak paham apa yang pengikut mereka inginkan.Â
Banyak juga anak muda yang "salah" ikut webinar tentang leadership. Mereka hanya mencatat dan mengambil tentang bagaimana memimpin dan menjadi pemimpin yang baik. Tetapi mereka lupa, bagaimana caranya membangun kebiasaan menjadi seorang pemimpin yang baik.Â
Mereka lupa bahwa menjadi pemimpin yang baik, bukanlah praktik di depan layar semata. Seorang pemimpin yang baik adalah seseorang yang secara tindak-tanduknya mencerminkan gaya kepemimpinannya. Bahkan, ketika mereka sedang tidak memimpin.Â
Oleh sebab itu, bagi para anak muda. Sebelum kamu berusaha menjadi pemimpin yang baik, latihlah dirimu untuk menjadi seorang pengikut yang taat terlebih dahulu. Sehingga, ketika saatnya tiba untuk kamu naik menjadi pemimpin, kepemimpinan yang baik sudah secara otomatis dijalankan oleh kamu sebagai sebuah kebiasaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HLearn to obey before you command
-Solon-