Mohon tunggu...
Vincent Setiawan
Vincent Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - A person who loves to write and inspire others

I love to live a life that full with logic. I love to write for inspiring you and helps you escape this mystical night ride

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menjadi Atheis Itu Makan Hati

7 Februari 2021   11:07 Diperbarui: 7 Februari 2021   12:11 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atheis selalu saja dianggap sebagai dalang masalah di Indonesia ini. Entah PKI lah, Cina lah, makar lah, teroris lah, corona lah (ya yang ini saya setuju sih, kan asalnya dari cina), penurunan subsidi pemerintah, dan lain-lain juga dalangnya pasti atheis. Udah gitu, mau kita aliran politiknya kapitalis, merkantilis, environmentalis, tralis atau apapun itu, pasti aja dicap KOMUNIS. Lah, kan gak semua yang Atheis pasti komunis ya. Makan hati jadi atheis tuh.

Belum lagi kalau misalnya ada masalah di luar negeri sono yang urusannya sama penindasan terhadap agama mayoritas di Indo, pasti Atheis lagi yang disalahin. Atau misalnya ada kekerasan yang ngelibatin salah satu anggota dari agama mayoritas di Indo, pasti orangnya yang ngelakuin kekerasan di cap Atheis juga. 

Kamu gak akan kuat jadi atheis, biar aku saja. (Dilan, 1991)

Ya, intinya kalau kita gak kuat-kuat iman kita kepada Einstein dan Hawking pasti gak akan kuat deh menjalani segala jenis hantaman dan tekanan sebagai Atheis di Indonesia. Belum lagi kalau masalah KTP, beuhhh ribet abis. Mau dikosongin? Bisa-bisa susah dapat kerja dll. Mau diisi? Nanti Einstein sama Hawking marah lagi. Bisa-bisa kita diganjar dengan soal relativitas einstein 10 nomor, kan semaput boi. 

Makanya, Atheis di Indonesia itu tuh lucu. Kalau kita lihat agama mereka di KTP, pasti ada aja isinya. Entah Islam lah, Buddha lah, Kristen lah, atau yang semacamnya itu. Intinya salah satu dari agama mayoritas di Indonesia lah. Apalagi kalau kita ketemu di jalan, pasti masih ada aja yang ngomong Alhamdulillah, Puji Tuhan, Astungkara, Namo Buddhaya, dan semacamnya. Satu-satunya yang bisa bedain atheis sama yang enggak mungkin cuma intensitas mereka beribadah saja. Juga mungkin mereka baru terang-terangan ketika kita sudah kenal dekat dengan mereka.

Ya gak aneh sih, apalagi karena Indonesia ini mayoritas orang-orang beragama, pasti mereka kebawa kultur Indonesia ini. Tapi fenomena ini juga tidak bisa dipungkiri terjadi karena adanya "bahaya dan ancaman" secara hukum bagi para Atheis di Indonesia. 

Jikalau mereka terbukti menyebarkan paham Atheisme (padahal ya atheis kan kagak ada dakwahnya ya, masa kita mau ngajarin gerak lurus beraturan buat dakwah) bisa dijerat dengan hukuman pidana selama 5 tahun penjara berdasarkan Pasal 156a KUHP. Hal ini tentu saja menjadi suatu alasan kuat kenapa para Atheis di Indonesia seringkali menutup diri dan tidak membuka identitasnya kepada orang lain. 

Meskipun begitu, sebagai seorang atheis sebenarnya ada satu agama yang sangat welcome kepada para Atheis. Agama itu adalah Buddhisme. Kenapa bisa dibilang welcome ? 

Simpelnya, karena Buddhisme sendiri enggak ada concern ke Tuhan-tuhanan, maka Atheis bisa tetap tidak percaya pada Tuhan atau hal-hal supranatural seperti Dewa-dewi tetapi tetap bisa menjadi seorang Buddhis. Buddhisme juga jauh lebih toleran karena prinsip universalitasnya untuk menyebarkan kebahagiaan kepada semua mahluk. 

Bahkan, Buddhisme sendiri juga dalam konsep aslinya menolak adanya penciptaan dan adanya pencipta dunia ini. Buddhisme juga menolak adanya pengatur dunia ini. Hukum-hukum alam ada karena mereka demikian adanya, bukan ada karena mereka hadir untuk mengatur kita para manusia. 

Intinya, jadi seorang Atheis di Indonesia memang makan hati. Gak ada masalah, disalah-salahin. Ada masalah, dihukum lebih berat. Udah, mending kamu jangan jadi Atheis deh, kamu gak akan kuat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun