Mohon tunggu...
Vincentius Panji
Vincentius Panji Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Rendah hati

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Disonansi Kognitif: Gaya Hidup antara Realistis atau Konsumtif?

24 September 2023   14:13 Diperbarui: 24 September 2023   14:15 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://jurnalpost.com/

Fenomena hidup konsumtif pada akhir-akhir ini menjadi sebuah fenomena yang sering kita jumpai dan tidak jarang kebanyakan dari mereka yang memiliki gaya hidup konsumtif akibat dari adanya perubahan ke era modernisasi. Hidup konsumtif ini tidak semena-mena muncul begitu saja,tetapi banyak pengaruh seperti akses untuk mendapatkan informasi dengan mudah yang menjadi faktor utama mereka melakukan gaya hidup konsumtif, terdapat beberapa hal yang membuat gaya hidup konsumtif ini digemari oleh generasi sekarang, seperti halnya masuknya sebuah trend yang baru, maka akan membuat mereka akan melakukan berbagai cara untuk menyerupainya atau mengikutinya. 

Konsumtif sendiri adalah perilaku atau gaya hidup yang lebih condong untuk menghabiskan kekayaan maupun uang mereka tanpa melakukan berbagai pertimbangan yang matang dan jelas. Pendapat juga mereka yang melakukan segala upaya untuk membeli barang-barang mewah dengan melakukan pinjaman online ataupun berbagai cara, mengapa begitu,  karena biasanya dalam kelompoknya mereka yang bergaya hidup konsumtif, sering untuk memamerkan barang-barang mereka dan juga mengikuti  trend yang sedang terjadi. Terdapat istilah Fomo (Fear of missing out) Yaitu takut untuk ketinggalan tren yang sedang terjadi. Generasi sekarang ini menilai standar status sosial mereka yang menjadikannya perilaku konsumtif semakin marak kita jumpai. 

Tentu pembelian barang mewah ataupun barang-barang branded memang dapat meningkatkan status sosial seseorang dan mengarah kepada stratifikasi sosial yaitu orang yang menggunakannya mempunyai hak istimewa ataupun elit dan berbeda status.  pada generasi saat ini orang cenderung memakai barang-barang mewah hanya untuk semata-mata mendapat pengakuan dari banyak orang . Tanpa disadari orang-orang itu melakukan berbagai hal untuk mendapatkan pengakuan tersebut atau pengakuan status sosial.

Teori disonan kognitif membahas mengenai bagaimana pesan yang disampaikan membawa berbagai macam elemen kognitif seperti sikap, persepsi ataupun pengetahuaan. Manusia termotivasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dengan mengubah berbagai elemen kognitif. (Littlejohn et al., 2017, 64)

Terdapat contoh kasus dari perilaku hidup konsumtif, seseorang  yang memiliki keyakinan kuat bahwasanya pengeluaran yang bijak dan hemat merupakan cara yang tepat untuk mengatur keuangannya secara pribadi. Seseorang itu memiliki pemikiran bahwa masih memiliki sikap yang menghargai uang dan selalu mencari barang yang mempunyai harga miring. Namun terkadang juga dia sering memiliki kecenderungan untuk membeli barang-barang mewah yang memiliki harga jauh dari anggaran yang ia miliki. 

Dalam kasus diatas terjadi kontradiktif antara seseorang tersebut, ingin melakukan perilaku hemat atau melakukan perilaku konsumtifnya dengan membeli barang-barang mewah tersebut yang mana menciptakan suatu disonansi kognitif yang terjadi di dalam pikirannya. Disisi lain dia sadar bahwa pembelian dari barang-barang mewah tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi keuangannya, yang yang mana sangat penting baginya, namun saat ketika ia membeli barang-barang mewah tersebut ia memiliki kepuasan terhadap barang tersebut tetapi dia merasa bersalah dan was-was akan bagaimana perilaku konsumtif media akan mempengaruhi keuangannya untuk kedepannya.

Pada teori disonansi kognitif terdapat pada ketidakselarasan antara keyakinan seseorang itu mengenai perilaku hematnya dan perilaku konsumtifnya yang memiliki perbedaan. Dan ini menciptakan suatu motivasi untuk mendorongnya seorang itu untuk mencari pembenaran dengan berasumsi bahwa barang-barang yang dibeli sebelumnya merupakan aset investasi atau memang barang itu pantas untuk dibeli nya ataupun dia mencoba meminimalisir konflik yang terjadi dalam pikirannya dengan menghemat, tidak membeli barang-barang mewah dan mengalihkannya dengan menabung ataupun menginvestasikannya.

Di sini kita bisa lihat bahwa seseorang itu merasa terdesak akan keyakinan dalam berperilaku konsumtif. dalam buku (Littlejohn et al., 2017, 65) Terdapat cara atau metode untuk mengurangi informasi kognitif yang mana dengan mengubah satu atau lebih elemen kognitif seperti perilaku, tindakan, sikap Lalu yang kedua ialah menambahkan elemen ke dalam ketegangan.

Daftar Pustaka :

Littlejohn, S. W., Foss, K. A., & Oetzel, J. G. (2017). Theories of Human Communication. Waveland Press, Incorporated.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun