Mohon tunggu...
Vincentia Trisna Yoelinda
Vincentia Trisna Yoelinda Mohon Tunggu... Mahasiswa -

young-wild-free

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Beasiswa yang Membawa Kepada Kemiskinan

14 September 2015   00:00 Diperbarui: 14 September 2015   00:20 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah seorang Tanoto Shcolar 2014 yang bergerak dalam unit kegiatan mahasiswa berkaitan dengan jurnalistik. Sebagai penulis? Bukan, malahan saya tidak tahu bagaimana caranya membuat karya tulis. Saya menjabat sebagai ilustrator, lebih terbiasa memvisualisasikan tulisan orang ketimbang menuangkan isi otak saya sendiri. Lalu apa hubungannya paragraf ini dengan judul tulisan saya? Jawabannya ada pada paragraf-paragraf selanjutnya, tepat setelah tanda titik.

Semua dimulai ketika satu tahun lalu seorang teman menghampiri saya yang baru saja pulang membantu dosen mengerjakan penelitian. Waktu itu saya masih berongkang-ongkang di antara semester tiga dan semester empat. Ia menanyakan apakah saya sudah mendaftarkan diri ke National Champion Scholarship 2014/2015 yang diselenggarakan oleh Tanoto Foundation. Saya melongo, saya tidak tahu menahu soal itu. Lalu saya coba buka laman web Tanoto Foundation.

Beasiswa? Hmm. Saya masih meragu, sebanyak, dan sejauh yang saya tahu, beasiswa-beasiswa yang ditawarkan di kampus lebih pada area menyerahkan keterangan kurang mampu, IPK tinggi, sertakan sertifikat ini itu, lalu sudah, jika lolos, terima uang melalui rekening. Malahan terkadang yang dilihat hanya mudah atau tidaknya persyaratan, besar kecilnya nominal yang akan diterima, bukan melihat siapa lembaga pemberi beasiswa. Nominal menggiurkan tidak jarang membuat banyak orang tiba-tiba ‘miskin’ agar bisa mendapat kesempatan besar mendapat beasiswa itu. Setelah mendapat uangnya, ya sudah, lanjutkan hidup, tenun kembali mimpi-mimpi, kembali asik dengan dunia sendiri atau tiba-tiba jadi orang kaya.

Tapi apa yang terjadi pada saya? Bukannya menjadi dicukupkan, dalam satu tahun, beasiswa yang saya terima malah membawa saya kepada kemiskinan. Pasca mendaftarkan diri, mengirim esai, menjalankan psikotes, dan tes wawancara dengan pihak Tanoto Foundation, dan akhirnya dinyatakan lolos, saya langsung bertemu dengan orang-orang yang bernasib seperti saya. Kami semua tergabung dalam Tanoto Scholars Association. Inilah yang menjadi alat Tanoto Foundation, sebagai pihak pemberi beasiswa untuk membawa kami kepada kemiskinan. Bagaimana bisa? Ya, pasti bisa.

Bersama ratusan Tanoto Scholars dari berbagai universitas, saya diajarkan bagaimana menjawab visi dan misi Tanoto Foundation yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan. Setiap Tanoto Scholars Association dari setiap universitas diajarkan untuk mengelola uang, bukannya dimanjakan dengan jutaan rupiah yang memang menjadi bagian kami setiap 6 bulan sekali. Dalam hal inilah kami dibawa kepada kemiskinan, kemiskinan di sekitar kami. Kami dihimbau untuk mengentaskan kemiskinan-kemisikinan itu, sesuai dengan visi Tanoto Foundation, melalui pendidikan, pemberdayaan, serta peningkatan kualitas hidup.

Bagi saya sendiri, ini adalah beasiswa pertama yang mengajak saya benar-benar merasa miskin. Bahwa ternyata saya miskin dalam kepedulian, miskin dalam pengetahuan, miskin dalam kemampuan mengelola uang. Saya ingat saat saya melihat karya dari Tanoto Scholars Association dari universitas lain. Ada yang membuat program mengajar, ada pula yang membagi-bagikan susu kepada anak-anak sekolah yang kurang mampu. Semuanya bermuara pada satu tujuan, mengentaskan kemiskinan.

Inilah nominal terbesar yang pernah saya terima sepanjang sejarah saya menjadi penerima beasiswa sepanjang hidup saya. Bukan sekadar jutaan, tapi lebih dari itu, mungkin milyaran. Dari seorang sosok Bapak Sukanto Tanoto yang malahan tidak berkesempatan menyelesaikan pendidikan formal, muncul anak-anak yang mengenyam pendidikan hingga tuntas. Tidak hanya berorientasi pada pendidikan diri sendiri, tapi juga membangun masa depan orang lain. Saat masa depan anak-anak bangsa menjadi meyakinkan, negara pun menerima dampak kebaikannya.

Saya tidak akan lebih jauh mengelu-elukan sosok Bapak Sukanto Tanoto maupun Tanoto Foundation, masing-masing kita memiliki penilaian. Saya hanya ingin berbagi ‘kemiskinan’, bahwa dimulai dari orang-orang yang mau, kemudian dimampukan, kemiskinan dapat diberantas.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun