APAKAH INDONESIA SIAP MENGHADAPI PASAR BEBAS ASEAN (AFTA) 2015?
Oleh: Vincent Gaspersz
Kita SELALU mendengar pernyataan dari berbagai kalangan bahwa Indonesia SIAP menghadapi Pasar Bebas ASEAN (AFTA = ASEAN Free Trade Area) 2015. Siap atau TIDAK Siap, Indonesia TETAP HARUS menghadapi pasar bebas ASEAN (AFTA), di mana pada tahun 2015 ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal. Akan terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil serta arus modal yang bebas masuk-keluar di antara Negara-negara ASEAN.
Berdasarkan studi empirik penulis pada tahun 1991 ketika memperoleh Doktor Teknik Sistem Industri dan Manajemen di ITB, telah menghasilkan dalil (temuan) bahwa: kemajuan suatu negara akan sangat ditentukan oleh produktivitas modal dan produktivitas tenaga kerja di negara itu. Berdasarkan prinsip keunggulan KOMPARATIF dalam perdagangan internasional, maka Negara pengekspor akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi daripada Negara-negara pengimpor, sehingga barang-barang akan mengalir dari Negara-negara berproduktivitas tinggi ke Negara-negara berproduktivitas rendah. Temuan tahun 1991 itu TELAH TERBUKTI TERJADI di Indonesia sekarang ini, di mana ketergantungan pada IMPOR telah semakin tinggi dan menghasilkan DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN yang semakin besar, sehingga berakibat nilai tukar rupiah menjadi semakin LEMAH!
KENYATAAN YANG HARUS DIHADAPI INDONESIA ketika memasuki Pasar Bebas ASEAN (AFTA = ASEAN Free Trade Area) 2015 adalah PERBAIKAN SERIUS berkaitan dengan indikator-indikator yang HARUS diperhatikan oleh Indonesia. Penulis telah mengidentifikasi sepuluh indikator kinerja dan melakukan pembandingan di antara Negara-negara ASEAN. Pada saat ini Posisi Indonesia TELAH KALAH daripada Vietnam, dan hampir sama dengan Kamboja. Dalam beberapa hal, Kamboja lebih unggul dari Indonesia, yaitu: upah buruh rendah, suku bunga rendah, dan corporate tax yang rendah. Ringkasan studi empirik dari penulis menggunakan berbagai laporan yang ada, ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Ringkasan Posisi Daya Saing Indonesia di ASEAN Berdasarkan 10 Indikator Kinerja
Kesepuluh indikator kinerja itu meliputi: (1) indeks daya saing global (global competitiveness index), (2) indeks kinerja logistik (overall logistic performance index), (3) indeks inovasi global (global innovation index), (4) indeks kemudahan berbisnis (ease of doing business index), (5) indeks worldwide governance indicators average (WGIA index), (6) indeks persepsi korupsi (corruption perception index) (7) tarif pajak yang berlaku (corporate tax rate), (8) produktvitas tenaga kerja (labor productivity), (9) suku bunga yang berlaku (interest rate), dan (10) besaran upah minimum (legal minimum labor wage).
- Pertama, indeks daya saing global, yang diukur berdasarkan 12 indikator utama, yaitu: (1) institusi pemerintah dan swasta, (2) infrastruktur, (3) kestabilan ekonomi makro, (4) pendidikan dasar dan kesehatan, (5) pendidikan tinggi dan pelatihan, (6) efisiensi pasar barang, (7) efisiensi pasar tenaga kerja, (8) perkembangan pasar uang, (9) kemampuan memanfaatkan teknologi yang ada, (10) ukuran pasar domestik dan internasional, (11) kecanggihan proses produksi barang-barang baru, dan (12) inovasi. World Economic Forum dalam Laporan The Global Competitiveness Report tahun 2013-2014, menempatkan Indonesia di peringkat ke-38 dari 148 negara dan merupakan peringkat ke-5 di antara Negara-negara ASEAN. Peringkat dari Negara-negara ASEAN: (1) Singapura (peringkat 2 dari 148 negara), (2) Malaysia (24), (3) Brunei Darussalam (26), (4) Thailand (37), (5) Indonesia (38), (6) Filipina (59), (7) Vietnam (70), (8) Laos (81), (9) Kamboja (88), dan (10) Myanmar (139).
- Kedua, indeks kinerja logistik secara keseluruhan yang diukur berdasarkan 6 (enam) indikator, yaitu: (1) bea cukai, (2) infrastruktur, (3) pengapalan internasional (international shipment), (4) kualitas dan kompetensi logistik, (5) pelacakan dan pencatatan (tracking and tracing), dan (6) ketepatan waktu (timeliness).World Bank dalam Laporan The Logistics Performance Index and Its Indicators tahun 2014 memposisikan Indonesia di urutan ke-53 dari 163 negara dan merupakan peringkat ke-5 di antara Negara-negara ASEAN. Peringkat dari Negara-negara ASEAN: (1) Singapura (peringkat 5 dari 163 negara), (2) Malaysia (25), (3) Thailand (35), (4) Vietnam (48), (5) Indonesia (53), (6) Filipina (57), (7) Kamboja (83), (8) Laos (131), dan (9) Myanmar (145). Catatan: Brunei Darussalam tidak diukur.
- Ketiga, indeks inovasi global yang diukur berdasarkan 7 (tujuh) indikator berikut: (1) lembaga, (2) sumber daya manusia dan penelitian, (3) infrastruktur, (4) kecanggihanpasar, (5) kecanggihanbisnis, (6) output pengetahuan dan teknologi, dan (7)outputkreatif. Masing-masing indikator terdiri dari beberapa variabel yang secara total terdapat 84 variabel individual. Skor Inovasi berkisar dari 0 (terendah) sampai 100 (tertinggi). Berdasarkan Indeks Inovasi Global 2013 diketahui bahwa Indonesia berada pada urutan ke-85dari 142 negara di dunia. Peringkat dari Negara-negara ASEAN: (1) Singapura (peringkat 8 dari 142 negara, Skor: 59,41), (2) Malaysia (Peringkat 32, Skor: 46,92), (3) Thailand (57; Skor: 37,63), (4) Brunei Darussalam (74; Skor: 35,53), (5) Vietnam (76; Skor: 34,82), (6) Indonesia (85; Skor: 31,92), (7) Filipina (90; Skor: 31,18), dan (8) Kamboja (110; Skor: 28,07). Catatan: Laos dan Myanmar tidak diukur.
- Keempat, indeks kemudahan berbisnis, yang disusun berdasarkan 10 indikator utama, yaitu (1) kemudahan memulai bisnis, (2) kemudahan memperoleh ijin konstruksi, (3) ketersediaan listrik, (4) kemudahan mendaftarkan property, (5) kemudahan memperoleh kredit, (6) perlindungan kepada investor, (7) pembayaran pajak, (8) perdagangan lintas batas, (9) penghargaan terhadap kontrak, dan (10) resolusi jika terjadi kebangkrutan. Berdasarkan Laporan Indeks Kemudahan Melakukan Bisnis, 2014, posisi Indonesia menempati urutan ke-120 dari 189 negara di dunia. Di antara Negara-negara ASEAN, Indonesia berada di urutan ke-7, yaitu: (1) Singapura (peringkat 1 dari 189 negara), (2) Malaysia (Peringkat 6), (3) Thailand (18), (4) Brunei Darussalam (59), (5) Vietnam (99), (6) Filipina (108), (7) Indonesia (120), (8) Kamboja (137), (9) Laos (159), dan (10) Myanmar (182).
- Kelima, indeks worldwide governance indicator average, yang disusun berdasarkan 6(enam) indikator kunci, yaitu: (1) demokrasi dan akuntabilitas, (2) kestabilan politik dan ketiadaan kekerasan, (3) efektivitas pemerintahan, (4) kualitas peraturan, (5) penegakan hukum, dan (6) Pengendalian korupsi.Bank Dunia menyusun WGIA yang menghasilkan angka indeks dari minus 2,5 (terburuk) sampai positif 2,5 (terbaik). Pada tahun 2012 Indonesia berada di posisi ke-7 di antara Negara-negara ASEAN, yaitu: (1) Singapura (Skor 2,15), (2) Brunei Darussalam (0,64), (3) Malaysia (0,30), (4) Thailand (-0,34), (5) Vietnam (-0,56), (6) Filipina (-0,58), (7) Indonesia (-0,66), (8) Kamboja (-1,04), (9) Myanmar (-1,12), dan (10) Laos (-1,40).
- Keenam, indeks persepsi korupsi, yang berskala dari 0 (terburuk) sampai 100 (terbaik). Berdasarkan Laporan Indeks Persepsi Korupsi tahun 2013, Posisi Indonesia berada pada urutan ke-114 dari 175 negara. Posisi Indonesia berada pada urutan kedi antara Negara-negara ASEAN, yaitu: (1) Singapura (peringkat 5 dari 175 negara; Skor: 86), (2) Brunei Darussalam (peringkat 38; Skor: 60), (3) Malaysia (53; Skor: 50), (4) Filipina (94; Skor: 36), (5) Thailand (102; Skor: 35), (6) Indonesia (114; Skor: 32), (7) Vietnam (116; Skor: 31), (8) Laos (140; Skor: 26), (9) Myanmar (157; Skor: 21), dan (10) Kamboja (160; Skor: 20).
- Ketujuh, berkaitan dengan corporate tax atau PPh badan yang ditawarkan pemerintah Indonesia juga masih kalah menarik dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya. Sejauh ini pemerintah masih mematok tarif PPh badan sebesar 25 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan tarif corporate tax yang dipatok pemerintah Singapura sebesar 17 persen, ataupun Thailand, Myanmar, dan Kamboja masing-masing 20 persen. Jika diurutkan dari pajak termurah posisi Indonesia berada di posisi ke-8 dibanding negara-negara ASEAN lainnya, yakni diurutkan berdasarkan pajak paling murah: (1) Singapura (17%), (2) Thailand, Kamboja, dan Myanmar (20%), (5) Brunei Darussalam dan Vietnam (22%), (7) Laos (24%), (8) Indonesia dan Malaysia (25%), dan (10) Filipina (30%).
- Kedelapan, berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja, yang diukur berdasarkan PDB (produk domestik bruto) per tenaga kerja, maka Indonesia berada di urutan ke-5 di antara Negara-negara ASEAN. Di mana posisi pertama diraih oleh Brunei Darussalam dengan PDB per tenaga kerja sebesar US$ 92.300, (2) Singapura (US$92.000/tenaga kerja), (3) Malaysia (US$ 33.300/tenga kerja), (4)Thailand (USD$ 15.400/tenaga kerja), (5) Indonesia (US$ 9.500/tenaga kerja), (6) Filipina ( US$ 9.200/tenaga kerja), (7) Vietnam (US$ 5.500/tenaga kerja), (8) Laos (US$ 5.000/tenaga kerja), (9) Kamboja (US$ 3.600/tenaga kerja), dan (10) Myanmar (US$ 3.400/tenaga kerja).
- Kesembilan, berkaitan dengan suku bunga (interest rate) yang berlaku, ternyata suku bunga yang dipatok 7,5% per tahun oleh Bank Indonesia sekarang ini (2014) masih jauh lebih tinggi dibandingkan Negara-negara ASEAN lainnya. Dari kriteria suku bunga, Indonesia berada di posisi ke-9 di antara Negara-negara ASEAN, yaitu: (1) Singapura (0,21%), (2) Kamboja (1,42%), (3) Thailand (2,00%), (4) Malaysia (3,00%), (5) Filipina (3,50%), (6) Laos (5,00%), (7) Brunei Darussalam (5,50%), (8) Vietnam (6,50%), (9) Indonesia (7,50%), dan (10) Myanmar (10,00%). Catatan: suku bunga pinjaman komersial sekarang di Indonesia telah mencapai 16% per tahun.
- Kesepuluh, berkaitan dengan besaran upah minimum, ternyata upah minimum di Indonesia termasuk yang tinggi di ASEAN. berdasarkan hasil survei JETRO (Japan External Trade Organization) pada 2013, besaran upah minimum di Indonesia saat ini tercatat sebagai yang terbesar ketiga di ASEAN, dengan angka rata-rata US$ 226 per pekerja per bulan. Posisi upah minimum terendah sampai tertinggi, adalah: (1) Kamboja (USD$64/bulan), (2) Laos (US$78/bulan), (3) Myanmar (USD$112/bulan), (4) Vietnam (USD$113/bulan), (5) Thailand (USD$197/bulan), (6) Filipina (USD$200/bulan), (7) Indonesia (USD$226/bulan), (8) Malaysia (USD$300/bulan), dan (9) Singapura (USD$406/bulan). Catatan: Brunei Darussalam TIDAK MENETAPKAN upah minimum.Meskipun upah minimum tenaga kerja di Indonesia tergolong tinggi (posisi nomor 3 tertinggi di ASEAN), namun besaran upah minimum yang berlaku di Indonesia itu ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat produktivitas tenaga kerja di Indonesia yang berada diurutan ke-5 dari Negara-negara ASEAN.
Langkah berikut yang HARUS dilakukan adalah MENGEJAR KETERTINGGALAN berdasarkan 10 indikator di atas. Indonesia HARUS berani menghadapi kenyataan dan mengakui FAKTA bahwa Indonesia MEMANG TELAH TERTINGGAL DIBANDINGKAN BEBERAPA NEGARA ASEAN. Hanya Tindakan Nyata yang membawa perubahan atau perbaikan, bukan asal berbicara atau berdiskusi saja. Jika TIDAK ADA perbaikan SIGNIFIKAN, maka Indonesia HARUS siap menerima KENYATAAN bahwa produk-produk dan orang-orang dari Negara-negara lain di ASEAN akan memasuki pasar Indonesia sampai ke pelosok-pelosok negeri pada tahun 2015 mendatang. Salam SUCCESS.
VINCENT GASPERSZ, adalah Profesor Bidang Teknik Sistem Industri dan Manajemen.