Saat ini kita sedang menghadapi era teknologi dimana semua proses dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Revolusi Industri 4.0 atau disebut era disrupsi yang terjadi saat ini tidak lepas dari adanya produk inovasi. Dalam buku berjudul Disruption (Kasali, 2018) dikatakan bahwa disrupsi diartikan sama dengan "inovasi" atau ancaman bagi incumbent. Incumbent dalam konteks ini bisa diartikan sebagai gejala yang selama ini sudah ada. Mengapa disebut sebagai ancaman? Karena sifatnya "belum siap" dengan perubahan yang akan terjadi.Â
Sebenarnya terdapat beberapa definisi tentang inovasi antara lain, menurut KBBI Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru. (Rogers, 2015) menyatakan bahwa inovasi adalah "an idea, practice, or object perceived as new by the individual." (suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu). Hal ini dapat kita perhatikan dari proses industri yang didominasi oleh mesin dan tenaga listrik. Selain itu globalisasi masih menjadi isu yang sangat hangat saat ini.Â
Banyaknya budaya asing yang masuk di Indonesia menyebabkan pengertian budaya bangsa sendiri semakin minim terutama bagi generasi muda. Oleh sebab itu perlunya peran pendidikan dalam menyiapkan pendidikan yang berorientasi pada teknologi dengan tidak melupakan fitrah dan cita-cita bangsa Indonesia.Â
Sebagaimana telah tercantum pada pembukaan UUD 1945, Negara berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga sudah sepatutnya pemerintah melalui penyelenggaraan negara menyediakan fasilitas yang mendukung proses pendidikan yang lebih berorientasi pada teknologi. Teknologi modern telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas antar benua dan negara, menembus berbagai pedesaan terpencil dan menembus jalan-jalan sempit perkotaan. Melalui media suara (radio) dan audiovisual (televisi, internet, dll). Fenomena modern yang muncul pada awal milenium ketiga ini biasa dikenal dengan istilah globalisasi.Â
Oleh karena itu, media-media tersebut, khususnya televisi, di tangan sekelompok atau sekelompok orang dapat dijadikan sebagai alat yang sangat efektif untuk memasukkan atau sebaliknya merusak nilai-nilai moral, untuk mempengaruhi atau mengontrol mereka yang berkuasa. melalui media. Masalah sebenarnya terletak pada mereka yang mengontrol komunikasi global, dan mereka memiliki perspektif yang sangat berbeda dalam menetapkan kriteria nilai-nilai moral; antara nilai baik dan buruk, kebenaran sejati dan nilai artifisial.Â
Fenomena masa kini yang sering muncul yaitu adanya penerapan Internet of Things dan Artificial Intelligence. Banyak orang yang takut akan kehadiran AI karena dinilai dapat menggeser peradaban manusia di masa yang akan datang. Namun sudah sepatutnya kita menerima adanya perkembangan dan memanfaatkan teknologi yang ada sebagai alat penyelenggaran pendidikan yang lebih berkualitas.
Era Disruptif mendorong kita untuk berpikir cepat dan berorientasi pada tujuan. Pada awalnya menggunakan sistem yang manual, sekarang sudah berubah menjadi serba digital. Melihat hal tersebut sudah sepatutnya pendidikan harus segera beradaptasi dengan perkembangan zaman yang semakin modern. Era Disruptif ini memberi kita kesempatan untuk mengakses informasi dalam bentuk apa pun. Informasi yang diberikan, didukung oleh transmisi informasi yang tidak menciptakan penghalang antara penyedia informasi dan penerima.Â
Sebagian orang sudah mengetahui datangnya era yang serba cepat ini. Namun, informasi yang diterima berbanding lurus dengan perangkat yang digunakan. Semakin canggih dan lengkap peralatan kita, semakin lengkap pula informasi yang kita terima.Â
Dalam dunia pendidikan nasional, mau tidak mau kita harus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman yang semakin baru ini. Pelatihan penyaluran informasi (information transfer) secara tidak langsung harus memiliki sistem yang mendukung pelaksanaan fungsi tersebut. Era Disruptif ini juga membawa kemudahan dalam aktivitas transfer data di dunia pendidikan.Â
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi menjelaskan bahwa saat ini Indonesia sedang menghadapi Era Disruptif. Era Disruptif dicirikan melalui 4 situasi 1)Perubahan yang sulit ditebak dan masif, 2) Ketidakpastian akibat perubahan yang terlalu cepat, 3) Kompleksitas faktor penyebab terjadinya perubahan (sulit dideteksi), 4) Dampak perubahan yang menyebabkan ambiguitas di masyarakat. Era Disruptif  dinilai memilki dampak yang cukup signifikan dalam komponen sistem pendidikan. Komponen pendidikan didukung oleh sarana penunjang seperti kurikulum, tenaga pengajar (dosen), dan pengelolaannya. Sebuah Universitas memiliki tantangan untuk menyusun kurikulum yang sejalan dengan kebutuhan sumber daya manusia yang akan datang. Mahasiswa sebagai objek atau sasaran penyelenggaran pendidikan di skala universitas dituntut memiliki bekal keprofesian di era distruptif.Â
Menurut Irianto (2017) terdapat 10 keahlian yang wajib dimiliki untuk memenuhi era distruptif yaitu 1) Kemampuan penyelesaian masalah yang kompleks, 2) Berpikir kritis dalam sebuah penyelesaian, 3) Kreatif, 4) Memiliki kemampuan manajemen manusia (kepemimpinan), 5) Memiliki kemampuan koordinasi yang baik antar anggota, 6) Kecerdasan emosional, 7) Kemampuan membuat keputusan, 8) Orientasi Pelayanan, 9) Kemampuan negosiasi, dan 10) Fleksibilitas Kognitif. Sejalan dengan hal itu, Kemenristekdikti merumuskan paradigma pembelajaran abad 21 melalui sebuah kerangka kerja pembelajaran yang menekankan pada 6 kerangka kerja (framework). Pertama yaitu kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah dimana mahasiswa harsu berpikir secara lateral dan sistematis dalam sebuah konteks pemecahan masalah. Kedua yaitu kemampuan berkomunikasi dimana mahasiswa mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mencapai tujuan utama. Ketiga yaitu kemampuan untuk menciptakan atau terobosan baru yang inovatif dan mendukung. Keempat yaitu kemampuan literasi teknologi dalam mencerna informasi dan menggunakan informasi serta teknologi dalam meningkatkan produktivitas. Kelima yaitu kemampuan belajar kontekstual yang menuntt pengembangan yang lebih ekslusif. Terakhir yaitu kemampuan literasi media yang berguna untuk menyaring informasi yang beredar di media sosial/online.