Dosen sebagai penyelenggara pendidikan yang paling dekat dengan objek (mahasiswa) dituntut memiliki kemampuan yang dapat menciptakan pembelajaran yang mumpuni dan dapat mewujudkan kemampuan yang diperlukan bagi generasi mendatang. Dalam upaya mewujudkan kemampuan yang diperlukan, tenaga pengajar memiliki tugas untuk menyalurkan pesan/materi dengan media yang unik dan membangkitkan minat belajar mahasiswa. Media belajar yang baik yaitu media yang dapat memberikan pengaruh positif secara psikologis pada mahasiswa. Media pembelajaran haruslah memanfaatkan teknologi yang ada serta memberikan kelancaran dalam berkomunikasi antara dosen dan mahasiswa. Teknologi dinilai dapat membantu proses pembelajaran yang ada, contohnya yaitu konsep Blended Learning. Blended Learning merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara campuran antara pembelajaran fisik (pembelajaran di kelas) dan pembelajaran online. Berdasarkan kedua metode pembelajaran tersebut, secara tidak langsung meyakini bahwa sistem pembelajaran secara virtual memiliki kemelahan yang nampak begitu jelas. Semasa Pandemi COVID-19 silam, penyelenggaran pendidikan dituntut lebih adaptif dalam merespon keadaan yang serba terbatas terutama pembelajaran fisik. Secara tidak langsung pembelajaran harus dilakukan secara virtual untuk mendukung program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dicangangkan pemerintah untuk menekan kasus penularan COVID-19.Â
Dalam pembelajaran virtual, tenaga pengajar (Dosen) akan memperisapkan media pembelajaran yang baru dan tentunya mempertimbangkan efektivitas penyampaian materi pada mahasiswa. Media pembelajaran yang sering diterapkan menggunakan aplikasi video conference seperti Google Meet dan Zoom. Pada awal pembelajaran sering ditemukan kendala seperti koneksi yang lambat atau keterbatasan pemahaman fitur video conference yang sedikit menguras waktu pembelajaran. Jika diasumsikan proses pembelajaran dilakukan dalam 2,5 jam maka dapat dihitung waktu pembelajaran efektif hanya sekitar 2 jam saja.Â
Namun semua hal tersebut dapat diatasi dan kita semua mulai terbiasa dengan penyelenggaraan pembelajaran virtual. Penyampaian materi dapat lebih maksimal dikemudian hari dengan penerapan beberapa mitigasi dan penyiapan sesi asynchronus jika pembelajaran virtual tidak memungkinkan. Melalui pengalaman tersebut, saya dapat melihat bahwa manusia berkembang dengan memanfaatkan teknologi yang ada terutama dalam wujud penyelenggaraan pendidikan. Komponen pendukung media pembelajaran yang semula tidak begitu diperlukan sewaktu pembelajaran fisik menjadi komponen utama yang diperlukan pembelajaran (contohnya: Laptop).
Pada saat pembelajaran fisik, mahasiswa harus mengumpulkan tugasnya berupa print out atau hardfile. Dosen melakukan asesment pada hardfile yang dikumpulkan sebagai bahan penilaian capaian pembelajaran. Saat ini tugas perkuliahan didominasi oleh pengumpulan berupa softfile dengan media google classroom dan Learning Management System (LMS) kampus.Â
Menurut saya, proses pengumpulan tugas berupa softfile lebih memudahkan proses pembelajaran hal ini dikarenakan mahasiswa tidak perlu terbatas oleh waktu untuk mengumpulkan tugas dan dosen dapat menerima tugas mahasiswa dengan lebih cepat karena tugas bisa disampaikan melalui berbagai media online / sosial seperti Whatsapp dan G-Mail. Namun semua kemudahan itu menyediakan celah yang menyebabkan proses asesmen capaian pembelajaran menjadi tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya.Â
Sebagai contoh, sewaktu pembelajaran virtual dosen dihadapi oleh keterbatasan memantau kegiatan mahasiswa secara langsung sehingga banyak mahasiswa yang justru meninggalkan pembelajaran dengan mematikan kamera video conference. Melalui kasus tersebut saya menilai capaian pembelajaran virtual memerlukan inovasi baru yang mencegah kurang maksimalnya proses asesmen pembelajaran. Sebagai contoh yang dapat dilakukan oleh tenaga pengajar/dosen yaitu menkombinasi proses penyampaian materi dengan sesi diskusi tentang sub-materi yang sedang dibahas. Dengan penyediaan sesi diskusi, mahasiswa akan dituntut lebih fokus dan mencerna pembelajaran meski dosen terbatas memantau kondisi para mahasiswanya.Selain itu inovasi lain dalam sesi diskusi yaitu penyediaan studi kasus tertentu yang sedang hangat dibahas saat ini, berupa berita/artikel. Dengan topik diskusi berupa kasus yang sesungguhnya terjadi saat ini, mahasiswa akan lebih paham dalam mengimplementasikan mata kuliahnya terhadap respon sekitar.Â
Berdasarkan pembahasan diatas, saya menyimpulkan pada hakikatnya Negara Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat dalam menyiapkan sumber daya manusia yang dapat bersaing secara global dengan tidak meninggalkan konsep kebangsaan. Salah satu tantangan tersebut yaitu penciptaan kurikulum pembelajaran (dalam skala universitas) yang mengkombinasikan pemahaman teknologi serta pendidikan moral dan karakter mahasiswa. Menurut pendapat saya, pendidikan moral dan karakter merupakan bekal utama generasi muda agar dapat merespon globalisasi dimana budaya luar dapat masuk dengan muda dan dikhawatirkan dapat menimbulkan sikap hedonisme dan destruktif terhadap bangsa sendiri. Pendidikan moral dalam tingkat universitas telah dicangangkan oleh pemerintah berupa ketentuan wajib kurikulum semester yang menyajikan pendidikan agama, budi pekerti, dan kewarganegaraan.Â
Namun apakah dengan adanya mata kuliah tersebut, maka akan langsung tercipta generasi yang bermoral? Tidak, karena diperlukannya media penyampaian yang dapat membantu mahasiswa memahaminya tidak secara tekstual tetapi ke arah praktikal. Seorang mahasiswa tidak ingin hanya dicekoki materi kata perkata dan menghafal sebuah teks panjang. Pendidikan moral harus disampaikan dengan inovasi yang dapat membangkitkan gairah belajar mahasiswa. Salah satu contohnya yaitu kegiatan mata kuliah pancasila dimana mahasiswa dituntut memberikan output kepada masyarakat terkait pemahaman pancasila. Output nyata tersebut merupakan sebuah wujud mahasiswa dapat memahami mata kuliah dasar moral dan karakter kebangsaan lebih nyata dengan menerapkannya pada kondisi masyarakat.
Melalui karya tulis ini saya menyampaikan bahwa kondisi pendidikan Indonesia masih dalam tahap perkembangan dan perlu dukungan pemerintah dalam mewujudkan pendidikan yang berstandar dan berorientasi pada masa depan. Era globalisasi/disruptif bukanlah sebuah halangan Indonesia untuk mewujudkan pendidikan yang lebih maju. Era globalisasi sudah sepantasnya disambut dengan perilaku yang lebih adaptif namun selektif dengan begitu masyarakat dapat memilah mana yang buruk dan mana yang baik dan sesuai nilai luhur kebangsaan. Program pemerintah seperti STEAM dan KKNI merupakan konsep dasar penyelanggaraan yang sudah tersedia, tenaga pengajar merupakan alat pewujud konsep dasar tersebut dan mahasiswa merupakan objek dari perwujudan pendidikan berorientasi teknologi dan masa depan.Â
Penyelenggaraan pendidikan di abad ke-21 ini menekankan pembelajaran yang berbasis projek (Project Based Learning). Proses pembelajaran tersebut dinilai lebih relevan dan membantu kemampuan berpikir mahasiswa untuk merespon kondisi aktual dan menerapkan ilmu-ilmu tekstual yang telah dipelajari. Selain itu dalam proses pembelajaran juga melibatkan teknologi seperti komputer, laptop, dan lain-lain. Teknologi yang ada merupakan salah satu contoh globalisasi yang sudah masuk ke Indonesia. Teknologi seharusnya dimanfaatkan untuk menyediakan media pembelajaran yang lebih efektif dan berkualitas.Â
Teknologi diharapkan dapat menutup seluruh kendala yang muncul saat pembelajaran konvensional dilakukan. Meskipun banyak celah yang ada dalam penyelenggaran pendidikan berbasis teknologi, seharusnya kita tidak menyalahkan adanya sistem tersebut tetapi kita harus terus memperbaiki sistem yang ada demi kepentingan bersama. Keberhasilan pendidikan tidak ditentukan pemerintah saja, tenaga pengajar saja, atau mahasiswa saja. Semua pihak dianggap terlibat secara proaktif dalam mewujudkan pendidikan yang dapat menjawab tantang revolusi industri 4.0. Sehingga kita tidak bisa menuntut salah satu pihak untuk terus berkembang/memperbaiki tetapi mengevaluasi bersama apa saja kesalah yang dimiliki tiap pihak dan memperbaikinya di masa mendatang.Â