Mohon tunggu...
Vincent Aditya
Vincent Aditya Mohon Tunggu... Creative Manager and Graphic Designer | M.M. in Marketing Management

Creative Manager and Graphic Designer | M.M. in Marketing Management | Writes about creative art and design, marketing and branding.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Memanfaatkan Halo Effect dalam Proses Branding Produk

11 Juli 2021   14:45 Diperbarui: 14 Juli 2021   04:44 2250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by freestocks on Unsplash

Apakah Anda pernah membeli suatu produk karena produk tersebut berasal dari brand favorit Anda? Atau, apakah Anda mempunyai merek pilihan atau merek favorit yang Anda pilih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang selalu Anda beli atau gunakan? 

Jika iya, Anda mungkin salah satu dari jutaan konsumen yang telah kena dampak efek halo (halo effect) dari sebuah brand. 

Halo effect adalah istilah dari efek atau dampak yang diberikan dari suatu merek jika merek tersebut memiliki produk yang berkualitas baik sehingga membuat konsumen puas atau memenuhi ekspektasi dari konsumen tersebut. 

Pengalaman positif konsumen terhadap merek tersebut membentuk citra merek positif pada benak konsumen sehingga menghasilkan loyalitas terhadap lini produk dari merek tersebut. 

Bagi sebuah brand, halo effect sangat bermanfaat saat sebuah merek ingin melakukan perluasan lini produk ataupun membuat produk baru karena perubahan selera konsumen atau kebutuhan pasar, terutama dalam proses pengembangan produk baru atau digunakan dalam strategi pemasaran product life cycle.

Ilustrasi Horn Effect (Photo by Mallory Johndrow on Unsplash)
Ilustrasi Horn Effect (Photo by Mallory Johndrow on Unsplash)
Halo effect ini memiliki lawan yang disebut dengan horn effect (efek tanduk iblis) untuk menjelaskan pengalaman buruk konsumen terhadap suatu produk. 

Horn effect (efek tanduk iblis) adalah istilah untuk efek atau dampak negatif yang diberikan kepada konsumen ketika konsumen memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan atau impresi pertama yang buruk dari suatu produk.

Maka konsumen tersebut akan membentuk citra merek yang negatif terhadap merek tersebut dan menghubungkan pengalaman negatif yang ia alami dengan lini produk dari merek tersebut. Hal ini membuat konsumen akan berpindah ke produk atau merek yang lain. 

Sejarah Halo Effect

Konsep halo effect pertama kali diperkenalkan pada tahun 1920 oleh seorang psikolog berkebangsaan Amerika bernama Edward. L. Thorndike. 

Dalam makalah Thorndike yang berjudul “A Constant Error in Psychological Ratings”, Thorndike mengamati perilaku atasan perwira militer yang harus memberi peringkat pada bawahannya. 

Dalam studi kasus yang diteliti oleh Thorndike, ia melihat bahwa atasan perwira militer tersebut akan memberikan penilaian atau impresi positif terhadap perwira yang lebih menarik secara fisik. 

Ia melihat tanpa interaksi atau komunikasi yang banyak, atasan perwira tersebut akan menganggap pria yang lebih menarik secara fisik sebagai pribadi yang lebih pintar, lebih cakap, dan memiliki kualitas kepemimpinan yang lebih baik dari perwira lain. 

Ilustrasi Halo Effect (Photo by Ravi Roshan on Unsplash )
Ilustrasi Halo Effect (Photo by Ravi Roshan on Unsplash )
Dalam makalah tersebut Thorndike menjelaskan bahwa satu kesan atau impresi pertama yang positif dapat menciptakan efek halo yang kemungkinan besar mempengaruhi penilaian atau persepsi terhadap kualitas individu lainnya.  

Setelah mengetahui konsep halo effect, berikut kita akan melihat beberapa contoh brand-brand ternama yang berhasil membangun efek Halo pada mereknya.

1. Sony

Sony (Photo by Claudio Schwarz on Unsplash)
Sony (Photo by Claudio Schwarz on Unsplash)
Siapa yang tidak mengenal perusahaan ini? Sony Corporation merupakan perusahaan yang berasal dari Jepang dan bergerak dalam berbagai lini bisnis, seperti produk elektronik, film, musik, dan layanan keuangan. 

Sony terkenal dari kualitas lini produk elektroniknya terutama pada produk kamera digital, salah satu contoh yang terkenal adalah kamera dengan seri Sony Alpha, konsol games Sony Playstation, serta produk elektronik lainnya seperti TV LCD, headphone, MP3 player, etc. 

Melalui kualitas produk yang tinggi, Sony Corporation berhasil membuat produk-produk yang menghasilkan loyalitas pelanggan melalui halo effect-nya.

2. Samsung

Samsung (Photo by Daniel Romero on Unsplash)
Samsung (Photo by Daniel Romero on Unsplash)
Perusahaan yang berasal dari Korea Selatan ini juga menjadi salah satu contoh perusahaan yang berhasil membangun halo effect-nya

Salah satu lini bisnisnya yang paling sukses adalah pada industri elektronik melalui Samsung Electronics. 

Samsung memproduksi berbagai macam lini produk, mulai dari smartphone, kamera digital, TV LCD, MP3 player, komponen elektronik, sampai peralatan rumah tangga seperti kulkas dan mesin cuci. 

Samsung juga terkenal dengan pusat R&D product-nya yang menjadi contoh berbagai perusahaan dunia. 

Melalui departemen R&D ini, Samsung membuat produk yang memberikan kepuasan kepada konsumennya serta membangun loyalitas pelanggan bagi mereknya.  

3. Apple

Apple (Photo by Michał Kubalczyk on Unsplash)
Apple (Photo by Michał Kubalczyk on Unsplash)
Perusahaan yang berasal dari California, Amerika Serikat ini juga menjadi salah satu contoh perusahaan yang berhasil membangun efek halonya karena kualitas desain dan inovasi produknya yang mumpuni. 

Apple memproduksi berbagai lini produk, mulai dari perangkat laptop (Macbook), smartphone (iPhone), perangkat komputer pribadi (iMac), alat pemutar musik (iPod) sampai jam pintar (Apple Watch). 

Strategi Apple sebagai perusahaan yang fokus pada kualitas desain dan inovasi produk yang tinggi membuatnya menjadi brand yang memiliki pelanggan yang loyal terhadap mereknya dari seluruh dunia.

Kesimpulan

Photo by freestocks on Unsplash
Photo by freestocks on Unsplash
Halo effect, jika dirancang dan dimanfaatkan dengan baik akan menghasilkan citra merek yang menghasilkan loyalitas pelanggan bagi perusahaan. 

Merek-merek dari perusahaan besar di atas menjadi contoh keberhasilan dari halo effect yang menciptakan ekuitas merek yang unggul dibandingkan merek kompetitornya. 

Efek halo yang berhasil akan menghasilkan brand yang bukan hanya sekadar merek, tapi sudah menjadi bagian gaya hidup (lifestyle) serta komunitas bagi pelanggan setianya. 

Hal ini membuat konsumen bersedia membayar lebih banyak uang untuk merek yang sudah mereka kenal dan percayai. 

Bagi perusahaan, efek Halo yang berhasil akan membantu aktivitas pemasaran untuk pengembangan produk baru berikutnya sehingga tidak akan terlalu sulit lagi untuk diperkenalkan kepada konsumen atau pelanggan setianya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun