Mohon tunggu...
Vincensia Prima P.
Vincensia Prima P. Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah media katarsis terbaik

Seorang manusia yang terlahir dari rahim ibu yang mulia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kecantikan dan Perempuan dalam Jerat Budaya Konsumtif

23 Mei 2019   10:00 Diperbarui: 23 Mei 2019   13:25 3172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: https://hot.liputan6.com/read/3967356/5-cuitan-lebih-mengutamakan-skincare-ala-netizen-ini-kocak-banget dari twitter.com/weekdies )

Sadar atau tidak, data ini menampilkan potret realitas bahwa masyarakat Indonesia masih terjerat dalam bingkai kuno terkait tolak ukur kecantikan mutlak yang harus dimiliki seorang perempuan yakni cantik dari segi fisik, yang kemudian berimplikasi pada tindakan konsumtif terhadap produk-produk industri kosmetik dan kecantikan.

Pada era postmodern ini, arus kapitalisme telah memantik persoalan terhadap perilaku konsumsi masyarakat, khususnya pada perempuan di dunia ketiga yang sengaja dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga perilaku konsumsi besar-besaran terhadap produk kosmetik dan kecantikan dianggap sebagai hal yang lumrah. Noerhadi (2014) mengatakan bahwa masyarakat konsumtif lahir dari munculnya posmodernisme yang terus membombardir masyarakat untuk meraih kebutuhan akan aktualisasi dan eksistensi diri. Pola konsumsi dalam posmodernisme melanggengkan pemaknaan terhadap sebuah komoditas, yakni nilai guna dan kualitas simbolik (Soedjatmiko, 2008). Nilai guna mengacu pada manfaat dasar dari sebuah produk, sedangkan kualitas simbolik lebih mengarah pada manfaat dari sebuah produk sebagai aktualisasi diri dan konstruksi identitas.

Slogan 'Lapar dalam keadaan glowing' suka tidak suka, mau tidak mau menjadi potret realitas perempuan Indonesia dalam memaknai produk kosmetik dan kecantikan sebagai kebutuhan primer. 'Lebih baik laper, deh daripada gak bisa beli skinker', begitu katanya. Belum lagi tren-tren kecantikan seperti sulam alis, sulam bibir, reboisasi bulu mata (kata seorang teman untuk menyebut eyelash extension), tren veneer yang dapat membuat gigi bak kelinci dan putih seputih porselen, perawatan kulit yang membentuk persepsi bahwa kulit cantik itu tanpa jerawat beserta bopeng-bopengnya, injeksi vitamin C guna mendapat kulit putih, menjamurnya produk kecantikan yang menjanjikan wajah glowing bak eonnie Korea, serta produk gincu dengan berbagai sebutan, mulai dari liptint, lip tattoo, lip coat, dan lip lip lainnya yang sebenarnya memiliki nilai guna sama, yakni untuk memberi warna pada bibir.

 Produk-produk ini merupakan cerminan dari usaha kapitalis dalam mengkomodifikasi makna 'cantik' itu sendiri, yang pada hakekatnya bukan melulu soal penampilan fisik. Cantik yang seutuhnya ada dalam diri setiap perempuan, dari kebaikan yang ditebarkan dan dari pola pikir kita. Tapi lagi-lagi, kita dibuat tidak berdaya; tidak ada satupun manusia di dunia ini yang sekiranya benar-benar bersih dari jerat kapitalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun