Mohon tunggu...
Vincencia Evita
Vincencia Evita Mohon Tunggu... -

Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menyoal Etika Jurnalisme Kontemporer: Belajar dari OhmyNews

28 April 2011   02:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:19 1658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan tekonologi dan ekonomi yang sudah semakin canggih merambah berbagai bidang, termasuk bidang jurnalisme. Jurnalisme tradisional (surat kabar dan televisi) bersinergi dengan media baru (internet), yang kemudian memunculkan apa yang disebut dengan jurnalisme online. Namun, kemunculannya tersebut justru membuat definisi jurnalis dan media menjadi kabur. Orang yang membuat kemudian mempostingkan beritanya disebut sebagai jurnalis, tanpa memperhitungkan pengalaman atau pelatihan.

Tentu saja sebuah perkembangan akan memunculkan dampak positif maupun negatif. Perkembangan jurnalisme dalam konsep new media membawa beberapa dampak positif.Pertama, menigkatnya interaktivitas atau kemampuan publik untuk mencari informasi dan berinteraksi secara online. Kedua, meningkatnya akses publik ke bentuk dan jenis media yang berbeda. Ketiga, berkurangnya ‘kekuasaan gatekeeper’ lembaga media, hal tersebut sama saja menandai berkurangnya power media-media besar untuk menentukan agenda berita. Keempat, makin maraknya berita yang menggunakan metode bercerita (story-telling methods) melalui teknologi multi-media, sebagai alternatif dari model ‘berita langsung’. Kelima, konvergensi dalam pemberitaan bisa berarti lebih banyak sumber untuk menginvestigasi isu bagi para pembaca, karena tidak lagi tergantung pada media dominan.

Dampak negatif yang kemudian timbul adalah meningkatnya jurnalisme pernyataan, opini dan rumor tanpa bukti yang bisa merusak kredibilitas jurnalistik karena minimnya self-control, karena tidak adanya ‘gate keeper’. Kedua rendahnya standar etika jurnalisme yang ditandai maraknya cerita yang hanya mengedepankan aspek sensasional. Ketiga, maraknyakomplain publik tentang pelanggaran privasi pribadi oleh media. Keempat, devaluasi profesi jurnalis, karena setiap orang bisa disebut jurnalis, ketika ia bisa mengeluarkan liputan. Kelima, kebingungan berkaitan dengan nilai berita dan layak berita. Kekuatiran itu muncul karena kurang dipahaminya kode etik jurnalistik oleh reporter warga seperti objektivitas, adil dan seimbang, menjunjung tinggi kebenaran, cek dan ricek dan tidak meniru.

Selain devaluasi profesi jurnalis, permasalah lain yang kemudian muncul apakah nantinya kehadiran internet akan mengurangi atau melemahkan nilai dan standar jurnalisme? Bagaimana dengan kredibilitas pemberitaan dan kode etik jurnalisme diterapkan dalam jurnalisme online dan jurnalisme warga? Apa yang terjadi ketika siapa saja bisa menjadi jurnalis, tanpa standar etika? Bagaimana kredibilitas bisa dijamin, ketika mereka tidak terlatih secara jurnalisme atau tidak punya standar jurnalisme?

Membandingkan dengan Ohmynews, contoh proyek jurnalisme warga yang dikembangkan di korea selatan. Artikel ini akan melihat lebih jauh bagaimana nasib jurnalisme online di Indonesia, terlebih bagaimana Ohmynews mengembangkan jurnalisme warga dan mengantisipasi persoalan etika jurnalisme.

Kredibilitas dan Obyektivitas dalam Jurnalisme Online

Bagi sebuah media penyebar informasi, kredibilitas merupakan faktor yang harus selalu diperhatikan. Kredibilitas menjadi penting agar nantinya informasi yang diperoleh dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan nilai-nilai kebenarannya. Sebenarnya terkait dengan kredibilitas berita, masih jauh lebih tinggi media surat kabar atau televisi dibandingkan dengan media online. Mengapa begitu, kita dapat melihat bagaimana proses news gathering hingga news publisihing sebuah surat kabar.

Dalam media surat kabar, setelah melakukan peliputan wartawan menyusunnya menjadi sebuah berita, selanjutnya berita tersebut masuk kepada desk redaktur yang akan selalu melakukan cek dan ricek atas hasil liputan para wartawan. Pengecekan tersebut mulai dari fakta hingga sumber berita. Jika dirasa kurang, berita tersebut akan dikembalikan kepada wartawan untuk dilengkapi. Barulah jika dirasa cukup, selanjutnya akan dicetak. Proses itulah yang membuat kredibilitas dan obyektivitas jurnalisme tradisional lebih tinggi, ada penyaring informasi atau gate keeper, yaitu desk redaktur yang selalu melakukan pemeriksaan terhadap fakta dan isi berita.

Berbeda dengan jurnalisme online yang pada dasarnya perlu dipertanyakan soal kredibilitas dan obyektivitasnya. Hal tersebut dikarenakansifatnya yang real time, semua orang dapat memposting apa yang didapatnya tanpa adanya proses gate keeping dari pihak lain. Hal tersebut dipertegas dengan pernyataan Flanagin dan Metzger yang mengatakan bahwa surat kabar, buku dan televisi melakukan proses verifikasi informasi sebelum mempublikasikan kepada khalayak luas, sedangkan situs internet tidak selalu melakukan hal tersebut (Flanagin dan Metzger dalam Rasha, 2005:148). Hal lain adalah faktor kecepatan dan aktualitas, pemberitaan pada jurnalisme online sering kali hanya berdasarkan isu yang tidak jelas sumbernya, faktanya pun terkadang patut untuk dipertanyakan. Tak jarang informasi tersebut merugikan beberapa pihak dikarenakan ketidakjelasan kebenarannya dan kurang cover both sides. Padahal, cover both sides sangat penting agar masyarakat bisa bersikap netral dan tidak menghakimi pemberitaan yang dibacanya. Pemberitaan secara cover both sides juga membuat media tetap dalam posisi yang netral dan tidak berpihak. Media hanya bertugas menyampaikan informasi secara seimbang, tanpa keperpihakan.

Berbeda kasus, dengan media surat kabar dan televisi yang mempunyai atau membuat versi online atau media online murni. Sebut saja, kompas.com, metrotvnews.com atau detik.com, kredibilitas berita mereka dapat dipertaruhkan. Setidaknya mereka tahu tentang kaidah jurnalistik, serta adanya pengawasan dari pihak lain. Masalah ada pada jurnalisme warga yang dikelola oleh mereka yang tidak memiliki ilmu jurnalistik dan tidak memiliki standar serta struktur yang jelas. Rasanya kredibilitas belum menjadi kunci utama dan sedikit terabaikan bagi berlangsungnya jurnalisme warga.

Lasica (2001) mengatakan bahwa persoalan etika jurnalisme online bisa dikelompokkan ke dalam tiga kelompok. Pertama adalahpengumpulan berita, para jurnalis menghadapi kondisi yang membutuhkan pertimbangan etis terkait dengan media online, mulai dari reporter yang menyembunyikan identitasnya di chat room untuk merekam dan mengutip posting dari bulletin board dan menyebarluaskannya tanpa ijin. Kedua, pelaporan berita, internet meningkatkan intensitas kompetisi antar media untuk menjadi yang pertama dalam hal pelaporan berita, padahal peristiwa masih berkembang dan fakta kunci belum diketahui. Ketiga, penyajian berita, pemisahan antara kepentingan redaksi dan bisnis media sering kabur karena tujuan utamanya adalah untuk bertahan hidup atau lebih dominan kepentingan bisnisnya. Redaksi online menghadapi persoalan iklan dan bisnis yang bisa berakibat pada kredibilitas dan independensi redaksi.

Pengikisan idealisme dan kredibilitas dalam jurnalisme online terjadi karena beberapa hal. Pertama, persaingan yang ketat antarmedia dan tuntutan kecepatan menghadirkan berita. Upaya untuk menyajikan berita secara cepat, akurat dan lengkap membuat antar media massa dan jurnalisnya saling bersaing.Kecepatan dan anonimitas yang dimiliki internet bisa menyebabkan jurnalis kehilangan etika jurnalistik. Kedua, tidak adanya hukum yang jelas dalam jurnalisme online. Bahkan, di dalam UU Pers, peraturan bagi jurnalisme online pun belum ada. Ketiga, penguasaan ilmu jurnalistik yang minim mengakibatkan ketidaktahuan mengenai etika-etika dalam jurnalisme. Contohnya di dalam jurnalisme online, informasi dari satu orang pun bisa menjadi berita. Lain halnya dengan jurnalisme konvensional yang harus selalu melakukan cek dan ricek dan mengusahakan agar berita seimbang untuk menghindari keberpihakan media. Keempat, persoalan hak cipta. Kemudahan mencari, mengakses, dan mendistribusikan informasi di internet mendorong mereka menyebarkan informasi tanpa menyebutkan sumber berita awal atau memberikan tautan (link). Kelima, berkembangnya internet turut menghadirkan audience yang ‘tidak sabar’, yang senantiasa haus terhadap berita teraktual. Mereka ingin mendapatkan informasi secara cepat, real time. Hal tersebut juga berimbas kepada para jurnalis yang sering kali menghadirkan berita yang tidak lengkap.

Menyoal masalah Blog dan Citizen Journalism

Munculnya blog yang memungkinkan setiap orang menjadi produsen dan konsumen informasi sekaligus, atau yang biasa disebut juga sebagai kecenderungan prosumsi (produksi dan konsumsi), merupakan salah satu buah dari perkembangan teknologi internet. Blog meraja rela dan berkembang pesat pada tahun 2002. Seseorang mampu menerbitkan teks, gambar, suara maupun video dalam blog mereka.

Dilihat dari kacamata jurnalisme pertisipatif, blog memungkinkan pembaca berinteraksi dengan penulis atau jurnalis dan media. Bahkan, mengundang orang untuk membangun blog mereka sendiri serta berkomentar pada materi yang ada di web site mereka. Di Indonesia, beberapa media membuat blog sebagai bentuk konvergensi, seperti www.kompasiana.com yang dikembangkan oleh Kompas dan http://blog.liputan6.com yang dikembangkan oleh jurnalis SCTV.

Blog memudahkan jurnalis untuk menerbitkan karya jurnalistiknya tanpa melalui saluran konvensional, mencetak dan menyiarkan. Tapi, kualitas karya jurnalisme dalam sebuah blog akan teruji oleh waktu dan penilaian tehadap standar jurnalistik yang terkandung. Beberapa blog bisa disebut sebagai jurnalisme, namun banyak diantaranya bukan dan tidak dimaksudkan sebagai jurnalisme.

Berbeda lagi halnya dengan kemunculan jurnalisme warga dalam ekosistem new media. Berangkat dari ketidakpuasan warga terhadap media tradisional yang dianggap tidak mewakili aspirasidan tidak menyentuh aktivitas warga, maka netizen (warga internet) yang merefleksikan keanggotaan secara sosial melahirkan jurnalisme warga. Jurnalisme warga telah merubah posisi pembaca, pemirsa, dan pendengar yang konon sebagai obyek menjadi subyek.Dalam jurnalisme warga, mereka merencanakan, mereportase, dan menerbitkan media sendiri.

Muncul pandangan pro dan kontra terhadap kehadiran jurnalisme warga kaitannya dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki jurnalisme warga. Kelompok pro melihat kekuatan jurnalisme warga, seperti kemampuannya menciptakan dan merangkul pasar baru yang kurang diperhatikan oleh media mainstream, perlakukan para amatir pada blog lebih sebagai panggilan moral dan tidak sekedar sebagai professional, dan mampu menyuarakan suara yang seringkali tidak diperhatikan oleh media mainstream. Sedangkan kelompok kontra melihat dari sisi lemahnya jurnalisme warga, seperti tidak adanya sumber daya untuk menghadirkan berita yang bisa dipercaya, tidak adanya pelatihan professional dalam hal pengumpulan berita, dan banyaknya hal-hal sepele ditampilkan di jurnalisme warga.

Di Indonesia, jurnalisme warga dirintis oleh stasiun radio Sonora Jakarta ketika terjadi kerusuhan Mei 1998. Para pendengar waktu itu melaporkan apa yang dilihat dan dialami ke Sonora. Selanjutnya disusul dengan stasiun radio Elshinta yang sejak tahun 2000 membangun radio berita. Media lain seperti TV, media cetak maupun website masih enggan mengadopsi jurnalisme warga dalam praktek jurnalisme atas dasar takut kehilangan kredibilitas, reputasi, dan masalah terkait etika jurnalistik. Padahal, dalam perkembangannya, jurnalisme warga mendapat lahan subur di internet dengan berbagai jenis dan variasinya.

Perlu kita ketahui bersama bahwasannya media tradisional, blog, dan jurnalisme warga adalah berbeda satu sama lain. Jurnalisme warga merupakan kombinasi atau titik temu antara jurnalisme tradional dan blog. Jurnalisme warga merupakan cara bagi warga untuk membangun opini publik dan meningkatkan kesadaran publik. Jurnalisme warga juga mampu melakukan agenda setting dan proses gate keeping.

Menengok OhmmyNews

OhmyNews International (http://english.ohmynews.com/index.asp) adalah surat kabar online yang menyajikan artikel reporter warga ditulis oleh kontributor dari seluruh belahan dunia. Tanggal 2 Februari 2000 merupakan sejarah baru bagi jurnalisme online dan Korea Selatan karena merupakan tanggal dimana situs yang didirikan oleh Oh Yeon Ho ini terbit untuk kali pertamanya.

OhmmyNews adalah sebuah wadah yang menerima, mengedit, dan mempublikasikan artikel dari pembacanya dalam laporan berita untuk pertama kalinya di dunia. Situs yang berkantor pusat di Seoul, Korea Selatan, merupakan situs dengan mengandalkan jurnalisme warga karena situs ini memiliki moto "Setiap Warga adalah Seorang Reporter". Namun, situs ini tidak sembarang mempublikasikan artikel warga namun sebelum proses publikasi, melalui proses editing sehingga warga yang mengirimkan artikel harus sebisa mungkin mempersuasi OhmmyNews agar dapat menerima dan menerbitkan artikelnya.

Dalam hal ini OhmmyNewsberusaha mengantisipasi kekurangan dalam hal obyektivitas dengan menerapkan The Ethics Code and Citizen Reporter Agreement dan profesionalisme dengan membuka sekolah jurnalisme warga (Ohmynews Citizen Journalism School) pada 24 November 2007 di Seoul yang berfungsi sebagai collaborative knowledge center.

OhmmyNews dengan konsep jurnalisme warga berkembang pesat bahkan memiliki 60 ribu reporter di seluruh dunia dengan 80 persen berasal dari jurnalis wargadan 20 persen yaitu 'wartawan tradisional' dengan jumlah55 orang. Perkembangan ini tak lepas dari andil masyarakat Korea itu sendiri perkembangan ini juga dilatarbelakangi olehh perlunya media alternatif di tengah kuatnya kontrol tidak langsung dari pemerintah terhadap media meski kebebasan pers sudah ada yang dibutuhkan masyarakat Korea Selatan dan juga karena didukung sudah mengenalnya maskarakat akaninternet.

OhmmyNews sebagai media demokrasi untuk menyampaikan pendapat warga karena mengandalakan jurnalisme warga dimana wargalah yang menulis informasi. Jurnalisme warga adalah bagian dari reformasi untuk memperjuangkan suara mereka yang lemah sehingga bisa didengar, dan mendukung mereka yang konsern pada kebutuhan sosial masyarakat dan mendukung reformasi.

OhmmyNewspercaya bahwa reporter warga bisa membangun jurnalisme yang lebih akurat dan menjadi alternatif. “Berita adalah bentuk pemikiran kolektif. Berita adalah gagasan dan pemikiran orang yang mengubah dunia, ketika mereka didengar” (Nicholar Lemaan, 2006).

Etika Jurnalisme Online

Jurnalisme Online memang sebagai wadah praktis bagi para penyaji ataupun pencari berita. Apalagi dengan adanya istilah jurnalisme warga yang seakan memberikan ruang agar semua orang bisa berbicara. Lebih segar, lebih cepat dan lebih mudah merupakan beberapa keunggulan jurnalisme online dibandingkan dengan media konvensional sehingga tidak heran jika media modern ini sedang marak untuk diperbincangkan bahkan digunakan untuk semua kalangan

Blog dan berbagai situs untuk citizen journalist sudah banyak ditemukan bahkan mencapai ribuan pemilik ataupun anggota. Hal ini menunjukkan bahwa peminat dalam hal tulis menulis, baik berita ataupun sekedar tulisan memang tidak terbatas. Akan tetapi hal itulah yang menjadi kekhawatiran mengingat tidak semua pemilik blog ataupun anggota situs citizen mengetahui aturan main atau etika dalam jurnalisme online

Jika berbicara mengenai etika, maka akan kita ingat Kode Etik Jurnalistik yang mendasari semua para jurnalis dalam pekerjaannya mencari hingga menyajikan berita. Tidak semua jurnalisme online berbasic pada aturan tersebut misalnya tulisan-tulisan yang berasal dari warga dalam blog ataupun situs tertentu. Hal tersebut menjadikan warga menjadi semaunya dalam memberikan informasi kepada khalayak bahkan tidak sedikit pula informasi yang hanya merupakan hasil dari plagiarisme. Hal ini tidak sesuai dengan salah satu kualitas dasar jurnalisme online menurut Online Jurnalism Review yang dikeluarkan oleh Annenberg School of Journalism, University of Southern California (http://www.ojr.org/ojr/wiki/Ethics).

Sebuah tulisan yang sudah di-posting dalam situs online ataupun blog, sudah bukan lagi menjadi sebuah tulisan biasa melainkan merupakan informasi yang dapat menjadi referensi bagi pembacanya. Oleh karena itu, sebaiknya warga pun tidak sembarangan dalam menulis alaupun belum ada undang-undang khusus yang berbicara mengenai jurnalisme online ini. Apalagi jika memang tulisan tersebut merupakan sebuah berita, penulis diharuskan untuk melakukan crosscheck atau pengkajian ulang terhadap fakta sebelum berita tersebut dimuat melalui sistem online.

Hal tersebut mungkin tampak sepele, akan tetapi jika dilanggar akan fatal akibatnya bahkan dapat berurusan dengan hukum yang berlaku.Nicholas Johnson, mantan Komisioner Komisi Komunikasi Amerika Serikat (AS) (dalam Priyambodo, 2007) memberikan catatan bahwa ada hal mendasar menyangkut kasus jurnalisme. Beberapa diantaranya adalah (1) Menyerang kepentingan individu, pencemaran nama baik, dan pembunuhan karakter/reputasi seseorang, (2) menyebarkan kebencian, rasialis, dan mempertentangkan ajaran agama, (3) menyebarkan hal-hal tidak bermoral, mengabaikan kaidah kepatutan menyangkut seksual yang menyinggung perasaan umum, dan perundungan seksual terhadap anakanak, (4) menerapkan kecurangan dan tidak jujur, termasuk menyampaikan promosi/iklan palsu, (5) melanggar dan mengabaikan hak cipta (copyright) dan Hak Atas Karya Intelektual (HAKI, atau Intelectual Property Right/IPR).

Sebagian warga memang belum semua mengerti dan paham akan hal tersebut, tetapi ada baiknya selain berminat menulis dalam jurnalisme online, mereka juga berminat pula dalam aturan mainnya. Untuk membantu para penulis online dalam menyajikan tulisan ataupun beritanya, Cuny Graduate School of Journalism yang didukung Knight Foundation (http://www.kcnn.org) mencatat10 langkah utama bagi jurnalis online supaya terhindar dari masalah hukum. (1)Periksa danperiksa ulang fakta. (2)Jangan gunakan informasi tanpa sumber yang jelas. (3)Perhatikan kaidah hukum. (4)Pertimbangkan setiap pendapat. (5)Utarakan rahasia secara selektif. (6)Hati-hati terhadap apa yang diutarakan. (7)Pelajari batas daya ingat. (8)Jangan lakukan pelecehan. (9)Hindari konflik kepentingan. (10)Peduli nasehat hukum.

Selain mengikuti sepuluh langkah tersebut, ada baiknya pula para warga tersebut juga melihat dan mempelajari tulisan-tulisan yang terdapat dalam situs-situs berita online ternama, hal ini dapat menjadi pembelajaran agar tidak terjadi kesalahan dalam menulis. Tidak hanya warga, bahkan situs berita baik situs khusus untuk citizen ataupun situs portal berita online juga harus memperhatikan pentingnya integritas keredaksian, karena hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik sekaligus menjaga kredibilitas media. hal ini dikumandangkan oleh Poynter, salah satu organisasi AS yang menjadi acuan kalangan jurnalis online.

Belajar dari Ohmynews, Eun Taek Hong selaku pemimpin redaksi mengemukakan bahwa untuk mengantisipasi isu kredibilitas ini sebaiknya berita yang berasal dari warga dicheck kembali oleh editor dan diuji kebenarannya agar layak untuk ditampilkan. Hal penting kedua yaitu harus mengetahui identitas reporter dengan jelas agar ketika ada pertanyaan, Ohmynews dapat segera menghubungi balik reporter tersebut. Pengalaman OhmyNews menegaskan bahwa kredibilitas media tidak dibangun semata-mata karena menjadi pertama dalam menyampaikan berita, tapi juga karena proses pembuatannya yang transparan.

Tantangan dan Solusi

Jurnalisme warga tidak saja membutuhkan kesigapan dan tanggung jawab dari masyarakat, namun juga ada elemen-elemen lain yang harus di ketahui oleh warga itu sendiri. Jurnalisme bukanlah semata-ata komentar yang diberikan warga sebagai watchdog terhadap pemerintahan, masyarakat dan media, namun sejatinya jurnalisme warga juga harus mempunyai kredibilitas sebagai seorang jurnalis. Seperti dalam Dan Gillmor (2006) ada 7 tantangan yang harus dimengerti oleh para penganut jurnalisme warga.

Pertama, konten: perlu penggarapan konten yang serius, sehingga ‘layak’ disebut jurnalisme. Kedua, antusiasme: untuk mewujudkan kualitas, dibutuhkan passion atau antusiasme. Jurnalisme tanpa passion tidak akan menghasilkan karya yang berkualitas. Ketiga, kapasitas: tidak semua orang diberi kemampuan. Tantangannya adalah membuat orang tidak hanya bersuara, namun juga ‘bernyanyi’ dengan baik. Untuk itu orang harus mau belajar bagaimana menjadi jurnalis sejati. Keempat, kredibilitas: setiap orang memiliki opini, namun, tidak setiap orang memiliki latar belakang dan pengalaman untuk memberikan opini yang bernilai. Kelima, akuntabilitas: Internet memungkinkan siapa saja terjun di dunia jurnalisme, termasuk mereka yang mengusung ‘jurnalisme kuning’ yang akan merusak integritas jurnalistik. Keenam, kompensasi: orang mengatakan ‘waktu adalah uang’. Jurnalis warga perlu diberi kompensasi yang layak untuk usaha mereka agar lebih berkualitas. Untuk itu perlu diatur sebuah sistem dalam hal kompensasi bagi jurnalis warga. Ketujuh, kepemimpinan: peranan editor sangat penting disini. Tanpa arah, panduan, dan supervisi editorial, sulit untuk menghasilkan publikasi yang berkualitas.

Dari paham tersebut dapat kita lihat bahwa, jurnalisme warga tidak semata-mata menjadi tempelan dan cap sebagai penyampai informasi yang asal-asalan, namun juga harus cerdas dan tampil profesional bagaikan jurnalisme sejatinya. Ada fungsi editor sebagai pengarah berita dan penunjuk arah berita yang dibuat, ada etika yang harus dipahami, kualitas berita yang harus dibuat, ada take n gift atau timbal balik yang harus didapatkan, dan kemampuan dalam menghadapi tanggapan. Dari hal tersebut dapat menunjukan bahwa jika di kemas secara matang dan profesional, jurnalisme warga dapat tampil layaknya media besar atau bahkan mengalahkan media mainstream itu sendiri. Namun kembali lagi pada pertanyaan yang banyak sekali kita juruskan, semisal saja apakah kita siap dan mampu, serta bagaimana peran kita dalam menaikan profesionalisme jurnalisme warga itu sendiri. tentu dibutuhkan nyali untuk menghadapi tantangan tersebut, dimana peran media khususnya media internet dapat mempermudah jalan kita.

Selain itu, pesan yang harus diketahui oleh jurnalisme warga adalah mengenai dasar-dasar dalam sembilan elemen jurnalisme seperti yang dikatakan oleh Bill Kovach dan Tom Rosentiel (2004). hal tersebut sangatlah penting dan menarik serta dapat memperkuat sisi jurnalisme oleh warga maupun oleh jurnalis profesional sekalipun. jika dapat berjalan dengan baik, masyarakat akan menjadi kritis terhadap pemerintah, media dan masyarakat, dan akan berdampak positif jika hal itu diusung secara terus menerus. dan yang paling penting adalah, kontrol sosial dalam masyarakat akan tetap berjalan dan menghasilkan masyarakat yang mandiri dan berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulla, Rasha A. 2005. Online News and the Public: Online News Credibility.London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Gillmor, Dan (01/24/2006),“From Dan: A Letter to the Bayosphere Community” diakses dari http://bayosphere.com/blog/dan_gillmor/20060124/from_dan_a_letter_to_the_bayosphere_community

Kovach, Bill dan Rosenstiel, 2004, Elemen-Elemen Jurnalisme, Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Jakarta

Lemann, Nicholas “Journalism without journalists” Newyorker, (07/08/2006) diakses dari http://www.newyorker.com/fact/content/articles/060807fa_fact1

Priyambodo, RH (06/05/2008) “Ranjau-Ranjau dan Kode Etik Jurnalis Online”, makalah pada Lokakarya Kode Etik Jurnalistik untuk Praktisi Media di Lembaga Pers Dr. Soetomo/LPDS dan Dewan Pers, Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun