Peran Hukum Internasional dalam Menanggulangi Isu Perubahan Iklim
Vina Soviana1Dr.Andi Aina Ilmih,SH.,MH2
Universitas Islam Sultan Agung Semarang E-mail: sofianavina72@gmail.com
E-mail: andiaina@unissula.ac.id
ABSTRAK
 Dalam menanggulangi perubahan iklim, hukum internasional memainkan peran penting dalam mengatur dan mengarahkan upaya penanganan perubahan iklim, menjamin migrasi dan adaptasi yang adil, melindungi hak asasi manusia dan kesejahteraan masyarakat, dan memastikan bahwa kebijakan sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Untuk menangani dampak perubahan iklim dengan mengakui ha katas lingkungan yang bersih dan sehat. Hukum memainkan peran penting dalam mengatur dan mengarahkan upaya menangani perubahan iklim karena perubahan iklim merupakan salah satu tantangan global yang memerlukan tindakan serius. Hukum juga memastikan bahwa upaya mitigrasi dan adaptasi tidak hanya efektif tetapi juga adil. Untuk menangani perubahan iklim, sangat penting bahwa kebijakan hukum dan tujuan pembangunan berkelanjutan selaras.
 Dengan mengkaji berbagai perjanjian internasional, seperti Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris, artikel ini mengeksplorasi bagaimana kerangka hukum global membentuk tindakan kolektif negara-negara dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Selain itu, artikel ini juga menganalisis masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kerangka hukum global.
Kata Kunci: Menanggulangi perubahan iklim memiliki kemampuan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat.
ABSTRACT
 In Addressing climate, international law plays an important role in regulating and directing efforts to address climate change, ensuring equitable migration and adaptation, protecting human rights and people's well-being, and ensuring that policies are in line with sustainable development goals. To address the impacts of climate change by recognizing the right to a clean and healthy environment. Law plays an important role in regulating and directing efforts to address climate change because climate change is one of the global challengs that requires serious action. Law also ensures that mitigation and adaptation efforts are not only effective but also equitable. To addres climate change, it is essential that legal policies and sustainable development goals are aligned.
 By examining various international agreements, such as the Kyoto Protocol and the Paris Agreement, this article explores how the global legal framework shapes collective action by countries in mitigating and adapting to climate change. In addition, this article also analyzes the problems faced in implementing the global legal framework.
Keywords: Trackling climate change has the ability to ensure community welfare.
A.PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Fenomena pemanasan global berdampak luas di seluruh dunia, ketika jumlah gas meningkat, suhu permukaan bumi dan samudera meningkat, ini disebut pemanasan global. Peneliti iklim setuju bahwa tindakan manusia menyebabkan pemanasan global meningkat. Sebagai hasil dari aktivitas manusia, karbon dioksidan,metana,dan dinitrogen oksida masuk ke atmosfer bumi, meningkatkan efek gas rumah kaca, meningkatkan suhu bumi, dan menyebabkan perubahan iklim. Ada hubungan langsung atau tidak langsung antara perubahan iklim dan variabilitas iklim alami, serta aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer global, serta dampaknya terhadap masyarakat dan manusia, merupakan masalah yang rumit dan belum sepenuhnya dipahami. Perubahan iklim berpotensi merusak keamanan manusia. Dan lingkungan serta membebani masyarakat di banyak negara untuk beradaptasi
Pemanasan global merupakan suatu fenomena yang memberikan dampak yang luas di berbagai belahan dunia. Konsep pemanasan global diartikan sebagai peningkatan suhu permukaan bumi dan samudera akibat meningkatnya jumlah gas. Peneliti iklim menyetujui bahwa aktivitas manusia mempengaruhi peningkatan pemanasan global. Aktivitas manusia menghasilakan karbon dioksida,metana dan dinitrogen oksida ke atmosfer bumi yang meningkatkan efek gas rumah kaca dan menyebabkan peningkatan temperature bumi dan menyebabkan iklim berubah. Perubahan iklim yang secara langsung atau tidak langsung dikaitkan dengan aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan sebagai tambahan terhadap variabilitas iklim alami yang diamati selama periode waktu yang sebanding. Rantai sebab akibat dari tekanan iklim dan dampaknya ke manusia dan masyarakat merupakan permasalahan yang kompleks dan belum sepenuhnya dipahami. Besarnya perubahan iklim akan berpotensi merusak keamanan manusia dan lingkungan serta membebani kapasitas adaptif masyarakat di banyak wilayah dunia.
Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan global terpenting yang harus di hadapi oleh umat manusia saat ini. Dampaknya yang meluas, mulai dari peningkatan suhu global hingga perubahan pola cuaca, mengancam keberlanjutan lingkungan dan kehidupan. Dalam konteks ini, hukum internasional memainkan peran krusial dalam mengatur dan menanggulangi isu perubahan iklim. Melalui berbagai perjanjian dan konvesi internasional, negara-negara berupaya untuk kerja sama mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mengadaptasi strategi mitigrasi serta adaptasi yang efektif. Pendekatan hukum internasional tidak hanya menyediakan kerangka kerja bagi kolaborasi antarnegara, tetapi juga menciptakan mekanisme penegakan ya terhadap keberlanjutan lingkunganng penting untuk memastikan komitmen global terhadap keberlanjutan lingkungan. Dengan demikian, pemahaman dan implementasi hukum internasional menjadi kunci dalam usaha kolektif untuk menghadapi dampak perubahan iklim dan melindungi planet ini untuk genersi mendatang.
Perubahan iklim telah menjadi salah satu isu paling kritis yang mempengaruhi kehidupan di seluruh dunia. Fenomena ini ditandai oleh meningkatnya suhu global,naiknya permukaan laut, dan frekuensi cuaca ekstrem yang semakin tinggi. Dampaknya dirasakan di berbagai sector mulai dari pertanian,kesehatan, hingga kesetabilan politik. Dalam menghadapi tantangan ini, hukum internasional berperan penting dalam menciptakan kerangka kolaborasi antara negara-negara untuk mengatasi perubahan iklim secara efektif.
Hukum internasional mengenai perubahan iklim mencakup berbagai instrument, seperti konvensi kerangka PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC), protocol Kyoto, dan perjanjian paris. Imstrumen-instrumen ini tidak hanya menetapkan target pengurangan emisi, tetapi juga menyediakan mekanisme pendanaan dan dukungan teknis untuk negara-negara berkembang. Kerjasama internasional diperlukan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam paradigma pembangunan berkelanjutan. Perubahan iklim yang sifatnya sebagai isu dalam dunia internasional maka perlu adanya upaya Bersama dalam mengatasinya. Oleh karena itu, dibutuhkanya negara-negara maju dalam memberikan kontribusinya yang nyata untuk memperbaiki masalah lingkungan hidup karena mereka lah yang memiliki andil terbesar atas kerusakan lingkungan dan eksploitasi lingkungan.
Perubahan iklim yang akan terus terjadi, memang tidak dapat dihindari lagi, cepat atau lambat kita akan dapat merasakan dampaknya. Namun, bukan berarti lantas menyerah dan tidak berbuat apa-apa. Indonesia memiliki potensi dalam berkontribusi untuk menekan dampak perubahan iklim Bersama dengan negara-negara lain. Upaya ini dapat dilakukan dengan pendekatan nasional maupun internasional. Dalam skala internasional diperlukan komitmen tinggi bagi Indonesia untuk berpartisipasi dan turut meratifikasi instrument hukum internasional karena hal ini akan membawa konsekuensi hukum untuk mengimplementasikan instrument dan hanya merumuskanya dalam kebijakan nasional. Selain itu diperlukan konsistensi dan keberanian bagi Indonesia untuk melakukan penegakan hukum dalam rangka menanggulangi dampak perubahan iklim secara nasional. Baik dari segi peraturan perundang-undangan, pemberlakuan sanksi dan penegaknya. Namun memang hingga saat ini Indonesia belum mempunyai undang-undang khusus yang mengatur terkait perubahan iklim hanya sebatas peraturan-peraturan pelaksana.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang peran hukum internasional dalam menanggulangi isu perubahan iklim. Dengan menelusuri perkembangan kerangka hukum, tantangan yang dihadapi,serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan efektivitasnya, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai pentingnya kerjasama global dalam menghadapi krisis ini, kolaborasi antarnegara dan penegakan hukum yang kuat menjadi kunci untuk mencapai keberlanjutan dan melindungi planet bagi generasi mendatang.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana efektivitas implementasi perjanjian internasional dalam mengurangi emisi gas rumah kaca?
2.apa dampak perubahan iklim terhadap hak asasi manusia dan bagaimana hukum internasional dapat menanggapi isu tersebut?
B. Metode Penelitian
1. pendekatan penelitian
Kualitatif; penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali pemahaman mendalam mengenai peran hukum internasional dan menanggulangi isu perubahan iklim.
2. Jenis Penelitian
Studi Literatur: Mengkaji berbagai sumber literatur,termasuk buku, artikel jurnal, dan dokumen resmi dari organisasi internasional yang berkaitan dengan hukum dan perubahan iklim.
3. Analisis Dokumen; Menganalisis teks-teks hukum internasional, seperti perjanjian dan konvensi, untuk memahami komitmen dan mekanisne yang ada.
4. Teknik pengumpulan Data
Pengumpulan Data Sekunder: Mengumpulkan data dari sumber-sumber sekunder, termasuk laporan penelitian, artikel ilmiah, dan dokumen kebijakan yang relevan.
Wawancara: Melakukan wawancara dengan pakar hukum internasional, peneliti, dan aktivitas lingkungan untuk mendapatkan perspektif tambahan mengenai implementasi hukum dan tantanganya.
C.Landasan Teori
1. Teori Hukum Internasional
   Hukum internasinal merupakan kumpulan norma dan prinsip yang mengatur hubungan antar negara. Teori ini menjelaskan bagaimana negara berinteraksi dalam konteks hukum, serta kewajiban dan hak yang muncul dari perjanjian internasional.
2. Teori Keberlanjutan
   Konsep keberlanjutan menekankan pentingnya keseimbangan antara kebutuhan ekonomi,sosial dan lingkungan. Teori ini relevan dalam menganalisis bagaimana hukum internasional dapat mendorong praktik berkelanjutan dalam menghdapi perubahan iklim.
3. Teori Keadilan Sosial
   Teori ini membahas dampak perubahan iklim terhadap kelompok rentan dan hak asasi manusia. Dalam kerangka hukum internasinal, penting untuk mempertimbangkan keadilan dan tanggung jawab dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
4. Teori Penegakan Hukum Internasional
   Penegakan hukum internasional seringkali menjadi tantangan. Teori ini menjelaskan mekanisme dan institusi yang ada untuk memastikan kepatuhan terhadap perjanjian internasional, serta dampaknya terhadap efektivitas hukum dalam menangani perubahan iklim.
D. PEMBAHASAN
Salah satu isu lingkungan hidup yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan makhluk di bumi adalah fenomena perubahan iklim atau climate change. Perubahan iklim bersifat global dan berjangka Panjang. Perubahan iklim akan berdampak besar pada sistem sosial, ekonomi, lingkungan, juga terhadap aspek keamanan kehidupan manusia yang meliputi air, makanan, dan kesehatan. Dari dampak tersebut dapat dinilai bahwa iklim adalah milik Bersama, bersifat global, dan mempengaruhi kepentingan manusia secara keseluruhan. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpilkan bahwa perubahan iklim yang merupakan masalah lingkungan hidup memberikan pengaruh besar pada konsep dalam hukum internasional.
Climate change dapat disebabkan oleh proses perubahan alam secara alamiah internal, misalnya badai El Nino maupun disebabkan oleh proses perubahan alam eksternal dan non ilmiah. Iklim di dunia secara menyeluruh sedang mengalami kerusakan sebagai konsekuensi dari aktivitas manusia dampaknya climate change mengancam stabilitas ekosistem dan keanekaragaman makhluk hidup. Pengertian climate change juga dirumuskan oleh The intergovernmental Panel on Climate Change ("IPCC"). IPCC adalah panel ilmiah yang terdiri dari para ilmuan dari seluruh dunia yang didirikan oleh 2 organisasi perserikatan bangsa-bangsa ("PBB"), yaitu world meteorological organization ("WMO") dan united nations environmrnt ptogramme ("UNEP") pada tahun 1988. IPCC didirikan bertujuan untuk mengevaluasi risiko perubahan iklim akibat aktivitas manusia. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa climate change adalah perubahan cuaca yang terjadi di suatu wilayah dalam jangka Panjang dan beberapa puluh tahun terakhir. Penyebab climate change sendiri, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu berasal dari kegiatan manusia.
Selain definisi diatas, pengertian perubahan juga dapat ditemukan dalam pasal 1angka 18 UU 31/2009 yang berbunyi "Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibagikan.
Perjanjian Cancun
Konverensi Cop yang dilaksanakan di cancun, Meksiko, 2010 menghasilkan Cancun Agreement atau perjanjian cancun yang berisi aturan untuk mengatasi perrubahan iklim melalui pendekatan internasional dan domestic. Perjajian ini bertujuan untuk membantu negara berkembang dalam melindungi diri dari dampak perubahan iklim sekaligus mengejar pembangunan berkelanjutan.
Dalam Cancun Agreement terdapat aturan formal tentang perlunya perlindungan terhadap masyarakat, yang dimuat pada pasal 72 Cancun Agreement, yaitu Also requestes developing country parties, when developing and implementing their national strategies or actions plans, to addres, inter alia, drivers of deforestation and forest degradation, land tenure issues, forest governance issues, gender considerations and the safeguards identifited in paragraph 2 of annex I to this decision, relevant stakeholders, inter alia, indigenous peoples and local communities;
Berdasarkan pasal tersebut, terdapat referensi pemting dalam hal perlindungan masyarakat hukum adat dan masyarakat local dalam pelaksanaan program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation. Yaitu ketika negara berkembang mengembangkan dan menerapkan strategi nasional atau rencana aksi untuk mengatasi penyebab deforestasi dan degradasi hutan, harus memastikan keterlibatan masyarakat hukum adat dan masyarakat local secara penuh efektif.
Amandemen Doha
Pada tahun 2012, setelah periode komitmen pertama protocol Kyoto 1997 (2008-2012) berakhir, negara anggota bertemu Doha, Qatar untuk mengadopsi amandemen dari protocol Kyoto 1997. Amandemen Doha menghasilkan aturan baru mengenai pengurangan emisi untuk periode komitmen ke dua bagi state parties. Namun amandemen doha tidak bertahan lama karena pada tahun 2015 diadakan "summit'' atau konferensi tingkat tinggi mengenai sustainable development di paris. Seluruh state parties UNFCC menandatangani pakta paris climate Agreement, yang pada akhirnya secara efektif menggantikan protocol Kyoto 1997.
Protokol Kyoto 1997
Protokol Kyoto 1997 atau Kyoto Protocol, merupakan hukum internasional yang memiliki kaitan dengan UNFCCC. Protokol ini merupakan dasar negara industry untuk mengurangi emisi GRK. Dalam rangka mengimplementasikan tujuan UNFCCC,COP pada pertemuan di tahun 1997, di Kyoto jepang, menghasilkan consensus berupa keputusan untuk mengadopsi protocol Kyoto 1997. Protocol Kyoto 1997 mulai berlaku sejak tahun 2005. Periode komitmen pertama dari pelaksanaan protocol Kyoto 1997 telah dimulai tahun 2008 dan berakhir tahun 2012. Sementara periode komitmen kedua dari pelaksanaan protocol Kyoto 1997 dimulai tahun 2013 hingga tahun 2020.
Protokol Kyoto mengatur beberapa hal seperti mekanisme penurunan emisi GRK yang dilaksanakan negara-negara maju, yakni:
a.Implementasi Bersama (joint implementation)
b.Perdagangan Emisi (Emission Tranding)
c.Mekanisme pembangunan bersih (Clean Development Mechanism, CDM)
Indonesia sendiri telah melakukan ratifikasi Protokol Kyoto 1997 melalui UU 17/2004
Perjanjian Paris
Paris Agreement atau Perjanjian Pris merupakan pengganti Kyoto Protocol 1997. Pada tahun 2015, negara oihak UNFCC mengadopsi perjanjian tersebut dalam rangka upaya terkoordinasi secara internasional untuk mengatasi perubahan iklim. Berbeda dengan protocol Kyoto 1997, Paris Agreement tidak menetapkan pengurangan emisi, melainkan merumuskan tujuan perubahan iklim secara keseluruhan dan mengatur kebebasan negara pihak untuk bagaimana dan seberapa banyak negara dapat berkontribusi guna mencapai tujuan tersebut. Hal ini tentu dengan memperhatikan perbedaan situasi nasional setiap negara (principle of common but differentiated responsibility and respective capabilities), yang diatur dalam pasal 2.2 Paris Agreement.
Tanggal 22 April 2016, Indonesia telah menandatangani Perjanjian Paris di New York. Sebagai negara peratifikasi, Indonesia berkomitmen untuk melakukan upaya menurunkan emisi GRK dan bergerak aktif mencegah terjadinya perubahan iklim. Pemerintah Indonesia kemudian menerbitkan UU 16/2016. Pemerintahan Indonesia dengan 9 aksi prioritas pembangunan nasional yang dituangkan melalui Nawa Cita, adalah komitmen nasional menuju arah pembangunan rendah korban dan berketahanan iklim, dalam agenda pembangunan nasional, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim adalah prioritas. Hingga hati ini terdapat 193 (192 negara dan European Union) pihak yang telah menjadi pihak dari perjanjian.
Perjanjian internasional seperti Protokol Kyoto dan perjanjian paris bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca(GRK) dengan mengatur komitmen negara-negara untuk mengurangi emisi. Namun, efektibitasnya sering kali dipengaruhi oleh factor:
1.Komitmen Negara: beberapa negara mungkin tidak memenuhi target yang ditetapkan karena berbagai alasan termasuk prioritas ekonomi dan politik domestic.
2.Pengawasan dan penegakan: keterbatasan dalam mekanisme pengawasan dan penegakan hukum dapat mengurangi akuntabilitas negara-negara peserta.
3.Pendanaan dan teknologi: negara berkembang sering kali kekurangaan sumber daya untuk memenuhi komitmen.dukungan finansial dan transfer teknologi dari negara maju sangat penting untuk keberhasilan implmentasi.
Analisis terhadap data emisi sebelum dan sesudah implementasi perjanjian dapat memberikan gambaran megenai efektivitasnya.
Perubahan iklim berdampak signifikan terhadap berbagai aspek haj asasi manusia, termasuk ha katas kehidupan, kesehatan, dan tempat tinggal, beberapa dampak yang perlu diperhatikam meliputi:
1.Pengungsian dan Migrasi: bencana alam yang diakibatkan oleh perubahan iklim dapat memaksa masyarakat untuk mengungsi, yang berpotensi melanggar hak0hak mereka.
2.Kesehatan: Perubahan iklim dapat memperburuk kualitas udara dan air, meningkatkan risiko penyakit, serta mengancam ketahanan pangan, yang semuanya berdampak pada hak atas kesehatan.
3.Keadilan sosial: Komunitas rentan seperti masyarakat adat, sering kali menjadi yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim, sehingga memerlukan perhatian khusus dalam kenijakan dan hukum.
Hukum internasional, melalui instrumen seperti konvensi Hak anak dan konvensi pengungsian, dapat diadaptasi untuk mengatasi isu-isu ini, selain itu pengakuan terhadap ha katas lingkungan yang sehat dalam beberapa dokumen internasional kemajuan dalam menanggapi dampak perubahan iklim terhadap hak asasi manusia.
Dampak-dampak perubahan iklim diantisipasi akan mengarah pada mobilitas manusia dan dengan demikian mempertanyakan aturan migrasi dan pemindahan. Pergerakan yang disebabkan oleh iklim tersebut dapat bersifat internal, dalam negara yang sama, atau lintas batas. Kerangka hukum untuk perlindungan orang-orang yang mengungsi secara internal tercantum dalam prinsip-prinsip panduan tentang pengungsian internal (GPID) tahun 1998 meskipun tidak mengikat, diterapkan secara luas uraiannya tentang orang-orang yang mengungsi secara internal dapat mencangkup mereka yang mengungsi karena dampak iklim. Terkait dengan pemindahan lintas batas, tidak ada kerangka hukum internasional tunggal untuk perlindungan mereka yang mengungsi melintasi batas negara karena alasan yang berhubungan dengan iklim. Pemindahan yang disebabkan oleh iklim tidak tercakup dalam definisi 'pengungsian' berdasarkan konvensi pengungsian tahun 1951 atau direnungkan oleh para penduduk kepulauan pasifik di Australia dan selandia baru yang sejauh ini tidak berhasil berdasarkan dampak iklim menggambarkan rintangan dalam penggunaan konvensi pengungsian untuk mengatasi perpindahan yang disebabkan olek iklim, akan tetapi pengadilan selandia baru tidak mengesampingkan penerapan konvensi pengungsi, dan lebih menganjurkan pendekapan kasus per kasus. Beberapa inisiatif di tingkat internasional, seperti Deklarasi New York 2016 dan keputusan COP yang menyertai perjanjian paris, mencakup komitmen dan pemerintahan untuk mengatasi faktor pendorong pergerakan berskala besar dan mengembangkan rekomendasi untuk pendekatan terpadu guna mengatasi perpindahan yang terkait dengan dampak buruk perubahan iklim.
Terkait dengan pemindahan yang di sebabkan oleh iklim, situasi pulau-pulau yang tenggelam akibat perubahan iklim menimbulkan pertanyaan hukum dan teknis yang rumit dan membebani batas-batas tradisional hukum internasional. Gagasan tentang kenegaraan di bawah hukum internasional umum dalam konvesi Montevideo tentang hak dan kewajiban negara dapat ditentang oleh perubahan territorial yang disebabkan oleh kenaikan muka air laut. Meskipun ada aturan yang berkaitan dengan pembentukan negara, tidak ada aturan yang berkaitan dengan penghentianya dalam kasus penghilangan fisik, meskipun ada prospek seluruh populasi negara-negara lain. Namun perjanjian yang berkaitan dengan keadaan tanpa warganegaraan-konvensi 1954 tentang status orang-orang tanpa kewarganegaraan tidak mungkin berguna bagi penduduk pulau-pulau yang tenggelam karena perjanjian tersebut ditujukan untuk mengatasi situasi wilayah yang telah hilang atau tidak dapat dihuni dan tidak diratifikasi secara universal.
Peraturan Presiden No.61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
 Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 26 persen dari scenario pembangunan Business as usual(BAU) pada tahun 2020 dengan dana sendiri tanpa mengorbankan pembangunan di sector lain, atau 41 persen jika mendapatkan bantuan internasional. Pemerintah akan melakukan ini sejalan dengan upaya memacu pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen per tahun. Untuk wemujudkan komitmen ini pemerintahan telah mengeluarkan peraturan presiden No.61 tahun 2011 tentang rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca (perpres RAN-GRK) dan peraturan presiden No. 71 tahun 2011 tentang penyelenggara inventarisasi GRK nasional bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dan 42 persen(dengan bantuan asing) pada tahun 2020. Hal ini pula menjadi pedoman bagi kementrian/Lembaga untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi penurunan emisi gas rumah kaca GRK. Adapun lima sector utama target dan strategi penurunan emisi gas rumah kaca adalah pertanian,kehutanan dan lahan gambut, energi, dan transportasi, industry dan pengelolaan limbah.
E. PENUTUP
 1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran hukum dalam menangani perubahan iklim melalui kajian literatur yang komprenhensif. Hasil kajian literatur telah mengungkapkan berbagai temuan penting terkait peran hukum internasional dan nasinal dalam menghadapi perubahan iklim, dampak perubahan iklim pada hak asasi manusia serta tantangan dan peluang yang ada dalam menangani perubahan iklim sangat jelas. Hukum internasional khususnyaa perjanjian seperti kesepakatan paris, memberikan kerangka kerja hukum yang mengikat negara-negara untuk mengambil tindakan konkret dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Meskipun perlu ada upaya lebih lanjut dalam mengawasi kepatuhan terhadap perjanjian ini, peran hukum internasional sangat penting dalam mengkoordinasikan respons global terhadap perubahan iklim. Penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang peran hukum dalam menangani perubahan iklim dan memberikan dasar yang kuat untuk langkah-langkah selanjutnya dalam mengatasi tantangan global ini. Dari ulasan diatas dapat dilihat bagaimana saat ini fenomena perubahan iklim menjadi ancaman global. Dampak dari ini semua mungkin tidak langsung kita rasakan saat ini, namun kita masih mempunyai tanggung jawab ke anak cucu kita untuk melakukan pembangunan berkelanjutan sebagai penerus bumi. Terutama bagi generasi muda sudah saatnya kita peduli akan lingkungan sekitar kita. Sebagai pemimpin masa depan seharusnya perubahan ini dimulai dengan diri sendiri. Indonesia sebagai negara yang turut berkomitmen dalam upaya pemaksimalan pencegahan dampak perubahan iklim, perlu melakukan upaya-upaya lebih lanjut. Penegak hukum merupakan salah satu aspek penting dalam penanganan permasalahan ini baik secara preventif maupun responsive. Pembuatan UU khusus peruvahan iklim akan mampu melengkapi instrument hukum lingkungan yang ada, UU khusus perubahan iklim akan mampu memberikan kontribusi yang konkrit dan melanjutkan komitmen Indonesia dalam menekan dampak perubahan iklim untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan untuk generasi selajutnya. Selain itu, penegak hukum secara represif dengan penerapan hukum multidoor sehingga memungkinkan pengenaan pidana tambahan kepada para pelaku pidana dibidang lingkungan, khususnya perubahan iklim yang akan memberikan efek jera yang lebih efektif.
Tentunya, upaya ini tidak akan berhasil tanpa kesadaran masing-masing individu. Sebagai bagian dari komunitas dunia, sebagai seorang individu, penting untuk menyadari dampak yang akan ditimbulkan dari perubahan iklim. Banyak langkah-langkah yang bias kita lakukan untuk mengurangi pencemaran yang terjadi, dengan menggunakan transportasi publik misalnya.
DAFTAR PUSTAKA
 Bodansky,D. (2010). The International Climate Change Regime: A Guide to the Global Legal and Policy Landscape. Oxford University Press.
   Duyck,S.,&De Sadeleer, N. (2018). The Role of International Law in Climate Change Mitigation: A Critical Overview. Cambridge Review of International Affairs, 31(4), 511-592. https://doi.org/10.1080/09557571.2018.1522620
 Shihata, l.F.l (2000). The Role of International Legal Instruments in Combating Climate Change. International Environmental Agreements: Politics, Law and Economics, 1(4), 285-307. https://doi.org/10.1023/A:1010244104529
  United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). (1922). United Nations Framework Convention on Climate Change. UNFCCC Secretariat.https://unfccc.int/resource/docs/convkp/conveng.pdf
   Voigt,C.,& Ferraira, S. (2014) Peran Hak Asasi Manusia dalam Mengatasi Perubahan Iklim: Perspektif Hukum dan Kebijakan Jurnal Internasional Hak Asasi Manusi, 111118(2). 104-120
Dupuy,P,-M. (2011). Hukum Internasional Perubahan Iklim. Jurnal Hukum Internasional Eropa, 22(20, 309-341
Allen, M. R.,&Artz, L. (2022). Legal Pathways to Climate Action: bridging International Law and Environmental Justice. Standford Environmental Law Journal, 41(4), 1-25. https://law.stanford.edu/publications/legal-pathways-to-climate-action/
Suryani, L. (2017). Peran Organisasi Internasional dalam Mengatasi Dampak Perubahan Iklim: Analisis terhadap Implementasi Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris. Jurnal Hukum dan Kebijakan Publik, 13(2), 183-200
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H