Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan inisiatif strategis untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk paparan asap rokok. Dalam menganalisis efektivitas kebijakan ini, pendekatan "Health Belief Model (HBM)"dapat menjadi kerangka yang membantu memahami bagaimana persepsi dan respons masyarakat terbentuk, terutama setelah intervensi berupa penyuluhan. Â
Kerentanan yang Dirasakan (Perceived Susceptibility)
Masyarakat pada umumnya belum sepenuhnya memahami tingkat risiko kesehatan yang disebabkan oleh asap rokok, terutama bagi perokok pasif. Penelitian ini menemukan bahwa penyuluhan berhasil meningkatkan kesadaran akan kerentanan semua individu terhadap bahaya tersebut. Misalnya, kelompok rentan seperti anak-anak dan ibu hamil sering kali tidak menyadari bahwa mereka juga berisiko terkena dampak kesehatan yang serius. Ketika informasi ini disampaikan secara jelas, individu mulai memahami pentingnya menghindari paparan asap rokok di lingkungan mereka. Â
Keseriusan yang Dirasakan (Perceived Severity)
Selain meningkatkan kesadaran akan risiko, pesan penyuluhan juga menekankan seriusnya konsekuensi kesehatan dari paparan asap rokok. Penyakit seperti kanker paru-paru, komplikasi kehamilan, dan asma pada anak-anak disampaikan dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat. Dampak ini berhasil mengubah persepsi masyarakat yang awalnya menganggap asap rokok hanya sebagai gangguan ringan menjadi ancaman serius bagi kualitas hidup mereka. Â
Manfaat yang Dirasakan (Perceived Benefits)
Penyuluhan juga menyoroti berbagai manfaat dari penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Masyarakat mulai memahami bahwa selain menciptakan udara yang lebih bersih dan nyaman, kebijakan ini juga melindungi kesehatan jangka panjang. Informasi ini menumbuhkan dukungan publik yang lebih luas, terutama karena mereka melihat manfaat langsung yang dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Â
Hambatan yang Dirasakan (Perceived Barriers)
Meskipun manfaat KTR jelas, beberapa hambatan sosial tetap menjadi tantangan. Misalnya, norma sosial yang menerima perilaku merokok di ruang publik membuat banyak orang ragu untuk mendukung kebijakan ini. Penyuluhan membantu mengatasi hambatan ini dengan menyajikan data dan fakta yang memperkuat pentingnya melindungi kesehatan bersama. Pesan yang disampaikan tidak sekadar melarang, tetapi juga membangun kesadaran bahwa perubahan perilaku ini adalah bentuk tanggung jawab sosial. Â
Pemicu Tindakan (Cues to Action)
Keberhasilan KTR juga dipengaruhi oleh adanya pemicu yang mendorong masyarakat untuk bertindak. Dalam hal ini, penyebaran informasi melalui media visual seperti poster, spanduk, dan video menjadi langkah strategis. Simbol-simbol KTR, seperti tanda larangan merokok di area tertentu, juga membantu mengingatkan masyarakat untuk mematuhi aturan. Strategi ini menciptakan kesan kolektif bahwa setiap individu memiliki peran dalam menjaga kesehatan bersama. Â
Efikasi Diri (Self-Efficacy)
Faktor penting lainnya adalah keyakinan masyarakat terhadap kemampuan mereka untuk mendukung kebijakan ini. Dengan adanya penyuluhan, masyarakat merasa lebih percaya diri untuk mengambil langkah kecil, seperti menegur perokok yang melanggar aturan atau melaporkan pelanggaran di kawasan KTR. Semakin besar efikasi diri yang dirasakan, semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kebijakan ini. Â
Kesimpulan
Analisis ini menunjukkan bahwa pendekatan "Health Belief Model" efektif dalam memahami bagaimana persepsi masyarakat terkait Kawasan Tanpa Rokok dapat dibentuk dan diubah. Dengan memberikan informasi yang relevan, menyentuh aspek emosional, dan meningkatkan rasa tanggung jawab individu, kebijakan ini dapat diterima dengan lebih baik. Keberhasilan penerapan KTR tidak hanya bergantung pada aturan formal, tetapi juga pada upaya kolektif untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi semua.
Referensi:Â Astuti, P. A. S., Ekaputra, I. A.,
Duana, I. K., Suarjana, K.,
Mulyawan, K. H., Kuniati, N.
M., & Bam, T. (2015).
Indonesian Conference On
Tobacco or Health 2015.
Tobacco Control : Saves Young
Generations, Save The Nations,
26–32.
Balitbang Kemenkes RI. (2018). Riset
Kesehatan Dasar; RISKESDAS.
Direktorat P2PTM Kemenkes RI.
(2018). 75 persen bahaya asap
rokok akan dirasakan oleh
perokok pasif.
Fauzi, R., Ma’ruf, M. A., Bonita,
Puspawati, N., Soewarso, K.,
Antojo, A., & Bam, T. S. (2019).
Hubungan Terpaan Iklan,
Promosi, Sponsor Rokok dengan
Status Merokok di Indonesia.
Tobacco Control Support Center
– Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H