Mohon tunggu...
Vina Alvianty
Vina Alvianty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hubungan Internasional FISIP Universitas Tanjungpura

Bagian dari Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tanjungpura. Sangat tertarik dengan kondisi dunia internasional, baik kondisi politik, ekonomi, militer, dan lainnya. Baru saja terjun dalam dunia menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Opini: Belt and Road Initiative (BRI) RRT-Indonesia: Akankah Indonesia Terjebak "Debt Trap"?

26 Mei 2024   18:27 Diperbarui: 26 Mei 2024   18:27 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Website INDONESIA.GO.ID

Bahkan Richard Moore seorang Kepala Badan Intelijen Inggris (MI6), melalui wawancaranya dalam BBC Radio 4 pada September 2021 lalu, mengimbau terkait jebakan utang serta jebakan data yang dilakukan oleh Tiongkok. Moore menerangkan bahwa Tiongkok mengancam kedaulatan negaranya sehingga perlu dilakukan aksi defensif. Sekelas negara besar seperti Inggris saja sangat mewaspadai Tiongkok, lantas bagaimana dengan Indonesia?

Dalam artikel opini ini, penulis mencoba untuk menanggapi berbagai kekhawatiran masyarakat sekaligus menjawab pertanyaan di atas. Dikutip dalam website resmi Kemenko Marves tahun 2019, Luhut Binsar Pandjaitan yang merupakan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi menuturkan bahwa Indonesia dapat terhindar dari debt trap sebab Indonesia menggunakan penjanjian B to B atau perjanjian antar badan usaha sehingga mengurangi resiko terjebak debt trap. 

Selanjutnya, seorang Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) bernama Mohammad Faisal pun menjelaskan jika setiap negara termasuk Indonesia pasti beresiko terkena debt trap, apalagi setelah proyek KCJB. Namun ia menambahkan, hingga saat ini kekhawatiran tersebut “belum” berlangsung, oleh karena itu Indonesia pasti akan melakukan proyeksi dengan mematangkan berbagai perencanaan terhadap proyek yang akan datang.

Dari seluruh penjelasan yang telah penulis jabarkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Belt and Road Initiative (BRI) merupakan sebuah proyek besar Tiongkok yang tentunya memberikan dampak positif terhadap negara-negara penerima investasi, seperti membantu suatu negara dalam mengembangkan infrastruktur serta meningkatkan ekonomi nasionalnya. Di Indonesia sendiri, BRI menyumbangkan begitu banyak dampak positif utamanya dalam infrastruktur negara. Meskipun demikian, negara-negara yang meratifikasi BRI harus tetap mempertimbangkan dampak negatifnya, seperti resiko terkena debt trap, ketergantungan kepada Tiongkok, dsb. Sehingga perlu dilakukan tindakan antisipasi terkait dampak negatif dari BRI.

Terakhir, untuk mengantisipasi Indonesia terjebak seperti Sri Lanka, maka penulis berharap Pemerintah Indonesia dapat melakukan pencegahan dan meredam kekhawatiran masyarakat dengan selektif dalam menentukan perusahaan yang mengikuti BRI dengan memastikan perusahaan tersebut mempunyai track record yang apik serta melakukan aksi preventif akan tindakan korupsi yang kemungkinan besar terjadi dalam kerjasama BRI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun