Nama asam sulfat belakangan mendadak menjadi buah bibir di kalangan masyarakat, disebabkan oleh kesalahan penyebutan yang dilakukan oleh salah satu kandidat wakil presiden. Masyarakat memang kerapkali menjadi saksi atas keseleo lidah yang dilakukan oleh para figur publik.
Bukan hanya sekali, dalam beberapa kesempatan ada juga tokoh publik lain yang pernah melakukan kesalahan serupa. Kejadian saat Kepala Negara menyebut bipang sebagai makanan khas Kalimantan Barat misalnya, dianggap kurang tepat disampaikan dalam momen idul fitri.
Menyikapi berbagai kesalahan komunikasi tadi, sebenarnya kurang tepat juga jika sebagian pihak memanfaatkan momen ini sebagai ajang untuk mencemooh. Sebaliknya, bahan perbincangan ini harus diarahkan untuk mengedukasi publik tentang pentingnya mengkonsumsi asam folat dan bagaimana dukungan pemerintah selama ini dalam mencegah stunting.
Mengutip dari berbagai artikel kesehatan, asam folat memiliki kedudukan penting bagi ibu hamil selama kehamilan. Artinya, mengkonsumsi asam folat dianjurkan bukan hanya dalam periode pra kehamilan atau masa-masa awal kehamilan saja. Para ibu hamil direkomendasikan untuk mendapatkan asam folat dalam trimester pertama, kedua dan ketiga.
Penting untuk dicatat bahwa porsi asam folat yang harus dikonsumsi antara sebelum atau selama kehamilan mungkin berbeda-beda dan harus dikonsultasikan dengan ahli medis. Oleh karenanya, pemahaman akan hal ini penting diketahui oleh calon orangtua dan circle terdekat yang ada di sekitar ibu hamil tersebut.
Asam folat harus dikonsumsi ibu hamil karena dianggap bermanfaat untuk mencegah kecacatan pada otak dan saraf. Lebih lanjut lagi adalah bagaimana keberpihakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu hamil ini dalam mencegah stunting.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Indonesia melalui rancangan RPJPN 2025-2045 telah menetapkan ambisi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2045. Untuk mencapai tujuan ini, SDM unggul dan berdaya saing dianggap sebagai indikator utama dalam mencapainya.
Sayangnya, saat ini Indonesia masih dihadapkan dengan prevalensi stunting yang tinggi. Berdasarkan data yang dirilis oleh SSGI, prevalensi stunting pada tahun 2022 tercatat masih ada di angka 21,6%. Sementara itu, pemerintah menargetkan untuk menurunkan angka stunting hingga 14% pada tahun 2024.
Melihat berbagai kondisi yang ada, nampaknya upaya pemerintah dalam menurunkan stunting akan sulit dicapai jika dilakukan dengan pendekatan yang biasa-biasa saja. Karena, isu dalam menyelesaikan masalah stunting pun merupakan perkara yang tidak mudah.
Di tataran internal pemerintah sendiri, upaya untuk menurunkan stunting masih terkendala oleh dualitas data, kerumitan birokrasi dan tumpang tindih dalam pelaksanaan peran dan fungsi. Untuk menjelaskan fenomena ini, mari kita uraikan satu per satu.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya