Selain pemilihan legislatif dan eksekutif, pemilihan penyelenggara dalam pemilu pun menjadi kontestasi yang menyita perhatian publik. Judul tersebut sebenarnya  merupakan kontemplasi yang tiba-tiba saja muncul setelah kegagalan dalam mengikuti rangkaian seleksi saya alami. Cerita dimulai ketika saya melihat pengumuman resmi dari akun instagram KPU Provinsi Jawa Barat terkait timeline pendaftaran kandidat anggota KPU di 16 kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Sejak pendaftaran diumumkan, saya mencatat bahwa pendaftar hanya diberikan waktu selama 11 hari untuk melengkapi persyaratan yang diminta.
Jika harus mengorek lagi ke belakang, proses pengumpulan persyaratan administrasi ini juga sungguh sangat melelahkan. Mengingat, ada beberapa pengurusan syarat pendaftaran yang memakan waktu lebih dari 1 hari kerja. Proses pembuatan surat tidak pernah dipidana misalnya. Sebelum menjadi surat keterangan, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Misalnya, pendaftar harus datang ke Polres untuk membuat SKCK. Untuk membuat surat ini pun ada sejumlah dokumen yang diminta.
Proses pembuatan SKCK ini biasanya cepat, jika seluruh persyaratan sudah dipenuhi. Setelah SKCK berhasil dibuat, pelamar lalu datang ke Kantor Kejaksaan Negeri dimana ia tinggal untuk membuat surat keterangan tidak pernah dipidana. Proses pembuatan SKCK dan surat keterangan tidak pernah dipidana biasanya memakan waktu hingga 2 hari kerja. Proses lainnya yang memakan waktu lebih dari sehari adalah pembuatan surat keterangan sehat secara ruhani (psikotes). Setelah pelamar mendaftar dan melakukan tes, hasil dari tes tersebut biasanya diterima dalam 3 hingga 4 hari kerja. Tergantung pada sedikit banyaknya pasien yang mengambil tes di waktu tersebut.
Kembali ke formulasi tadi. Sebenarnya sulit bagi saya untuk menyimpulkan proses ini transparan atau tidak. Namun setidaknya diperlukan sebuah usulan untuk mewujudkan proses seleksi calon anggota KPU atau Bawaslu ini adil dan dapat diterima oleh semua pihak. Mengingat besarnya waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan oleh pendaftar selama mengikuti proses seleksi, rasanya sistem yang adil dan transparan akan cukup mengobati besarnya pengorbanan yang dilakukan dalam proses tersebut.
Sebagai pendaftar yang gugur di seleksi tahap kedua, sebenarnya ada rasa kecewa dengan keputusan yang telah disahkan oleh Tim Seleksi. Kecewa bukan hanya karena tidak dapat melanjutkan ke tahap berikutnya, namun karena tidak adanya keterbukaan atau transparansi dari hasil tes tersebut. Sehingga pendaftar akan mengira bahwa keputusan atau penentuan kandidat yang lolos ke tahap berikutnya dilakukan secara subyektif dan sepihak.
Oleh karenanya, proses penyeleksian kandidat KPU dan Bawaslu baik di tingkatan kota/kabupaten, provinsi maupun pusat, perlu dilakukan dengan transparan, sistematis dan terarah. Unsur transparan yang dimaksud adalah adanya keterbukaan dari aspek proses maupun hasil. Membandingkan dengan proses seleksi CPNS yang sudah dilakukan secara terbuka, seluruh peserta dapat melihat langsung hasil tes dirinya sendiri dan peserta lainnya, karena hasil tes CAT tersebut dapat dilihat di layar besar. Disamping itu, terdapat sistem pula yang secara otomatis mengurutkan nilai dari yang terbesar hingga yang terkecil.
Dengan cara tersebut, seluruh peserta sama-sama mengetahui nilai satu sama lain. Sehingga ini akan menjadi bukti sekaligus kontrol, apabila ada peserta lain yang bekerja sama untuk melakukan kecurangan dengan bantuan panitia seleksi.Â
Selanjutnya, proses seleksi pun harus memenuhi aspek terarah dan sistematis. Artinya proses tersebut haruslah dapat dipahami oleh seluruh peserta. Arahan tersebut berupa kisi-kisi soal yang akan diujikan, skor di setiap jawaban yang benar, passing grade atau ambang batas kelulusan, serta indikator kelulusan untuk menentukan apakah seorang kandidat berhak lulus ke tahapan seleksi berikutnya atau tidak.
Aspek-aspek ini yang sebeltulnya belum tercermin dan belum terlihat dalam proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu, sehingga menyebabkan hasil seleksi ini kurang dapat diterima oleh pendaftar yang mengikuti tes. Untuk mewujudkan organisasi yang bersih, kedepannya aspek-aspek yang telah diulas tadi diharapkan dapat diaplikasikan juga dalam proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H