Berbicara mengenai keterwakilan perempuan di parlemen sama halnya dengan membicarakan bagaimana perempuan berpolitik yang nantinya akan dijadikan alat untuk meraih kekuasan dan membuat kebijakan.
Pertanyaannya apakah wujud perempuan berpolitik harus semuanya bermuara di parlemen. Bagaimana dengan hambatan-hambatan menempuh kursi legislatif seperti yang sudah dibahas sebelumnya, terlebih saat ini sulit sekali melaksanakan proses pemilihan yang bersih.Â
Menghadapi partai yang transaksional dan pemilih yang bermental pragmatis malah membuat asumsi bahwa perempuan yang berhasil lolos ke parlemen adalah mereka yang bermodal tinggi, sementara yang lainnya hanya ikut berpartisipasi dan meramaikan saja.
Sebenarnya terdapat peran penting yang dapat dilakukan perempuan dalam berpolitik diluar kekuasaan. Perempuan dapat bergabung dengan komunitas dan organisasi yang memperjuangkan hak perempuan, meskipun begitu bukan berarti bersikap pesimis atau tidak mengikuti kontestasi pemilihan, namun sambil menyempurnakan sistem, perempuan dapat ikut mendampingi dan mengusulkan kebijakan kepada legislator.Â
Ditataran masyarakat perempuan dapat menghimpun kekuatan dengan mencari dukungan dari perempuan lainnya yang peduli terhadap nasib dan kemajuan perempuan.
Aktor-aktor politik perempuan diluar kekuasaan perlu diperkuat dan egosentris pribadi harus dilunturkan, pemberdayaan internal organisasi harus terus menjadi agenda utama.
Namun jangan lupa juga untuk memberdayakan masyarakat dan merespon terhadap perubahan-perubahan aturan serta pengawasan terhadap kebijakan, selain itu komunitas perempuan dapat meningkatkan kesadaran berpolitik dengan melakukan kampanye intensif di dunia maya dan di dunia nyata.Â
Penyelenggaraan pendidikan politik pun dapat dilakukan melalui seminar-seminar gratis. Dengan begitu dengan diperkuatnya peran perempuan sidalan dan diluar kekuasaan diharapkan kolaborasi pun terjalin untuk mewujudkan sistem yang adil.
Disisi lain, gerakan perempuan memiliki peranan penting dalam melakukan counter terhadap narasi-narasi negatif yang sering dicuatkan kalangan sebagian agamawan tradisionalis mengenai peran perempuan dan pandangan perempuan diranah public yang selalu menimbulkan kontroversi.Â
Hal ini  yang mereka anggap seolah-olah ingin memberikan kebaikan kepada perempuan, namun justru dinilai dianggap sebagai sebuah tindakan diskriminatif dan merupakan kemunduran berpikir. benturan pemikiran yang terjadi di masyarakat antara kalangan konservatif dan modernis seyogyanya harus dapat diseimbangkan atau bahkan discounter oleh komunitas-komunitas dan gerakan perempuan
Ahirnya urgensi perempuan berpolitik tidak hanya dapat dilakukan didalam pemerintahan, namun yang terpenting adalah bagaimana keuntungan dari sistem yang memihak terhadap perempuan dapat dilaksanakan.Â