Berbicara tentang bangsa dan negara Indonesia rasanya tidak akan bisa lepas dari sejarah proses berdirinya NKRI, salah satunya adalah proses dan dinamika dikukuhkannya Pancasila sebagai dasar negara melalui perdebatan panjang para tokoh pendiri bangsa dalam sidang BPUPKI.Â
Sama seperti mengangkat para menteri banyak pertimbangan dalam menentukan kepanitiaan BPUPKI, dengan tujuan merangkul kepentingan bersama, Â perwakilan suku, agama dan etnis pun ditentukan. Dalam benak mayoritas bangsa Indonesia ada beberapa nama yang selalu diingat sebagai tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Ir Soekarno dan Moch Hatta dari kalangan nasionalis A.A Marawis, Agus Salim dan Wahid Hasyim dari kalangan tokoh agama.
Pertanyaannya mengapa hanya segelintir nama yang notabene memiliki suku Jawa dan Minang saja yang diangkat dalam sejarah dan diingat sebagai tokoh pendiri bangsa, padahal jumlah anggota BPUPKI ada 67 orang. Apakah hal ini disengaja atau hanya untuk mempermudah masyarakat mengingat sejarah. Padahal faktanya komposisi suku, etnis dan egama dalam BPUPKI sangatlah beragam.Â
Mengutip dari tirto.id komposisi suku Jawa dalam BPUPKI sebanyak 40 orang, suku Sunda 7 orang, etnis Tionghoa 4 orang, Suku Minangkabau 2 orang, suku Madura 2 orang dan suku Batak, Lampung, Minahasa, dan etnis Arab masing2 1 orang. Salah satu tokoh Sunda yang menjadi anggota BPUPKI yaitu pakar hukum asal Purwakarta yakni Soelaeman effendi kusumaatmaja sekaligus menjadi ketua Mahkamah Agung Indonesia pertamaÂ
Dalam kontestasi kepemimpinan nasional, terdapat stereotip yang sudah umum dianut oleh masyarakat, yakni pemimpin Indonesia harus berasal dari suku jawa. Dan memang harus diakui dan menjadi fakta bahwa sejak NKRI merdeka deretan presiden yang pernah menjabat dan bertahan lama berasal dari suku Jawa kecuali BJ Habibi. Pertanyaan lain pun muncul mengapa tidak pernah ada suku Sunda yang menjadi orang nomor satu dalam kepemimpinan nasional bahkan hanya segelintir orang yang duduk di pemerintahan pusat.
Sebenarnya bukanlah hal yang baru bahwa suku Sunda tidak duduk dalam pemerintahan,menurut budayawan Sunda Ajip Rosidi sejak zaman dahulu dari tahun 1913 banyak orang Sunda yang menyayangkan tentang jabatan tanah Pasundan yang diisi oleh orang-orang yang berasal dari suku lain. Dan kondisinya pun sampai saat ini tidak terlalu jauh berubah.
Kursi-kursi di parlemen untuk daerah pemilihan Jabar banyak yang tidak diisi oleh orang Jabar sendiri. Contohnya Primus Yustisio, Tommy Kurniawan, Nico Siahaan dan Fadli Zon. Selain nama-nama tersebut terdapat sejumlah nama lain yang bukan berasal dari Jawa Barat namun menjadi anggota legislatif di wilayah Jabar
Berdasarkan hasil penelusuran penulis sebenarnya dapat disimpulkan 2 hal, pertama tanggapan mengenai orang Sunda yang tidak pernah menjadi number one dan tidak ada dalam proses pendirian negara. Faktanya adalah terdapat satu tokoh Sunda yang pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia setara presiden yakni Syarifuddin Prawiranegara, yang menjadi pemimpin pemerintahan darurat republik Indonesia atau PDRI yang ditunjuk Soekarno.
Namun nama beliau tidak dikenang dan diakui sebagai salah satu presiden republik Indonesia, juga ada sejumlah nama yang ikut berjuang dalam kepanitiaan BPUPKI dan PPKI yaitu Soelaeman effendi dan Otto Iskandar Dinata namun lagi-lagi nama tersebut kurang terangkat sebagai tokoh nasional dari tanah Pajajaran bahkan foto-foto beliau pun jarang dipampang di museum dan bandara sebagai tokoh kebanggaan Sunda.
Pada ahirnya sudah menjadi kewajiban bagi kita sebagai orang Sunda untuk lebih melek literasi dan mengenal sejarah sendiri serta mengenalkan dan menceritakan nya kepada anak cucu kita, supaya generasi penerus bangsa dapat menjadikannya sebagai motivasi dan juga ikut membanggakan dan memperkenalkan tokoh Sunda kepada sesama orang Sunda.
#oemarwirahadikusuma