Mohon tunggu...
VinaDewi
VinaDewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi di Provinsi NTB, Diduga Pernikahan Dini Menjadi Penyebabnya

26 November 2023   10:00 Diperbarui: 26 November 2023   10:01 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu provinsi dengan angka kematian ibu tertinggi di Indonesia pada tahun 2022. Tak hanya itu, NTB juga menempati posisi sepuluh besar provinsi dengan angka kematian bayi tertinggi. Hasil longform SP 2020-2022 menunjukkan terdapat 257 kasus kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dan 24 kasus kematian bayi per 1000 kelahiran hidup  di NTB. Jumlah kasus tersebut masih sangat jauh melampaui jumlah maksimum kasus yang menjadi capaian target nasional. Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo mengungkapkan bahwa tingginya angka kematian ibu dan anak dapat disebabkan oleh pernikahan dini. Dengan begitu, maraknya praktik pernikahan dini di NTB dapat menjadi salah satu penyebab tingginya kasus kematian ibu dan bayi di NTB.

Berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama Kota Mataram, pada tahun 2022 terdapat 710 kasus dispensasi nikah di Provinsi NTB. Jumlah kasus tersebut diklaim masih tinggi dan itu terbukti dari data Badan Pusat Statistik bahwa pada tahun 2022 NTB merupakan provinsi dengan persentase pernikahan anak usia kurang dari 15 tahun terbanyak, yaitu sebesar 4.62 persen dan berada di urutan kedua terbesar dengan persentase kasus anak yang menikah di usia 16-18 tahun, yaitu sebesar 26.12 persen. 

Penelitian yang dilakukan oleh Rosyidah dan Fajriyah di tahun 2012 dengan melakukan wawancara mendalam pada beberapa masyarakat NTB mengungkap sudut pandang pelaku pernikahan dini NTB terkait pernikahan dini yang mereka lakukan. Pelaku pernikahan dini di NTB menganggap bahwa usia tidak menjamin kedewasaan seseorang. Mereka memandang kedewasaan melalui kemampuan memperoleh uang bagi laki-laki dan kemampuan melakukan  pekerjaan rumah bagi perempuan. Selain itu, hal yang menarik adalah bagi sebagian masyarakat NTB, perkawinan anak bukanlah persoalan yang mengkhawatirkan karena mereka menganggap perkawinan adalah sebuah takdir dan bagian dari siklus hidup manusia yang tidak bisa dihindari. Meskipun penelitian tersebut sudah dilakukan pada 10 tahun yang lalu, namun data menunjukkan penurunan kasus pernikahan dini di NTB pada 10 tahun terakhir hanya sebesar 2,4 persen pada usia kawin kurang dari 15 tahun dan 10,41 persen pada usia kawin pertama 16-18 tahun. Penurunan tersebut dapat menunjukkan bahwa sudut pandang tersebut masih ada pada beberapa masyarakat di NTB. 

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah NTB untuk mencegah terjadinya pernikahan dini, salah satunya adalah mensosialisasikan Perda No.5 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Perkawinan Anak pada seluruh perangkat Desa dan jajarannya serta institusi pendidikan dan sektor lainnya. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat juga secara aktif mendorong Pemda Kabupaten/Kota untuk menggagas terbentuknya LPAD (Lembaga Perlindungan Anak Desa) dan KPAD (Komisi Perlindungan Anak Daerah) serta Forum Anak di setiap desa sebagai wadah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Salah satu upaya lainnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah NTB untuk menekan jumlah kasus pernikahan dini yang terjadi di NTB adalah berkolaborasi dan bersinergi dengan berbagai pihak seperti untuk memberikan penyuluhan atau edukasi kepada masyarakat, misalnya saja pemerintah dapat mengadakan sosialisasi mengenai bahaya pernikahan dini yang materinya disampaikan oleh tokoh-tokoh yang disegani ataupun yang diminati oleh masyarakat dengan dampingan para ahli sehingga banyak masyarakat yang tertarik untuk hadir. 

Permasalahan pernikahan dini merupakan permasalahan yang komprehensif atau dapat dilihat dari berbagai sisi secara menyeluruh sehingga pemerintah seharusnya tidak hanya melakukan sosialisasi atau edukasi masyarakat saja, namun juga perlu memperhatikan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi keputusan melakukan pernikahan dini di luar mengenai pengetahuan, seperti melakukan pembangunan pelayanan kesehatan, memberikan insentif kepada masyarakat untuk memajukan UMKM, ataupun upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat lainnya sehingga pembentukan pola pikir masyarakat diiringi dengan peningkatan sarana dan prasarana yang memadai. Dengan begitu, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat hadir dan program-program yang digalakkan oleh pemerintah menjadi terlaksana sehingga target tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun