Mohon tunggu...
Vina Agustin
Vina Agustin Mohon Tunggu... Psikolog - mahasiswa psikologi

mahasiswa psikologi UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengelola Konflik Etika dalam Konseling Pasangan: Tantangan bagi Seorang Psikolog

9 November 2023   21:40 Diperbarui: 9 November 2023   21:47 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pasangan atau keluarga sering kali dilibtkan dalam suatu kondisi dinamika yang rumit seperti saat konseling psikologi dan hal tersebut tentu melibatkan perhatian yang khusus terhadap etika bagi seorang psikolog tersendiri. Seorang psikolog tentu saja harus menjaga sebuah integritas etika dalam memberikan layanan konseling maupun psikoterapi kepada pasien yang harus melibatkan keluarga atau pasangan. Jika merujuk pada Kode Etik Psikologi Indonesia, akan banyak sekali isu-isu etika yang harus diperhatikan oleh Psikolog dalam proses konseling pasangan.

Bagi seorang psikolog konseling maupun psikoterapi yang harus melibatkan pasangan atau keluarga adalah tugas yang kompleks. Sebelumnya, psikolog harus sudah memahami peran dan hubungan antara individu yang terlibat dengan kliennya. Selain itu, psikolog harus menjaga kerahasiaan dan sebisa mungkin harus meghindari konflik etika yang mungkin akan muncul. Semua hal harus memerhatikan tiap-tiap indikator dan menghormati azas kesediaan dan persetujuan tertulis dari klien sebelum proses konseling dimulai. Azas kesediaan biasa disebut dengan informed consent merupakan langkah awal yang sangat penting dalam menjalani konseling psikologi. Dalam pasal 74 dari Kode Etik Psikologi Indonesia memntingkan memperoleh persetujuan tertulis dari klien setelah memberikan informasi yang signifikan.

Ketika memasuki proses konseling yang melibatkan pasangan atau keluarga, bisa jadi akan muncul konflik etika yang rumit. Misalnya, ketika psikolog harus bertindak dalam peran yang bertentangan seperti menjadi terapis keluarga atau menjadi saksi dalam kasus perceraian. Nah, pada kasus tersebut psikolog perlu mengambil langkah-langkah yang tepat sesuai dengan kode etik Psikologi.

Konseling psikologi dalam konteks pasangan atau keluarga dapat menjadi tantangan etika yang signifikan karena berinteraksi dengan beberapa individu yang memiliki kepentingan yang berbeda dan kompleksitas hubungan yang rumit. Namun, dengan mematuhi Kode Etik Psikologi Indonesia, yang menetapkan pedoman etika yang ketat untuk praktisi psikologi, dan memastikan adanya persetujuan tertulis yang sesuai dari semua pihak yang terlibat, seorang psikolog dapat mengatasi konflik etika yang mungkin muncul selama proses konseling.

Keberhasilan dalam mengelola konflik etika menjadi kunci penting dalam memastikan kesejahteraan klien dan menjaga standar profesionalisme dalam praktik psikologi. Dengan mematuhi kode etik, seorang psikolog dapat menjaga kerahasiaan informasi klien, menghindari konflik kepentingan, dan menjaga objektivitas dalam memberikan layanan. Selain itu, persetujuan tertulis yang tepat dari semua pihak yang terlibat dalam konseling pasangan atau keluarga membantu memastikan bahwa setiap individu telah memberikan izin dengan sadar untuk berpartisipasi dalam proses konseling, yang pada gilirannya mengurangi risiko konflik etika.

Mengatasi konflik etika dalam praktik konseling pasangan atau keluarga juga melibatkan kemampuan psikolog untuk berkomunikasi dengan jelas dan terbuka dengan semua pihak yang terlibat. Hal ini dapat mencakup menjelaskan batasan peran dan kewajiban, serta memberikan edukasi kepada klien tentang proses konseling dan hak-hak mereka. Dengan demikian, seorang psikolog dapat menciptakan lingkungan yang aman dan terpercaya di mana klien merasa didengar dan dihormati. Keberhasilan dalam mengelola konflik etika adalah esensial untuk menjaga integritas profesi psikologi dan memberikan layanan yang bermutu kepada klien. Ini juga membantu memastikan bahwa kesejahteraan klien tetap menjadi prioritas utama dalam praktik psikologi, sambil memastikan bahwa praktisi mematuhi prinsip-prinsip etika yang kuat (Indonesia, 2010).

Referensi

Indonesia, H. P. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun