Sedari tadi aku duduk dan berhadapan didepan laptop. Entah apa yang ingin aku tuangkan dalam kalimat agar menjadi paragraph, aku pun masih bingung. Rasanya berat sekali jari ini untuk menari diatas keyboard menciptakan kalimat.
Aku ingin bercerita tentang sedikit perasaan, bagaimana bisa terus menyimpan rasa pada orang yang notabe nya bukan siapa-siapa. Bahkan sulit untuk dapat berbincang, kalau pun berbincang hanya tercipta lima baris obrolan. Lalu sekarang, hanya menjadi penonton story disalah satu akun medsosnya. Jari sering kali nakal ingin mereply, tapi keberanian yang aku punya sangat minim. Payah.
Berterima kasih sudah diberi kesempatan sempat dekat, walaupun singkat. Terima kasih juga sudah pernah mengantarkan pulang dan berbagi cerita saat perjalanan dari sekolah ke rumah, aku terhibur juga senang.Â
Kalau diingat lagi rasanya lucu, dekat hingga akhirnya menjadi dua orang yang saling diam. Ingin tahu? Sejak awal tidak ada harapan dihati untuk bisa berbincang dengannya. Aku melihat dirinya seperti batu es, dingin. Tapi seperti ada mantra ajaib saat itu, kami dekat dan akrab.Â
Jangan beritahu padanya, ya, kalau aku menuliskan sedikit cerita tentang aku dan dia. Percayalah membentuk semua kalimat ini dibutuhkan keberanian, bagaimana kalau suatu saat artikel ini sampai padanya? Semakin jauh lah jarak kami. Jangan beri tahu juga, ya, kalau terkadang aku suka membaca history chat saat masih bersama.
Sepertinya cukup, aku kehabisan kata-kata, sebab kami tak pernah jumpa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H