Mohon tunggu...
Vilya Lakstian
Vilya Lakstian Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penulis adalah Dosen Linguistik di Jurusan Sastra Inggris dan Pusat Pengembangan Bahasa IAIN Surakarta, Akademi Bahasa Asing Harapan Bangsa, dan International Hospitality Center. Selain mengajar mahasiswa, dia juga mengajar untuk staff hotel, pelayaran, dan pramugari. Penulis adalah lulusan Pascasarjana Prodi Linguistik Deskriptif di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Sarjana Sastra Inggris konsentrasi Linguistik di IAIN Surakarta. Penulis aktif dalam penelitian dan kajian sosial. Penulis juga sering menulis untuk media massa, dan penelitian untuk jurnal. Dalam berbagai kajian bahasa yang telah dilakukannya, linguistik sistemik fungsional menjadi topik yang sering dibahas dan dikembangkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasar Gedhe di Tengah Gedung-Gedung Tinggi Kota Solo

1 Desember 2014   22:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:19 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tengah ramainya pusat kota Solo,pasar tradisional seperti Pasar Gedhe memberikan keunikan tersendiri. Kota ini sekarang mulai dipenuhi gedung-gedung tinggi. Berbagai gedung tersebut berkontribusi dalam mengembangkan kota Solo sebagai kota wisata dan bisnis. Dibalik kehidupan modern tersebut, pasar tradisional juga menjadi ikon Kota Solo. Pemerintah kota mempopulerkan konsep Solo Masa Kini, Solo Masa Lalu.konsep ini memiliki makna yang luas. Saya merasakannya, apalagi ketika melakukan penelitian keragaman pada kantung-kantung bahasa, salah satunya adalah di Pasar Gedhe. Pasar ini punya nilai yang sangat mengesankan, hingga pada membentuk perkembangan kota yang pesat.

Penelitian yang saya lakukan adalah tentang dialektologi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan deskripsi keberagaman dalam sudut pandang bahasa yang ada di wilayah tersebut. Tentu hal ini dihubungkan dengan sejarah dan kondisi sosial di sana. Waktu itu saya, bersama tim, mendaftar sekitar 250 kosa kata bahasa indonesia. Lalu penelitian kami lakukan dengan menunjukkan gambar dan gerak agar informan menyebutkan kata yang sesuai dalam bahasa jawa. Penelitian dilakukan menyebar, hingga kami menemukan keberagaman yang harmonis. Terdapat warga Jawa asli (usia tua dan muda), pendatang, dan tionghoa. Kami menemukan fakta bahwa mereka semua sangat fasih dalam bahasa jawa. Warga pendatang (tidak turun temurun lahir di Solo) dan tionghoa hingga dapat mengungkapkan kata sampai tingkat bahasa Jawa Krama.

Hasil Temuan Penelitian

Perbedaan dialek yang kami temukan dalam penelitian ini hanya sedikit, tidak sampai 20 persen. Ditelusuri dari sejarahnya, Pasar Gedhe menjadi perhatian oleh Raja, hingga diposisikan dekat dengan Keraton Kasunanan. Sungai kecil yang ada di dekat lokasi berperan penting dalam distribusi barang di pasar tersebut saat itu. Bahkan selain Keraton, Belanda juga akhirnya mendirikan Benteng Vastenburg untuk memantau aktivitas pasar.

Dari hasil penelitian yang saya lakukan bersama tim, kami menemukan hal yang menarik disini. Dengan berbagai kesibukan di kota, pasar tradisional menampilkan sebuah wadah interaktif rakyat. Hal ini berkebalikan dengan kehidupan kota modern yang cenderung "vertikal", tersekat oleh dinding-dinding yang tinggi dan kuat. Aktivitas pasar tradisional, khususnya Pasar Gedhe, menciptakan kehidupan sosial yang harmonis. Harga yang murah,produk yang segar,dan keramahan membuat pasar jadi tempat yang cocok untuk segala lapisan masyarakat. Mengapa mereka semua berbahasa jawa dengan baik? Aktivitas di pasar ikut berperan dalam melestarikan bahasa. Mereka dihadapkan pada aktivitas bahasa secara verbal yang lestari lintas generasi. Kami juga menemukan data dari informan, sesepuh yang berpengaruh dan penting dalam komunitas Tionghoa,bahwa dahulu, Raja mempersilahkan petinggi komunitas Tionghoa untuk ikut dalam pengelolaan pasar. Sebelumnya, mereka semua tinggal di desa atau pinggiran kota. Di dekat pasar ada tempat yang bernama Balong, dikenal sebagai kampung pecinan di Solo. Melalui kegiatan pasar, masyarakat asli, pendatang, dan tionghoa dapat hidup harmonis. Setiap hari libur, saya selalu menyempatkan ke pasar Gedhe untuk membeli makanan-makanan tradisional, dan penjualnya adalah orang tionghoa.

Serba Guna

Masyarakat sekarang suka dengan tempat-tempat yang terintegrasi dengan hiburan.Inovasi yang apik telah terjalin di Pasar Gedhe. Pasar ini telah berevolusi menjadi pertemuan lintas generasi, sehingga telah diakui sebagai ikon, sumber nutrisi rakyat,hiburan, hingga social sphere.

Pasar Gedhe saat ini sudah lebih dari sekedar sumber daya ekonomi. Ada banyak event terlaksana di sini. Setiap tahun ada Festival Musik Solo City Jazz. Biasanya pre-event dilakukan dengan manggung di Pasar Gedhe. "Musik e apik. Seneng!", kata Minah, salah satu penjual yang saya tanya waktu acara berlangsung. Selain pre-event Solo City Jazz,masih ada Festival Lampion, hingga acara-acara menarik lainnya saat menjelang 17 agustus.

Seperti itulah Pasar Gedhe dewasa ini. Banyak kemajuan yang terjadi, apalagi setelah pernah dipimpin oleh seorang putra Solo yang saat ini telah menjadi presiden kita. Beliau juga seseorang yang mempelopori majunya kembali pasar tradisional sebagai potensi rakyat dalam membangun kemajuan perekonomian negara. Pasar tradisional adalah tempat yang paling mudah diterima rakyat. Pasar telah dikenal sebagai motor penggerak perekonomian berbasis kerakyatan ditengah keberadaan pasar modern sebagai pemuas hedonisme yang konsumtif dan boros.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun