Mohon tunggu...
Vilya Lakstian
Vilya Lakstian Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penulis adalah Dosen Linguistik di Jurusan Sastra Inggris dan Pusat Pengembangan Bahasa IAIN Surakarta, Akademi Bahasa Asing Harapan Bangsa, dan International Hospitality Center. Selain mengajar mahasiswa, dia juga mengajar untuk staff hotel, pelayaran, dan pramugari. Penulis adalah lulusan Pascasarjana Prodi Linguistik Deskriptif di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Sarjana Sastra Inggris konsentrasi Linguistik di IAIN Surakarta. Penulis aktif dalam penelitian dan kajian sosial. Penulis juga sering menulis untuk media massa, dan penelitian untuk jurnal. Dalam berbagai kajian bahasa yang telah dilakukannya, linguistik sistemik fungsional menjadi topik yang sering dibahas dan dikembangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Laut yang Tak Pernah Serakah, Tetapi Selalu Memberi

17 Februari 2016   13:19 Diperbarui: 17 Februari 2016   14:08 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pameran Hari Pers Nasional 2016: "Pers, Maritim, dan Kesejahteran Rakyat" di Monumen Pers Nasional. Solo, 10-16 Februari 2016"][/caption]

Filosofi kelautan mengajarkan kita untuk memiliki wawasan terbuka, cerdas, dan bersahabat. Mengapa? Laut, dalam perjalanannya, menghubungkan manusia. Dengan laut, kita semua saling mengenal; tidak hanya antar daratan, tetapi juga antar benua yang terpisah bermil-mil jauhnya dengan karakteristik dan keistimewaan yang berbeda-beda. Selain itu di dalamnya adalah karunia Tuhan baik keindahan maupun kesejahteraan untuk manusia. Ini mengajarkan manusia untuk selalu bersyukur atas rahmat Tuhan.

Sebuah ayat dari Al-Quran yang dikutip oleh Mayor Laut (kh) Ischan Sadjadi dalam tulisannya yang berjudul “Laut dan Bangsa Indonesia”, seperti yang tampak pada foto utama tersebut, dapat menjadi rangkuman dari pameran Hari Pers Nasional 2016 yang di selenggarakan oleh Monumen Pers Nasional Surakarta 10-16 Februari 2016.

Monumen Pers Nasional (MPN) adalah aset yang berharga yang pernah dimiliki oleh Kota Surakarta dan Indonesia. MPN dikenal sebagai pusatnya dokumentasi dan segala hal yang dibutuhkan untuk perkembangan pers Indonesia. Kali ini, MPN turut mengangkat “Pers, Maritim, dan Kesejahteran Rakyat” seperti tema Hari Pers Nasional (HPN) 2016 yang dipusatkan di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Memasuki pameran MPN, pengunjung akan melihat sebuah alat peraga perahu yang sederhana tetapi kreatif mendukung tema HPN. Helaian kain mampu memvisualisasikan lautan bersama sebuah perahu dengan bendera Indonesia. MPN menampilkan berbagai artikel, opini dan foto terkait kemartiman. Pers telah berkontribusi aktif dalam menyuguhkan keunggulan Indonesia sebagai negara maritim sejak lama. Sajian pameran diambil dari hasil digitasi MPN dengan mengambil berbagai tulisan yang berhubungan dengan tema HPN tersebut.

Disajikan dalam alat peraga di kedua sisi ruang pameran, publikasi tertua adalah artikel dari Majalah Merdeka Edisi 6 di Bulan Indonesia Merdeka dengan judul “Ke arah Angkatan Laoet Koeat” (1946).  Sebuah artikel berjudul “Phinisi Nusantara Antara Mitos dan Realitas” dari Majalah Cakrawala no 341 April-Mei 1995 membuktikan kebesaran Indonesia dalam mengarungi samudera dengan kapal kebesaran Nusantara, Phinisi, menuju Benua Amerika selama 2 bulan.

Pameran ini menunjukkan pentingnya pers sebagai bagian dari pendokumentasian realitas sosial di masyarakat. Tulisan-tulisan itu mampu mencuplik kegiatan dan pemikiran dari masyarakat. Ketika disajikan secara tematik, masyarakat diharapkan menjadi paham apakah seluk-beluk ihwal maritim itu, bagaimana aplikasinya, dan mengapa kita perlu tahu. Hal ini terkait dengan semangat pemerintah mengangkat kemaritiman sebagai kekuatan Indonesia. HPN dapat menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat. Keduanya penting untuk mengetahui perjalanan nusantara yang kuat dengan laut. MPN menampilkan bagaimana potensi kemaritiman dan laut Indonesia sebagai kekuatan nusantara yang telah terdokumentasi dengan baik.

Analogi Kelautan

Kata “pelaut” dalam “Nenek moyangku seorang pelaut”, dianalogikan sebagai pribadi yang kuat. Laut adalah hamparan luas tantangan. Ketika seluruh putra negeri menyuarakan demikan, menunjukkan pendahulu kita telah melewati tantangan-tantangan itu hingga kita ada saat ini. Kita adalah anak dari perjuangan.

Laut. Itulah kehidupan kita, negeri Indonesia. HPN dan MPN mengingatkan untuk menaruh perhatian kita kembali pada laut dimana yang secara alami menghadirkan berkah dan kekuasan Allah yang tumbuh aman dan bersinergi. Tidak seperti di daratan yang banyak dengan pertengkaran, egoisme, dan keserakahan. Persatuan yang terjadi laut selain menunjukkan ketenangan, juga menghadirkan pertahanan yang akan menyadarkan mereka yang berada di daratan.

Peringatan HPN di Pameran MPN yang menampilkan maritim sebagai penggerak sektor pariwisata, kesejahteraan, dan kemajuan roda perekonominan daerah menyadarkan kita bahwa laut selalu memberi, yaitu memberi manfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun