Guru masih dipandang sempit sebagai seseorang yang mengajarkan sesuatu, yaitu umumnya pelajaran,kepada anak didiknya. Padahal, lebih dalam dari itu. Guru adalah satu-satunya orang yang dipercaya mampu membangun bangsa. Guru sekarang harus sadar akan realitas hidup masa kini. Mereka ini adalahpenggerak pendidikan nasional. Lebih dari hanya sekedar pengajar, guru punya posisi yang sangat wibawa pada pembangunan bangsa.
Guru harus bisa menghadapi tantangan masa kini dan yang akan datang. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mengikuti perkembangan mutakhir. Tumbuhnya perguruan tinggi dengan prodi pendidikan perlu untuk dibarengi dengan kesadaran mencerdasan bangsa. Tidak hanya untuk mencari pekerjaan.
Belajar Dimanapun Berada
Menjadi seorang guru berarti menjadi pribadi yang lebih peka. Guru adalah profesi yang bergerak di sektor pendidikan. Ini artinya, mereka terlibat dalam lingkungan ilmu pengetahuan. Mengapa mereka harus peka? Hal ini sama dengan sifat pengetahuan itu sendiri, yaitu selalu berkembang. Maka, belajar itu tidak hanya ditujukan kepada para siswa, tetapi juga tetap menjadi kewajiban guru. Lulusan dari dunia pendidikan harus berkiprah di masyarakat. Inilah kenyataan itu. Profesionalitas guru ditantang untuk menghadapi kenyataan ini. Anies Baswedan pernah mengutarakan konsep "A Life Long Education Learners" dalam acara International Conference on Alignment of Education and Job Market di IPB. Konsep ini benar dan sesuai dengan topik dalam artikel ini. Singkatnya, proses belajar itu abadi. Selama manusia dianugrahi akal yang paling mulia dari mahkluk Tuhan yang lain, proses berpikir harus tetap abadi. Setiap hari kita dihadapkan pada realitas yang beragam. Semua itu tetap lah pelajaran. Hal ini juga yang menjadi latar belakang kurikulum 2013 yang tematik itu. Pembelajaran dilakukan pada suatu tema yang saling terintegrasi. Seperti itu lah pengetahuan, tidak pernah ada putusnya. Anies Baswedan juga mengatakan pada forum itu bahwa tantangan dalam dunia pendidikan adalah perubahan zaman meliputi teknologi dan pengetahuan.
Tanggal 25 November ini adalah Hari Guru Nasional yang telah ditetapkan oleh Keputusan Presiden nomor 78 tahun 1994. Kita semua adalah pribadi yang sedang belajar, tidak hanya murid tetapi juga guru, bersama dalam lingkungan pengetahuan. Keduanya harus dapat bersinergi. Murid mengerti banyak hal dan fenomena dalam ilmu pengetahuan dari guru. Sebaliknya, guru mengerti lebih banyak dari murid tentang realitas masa kini. Cultural lag yang mungkin terjadi diantaranya akan dinetralkan oleh ilmu pengetahuan yang membawa hidup manusia yang mulia.
Sekolah sebagai Pusat Pengetahuan
Momen hari guru nasional ini menjadi saat yang tepat untuk mengingat kembali esensi dari keberadaan sekolah sebagai pusat pengetahuan. Sekolah bukan lah tempat penitipan anak. Guru bukan seperti seorang pembantu. Hal ini sebaiknya dipahami juga oleh orang tua, bahwa anak-anak mereka disekolahkan untuk mendapat ilmu. Perlu dukungan dari orang tua untuk menangkap gagasan ini secara internalized.Bukan berarti bahwa belajar hanya dari sekolah. Malah sebetulnya harus di lanjutkan, misalnya di rumah atau lingkungan.
Kiran Sethi dalam seminarnya di TED menyampaikan tentang pentingnya pendidikan untuk merangsang siswa agar merasakan kesadaran (aware) akan kenyataan di hadapannya, mampua (enable) menghadapinya, dandiakui berperan besar (empower) sebagaigenerasi bangsa. Anak-anak didiknya dikenal cerdas dan kreatif, hingga mereka sampai bisa mengajari orang tuanya yang masih buta huruf di pemukiman miskin di India. Kita tidak akan bisa membaca, menulis, dan menghitung tanpa bantuan guru waktu kecil. Kita tidak bisa meniti karir dengan pengetahuan kosong tanpa kehadiran kita saat kegiatan belajar di sekolah. Sekolah merupakan suatu laboratorium investigasi untuk mengidentifikasi permasalahan di sekitar kita.
Saya yakin ketika semuanya mampu bersinergi, guru akan lebih dari sekedar tenaga pengajar, tetapi juga panutan sebagai seseorang yang berpendidikan. Kemampuan berpidato yang ditujukan oleh Cokroaminoto membuat Sukarno belajar akan pentingnya seni retorika. Sukarno melihat kemampuan seni berbicara ini sebagai cara ampuh untuk memotivasi rakyat yang saat itu masih dalam belenggu penjajah. Beliau mengembangkan penggunaan intonasi untuk menekankan esensi dari pidato. Di waktu yang berbeda,Cokroaminoto memberanikan diri menembus dampak letusan Gunung Kelud saat itu untuk hadir di hadapan Sukarno memastikannya selamat dari bencana alam itu. Beliau yakin bahwa pemuda ini kelak akan dibutuhkan bangsa. Akhirnya, kita semua tahu siapakah seorang yang bernama Sukarno. Sedikit cerita ini menunjukkan bahwa jangan ada batas antara guru dan murid. Keduanya saling belajar, dan keduanya juga saling berkembang.
Membangun Manusia Indonesia yang Cerdas
Lalu, bagaimana tentang konteks dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih luas? Mari kita hubungan pada arti ilmu itu. Menurut Suriasumantri (1984), ilmu adalah cabang pengetahuan yang mencoba menyingkap rahasia alam serta isinya. Pengetahuan dilakukan sebagai objek tertentu yang kita ketahui. Yang kita ketahui adalah apa saja yang di hadapan kita. Untuk melengkapi pengetahuan, kita melewatiproses yang disebut belajar. Proses belajar membawa kita dalam menilai mana yang baik dan buruk (etika),benar dan salah (logika), indah dan jelek (estetika).
Seluruh warga negara Indonesia wajib untuk sekolah. Oleh karena itu, kita semua tergabung dalam masyarakat ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan cara untuk melibatkan peserta pendidikan dalam upaya pembangunan yang menyeluruh. Dalam perkembangannya, mereka menghadapi realitas ekonomi,politik,sosial, dan budaya. Indonesia saat ini sedang berusaha untuk membangun manusia Indonesia yang kuat dan cerdas. Kementerian Pendidikan Dasar bersama dengan Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi hadir untuk memperkuat posisi sektor pendidikan dalam pembangunan bangsa.
Berbicara banyak tentang peran pendidikan, saya tertarik juga untuk menghubungkannya dengan konsep segitiga oleh Nimpoeno (dalam Frieda et al, 1984: 155). Segitiga itu menggambarkan hubungan pembangunan nasional - manusia Indonesia - kebudayaan nasional. Ketiganya saling berputar. Pembangunan nasional terbentuk dari peran setiap manusia Indonesia. Manusia Indonesia yang cerdas berkontribusi dalam membangun kemajuan negaranya. Kita bisa lihat negara-negara yang maju itu memiliki tingkat pendidikan yang mengesankan. Ketika manusia-manusia ini telah bersatu dalam berbagai kenyataan pada pembangunan bangsa, terciptalah kebudayaan nasional. Tampaklah bahwa peradaban yang cerdas, bersama ilmu pengetahuan yang luhur, menyalurkan akal budi manusia yang mulia. Dari mana kita bisa memulainya? Mulailah dari tempat kita bertemu teman-teman, membaca banyak buku, melakukan eksperimen, hingga mengikuti upacara rutin setiap Senin. Ya. Semua itu kita temukan di sekolah anak-anak kita.
Vilya Lakstian Catra Mulia
Dosen di Institut Agama Islam Negeri Surakarta
Pascasarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H