Konsisitensi Presiden Jokowi dalam usaha membenahi kondisi Sepakbola Indonesia,akan di uji dan akan terus kita awasi sampai selesai Kongres Luar Biasa PSSI yang di rencanakan pada bulan Oktober 2016.Di susunan ke penitiaan KLB masih terdapat nama Agum Gumelar,Nama yang dulu juga ikut terlibat di saat KLB di solo pada tanggal 9 Juli 2011,menghasilkan ketidak nyamanan para pengurus yang terpilih di saat itu memimpin PSSI.
KLB PSSI di Solo akhirnya memilih Djohar Arifin Husin sebagai Ketua Umum,  Farid Rahman sebagai Wakil Ketua Umum, dan sembilan Anggota Komite Eksekutif PSSI, yakni  Sihar Sitorus; Mawardi Nurdin; Widodo Santoso; Bob Hippy; Tonny Aprilani; Erwin Dwi Budiman; Roberto Rouw; La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Saudari Tutty Dau.
Namun apa yang perlu di ingat dan harus selalu di ingat, adalah dimana ada satu hal penting yang di kemudian hari jadi masalah besar dan pemicu perpecahaan di kalangan Pengurus PSSI.
KLB PSSI di Solo tidak membahas dan menetapkan program kerja PSSI. Karena program kerja PSSI telah dibahas dan ditetapkan dalam Kongres II PSSI, yang diselenggarakan di Bali pada 21-22 Januari 2011.
Apa hubungan nya dengan rencana KLB PSSI pada bulan Oktober 2016 ??,Bisa di katakan ada kemiripan,pertama dimana KLB Oktober 2016,nanti adalah juga merupakan KLB yang sama posisinya dengan KLB Solo tahun 2011. Kedua masa ke pengurusan PSSI tahun 2015 masih tetap eksis,ketika, saat KLB di Solo ada sebuah komite yang bernama Komite Normalisasi,dan pada KLB Oktober 2016 juga ada panitia yang di bentuk oleh hasil Kongres PSSI di Kalimantan. Bedanya kalau Komite Normalisasi di bentuk FIFA,maka ke panitiaan di bentuk oleh PSSI sendiri.
Namun bisa saja dan mungkin akan terjadi lagi dan di kondisikan di KLB Oktober 2016.dimana tidak ada jadwal atau kesempatan untuk membahas program PSSI setelah KLB Oktober 2016,baik itu di sengaja ataupun tidak,sehingga di harapkan bisa jadi senjata lagi, untuk membuat kepengurusan PSSI di recokin lagi seperti masa lalu.
Bukankah masalah utama pemicu ke gaduhan di masa Kepengurusan Djohar Arifin adalah tuntutan dimana  KLB PSSI di Solo berkewajiban menjalankan amanat Kongres II PSSI di Bali seperti diatur dalam Pasal 40 Statuta PSSI.  Kongres adalah forum tertinggi organisasi, yang keputusannya bersifat mengikat dan harus dijalankan oleh pengurus, seperti diatur dalam Pasal 21, 22 dan 34 Statuta PSSI.
Untuk itulah sebaiknya Menegpora,Imam Nahrawi dan staff nya sebaik nya harus fokus  memperhatikan dinamika yang terjadi di KLB PSSI Oktober 2016 nanti,sehingga apa yang sudah di rencanakan dan di dukung oleh Presiden Jokowi dapat berjalan sesuai dengan aturan dan perundang undangan yang berlaku,Jangan ada lagi ruang dan waktu untuk ber "main -main" dengan alasan dan cara apapun,Sehingga apa yang sudah terjadi di KLB Solo adalah sebuah pelajaran yang tidak terulang kembali di kancah sepakbola Indonesia.
Banyak para oknum,manusia manusia yang ber ambisi besar agar bisa ikut dan masuk dalam urusan sepakbola Indonesia,entah itu dengan niat baik atau buruk,tidak lah mudah di deteksi sedari awal. Sebaiknya di KLB Oktober 2016 nanti ada sebuah kesepatakan bahwa semua program program sepakbola Indonesia yang di susun saat Kongres PSSI di Surabaya tahun 215,bisa di revisi atau di tinjau ulang kapan pun jika pengurus menilai hal itu pantas untuk di lakukan.k
Tutup semua celah bagi siapa saja yang punya niat dan rencana menggoyang kepengurusan PSSI setelah KLB Oktober 216, tidak ada lagi KPSI KPSI atau La Nyalla La Nyalla baru yang berambisi kuat mengkudeta dan menduduki pucuk Pimpinan PSSI.
Saya sedari awal ini mengingatkan hal ini, karena ini sangat penting sekali,bukan saja untuk menjaga kewibawaan Kepengurusan hasil KLB Oktober 216,tapi penyakit dan virus virus yang jadi sumber perpecahaan dan perebutan kekuasaan di tubuh PSSI bisa di tutup dan tidak di beri ruang.