Mohon tunggu...
Matheos Viktor Messakh
Matheos Viktor Messakh Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Wartawan dan penulis, tinggal di Leiden (http://matheosmessakh.blogspot.nl/)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Eri Ndun lolos dari sekapan

3 Maret 2014   23:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:16 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KTP fiktif yang dibuatkan untuk Eri. {courtesy eri Ndun]

Eri Ndun termasuk sedikit lebih beruntung dibanding teman-temannya yang berangkat ke Medan di tahun 2013. Ibu satu orang anak ini termasuk dalam rombongan tenaga kerja NTT yang dikirim ke Medan tahun 2013, namun ia kemudian dipulangkan oleh majikannya setelah sebelumnya berusaha melompat dari lantai 4 rumah majikan yang berkebangsaan India di Medan. Berikut ini adalah pengakuan perempuan yang lahir di Pulau Rote pada 8 November 1978 kepada para pekerja LSM dari PIAR NTT dan Rumah Perempuan yang kami sajikan dalam bentuk orang pertama. Sejumlah namapun telah kami samarkan : Bagiamana ia bisa lolos Karena saya sudah tidak sanggup disiksa lagi, maka saya berniat untuk kabur; saya ke lantai empat apartemen dan berniat melompat, namun saya di cegah oleh seorang (kebangsaan India), yang berteriak “jangan, jangan, jangan,…!”. Banyak orang yang melihat kejadian itu, mereka pun mendobrak pintu apartemen, dan orang yang lain melapor ke polisi. Polisi pun datang, saya ditanya mengapa mau melompat. “saya bilang saya sudah tidak tahan berkerja disini karena saya di siksa terus”. Saat itu bos (Mohar) datang, dan tidak mengakuinya. Bahkan Mohar hanya menunjukkan anak buah yang lain berjumlah 6 orang saja. Sedangkan sebenarnya banyak pekerja lain yang disekap di lantai 5. Setelah mendengar keterangan saya dan Mohar, polisi menyuruh saya untuk tinggal dulu di tempat kerja dan berjanji akan datang lagi tanggal 13  Januari 2013. Setelah polisi pulang, Mohar memarahi dan mencaci maki saya dan mengancam saya. Keesokannya, saya dipanggil Mohar dan menunjukkan saya tiket, dan mengancam saya bahwa kalau polisi datang saya harus bilang bahwa tanggal 18 januari saya akan pulang dan sudah ada tiketnya. Setelah itu, Mohar bilang “pulang Kupang jangan lapor polisi, karena gaji kamu saya sudah bayar polisi Rp 25 Juta, jadi jangan lapor polisi kalau tidak kamu yang akan masuk penjara.”

Saat saya akan pulang Kupang, Mohar menyuruh pembantunya untuk membuatkan saya nasi dicampur kecap lalu digoreng. Setelah itu, nasi tersebut dilakukan prosesi seperti berdoa dan mereka mengancam saya harus makan saat sampai bandara. Mohar memberikan saya uang Rp 50 ribu sebagai ongkos pulang sampai Kupang. Saat saya hendak berangkat ke Bandara, teman-teman pekerja yang lain memberitahukan pada saya untuk segera melapor ke Polisi dan pemerintah agar mereka juga dapat dipulangkan ke Kupang karena mengalami penyiksaan juga seperti saya. Bagiaman ia bisa ke Medan Saya datang dari Rote ke Kupang, untuk berkerja. Sesampainya di Kupang, saya menginap di Oesapa Barat. Saat saya di Kupang, saya diajak oleh Ibu ANd (masih family, sepupu) untuk berkerja ke Jakarta. Setahu saya, ibu ANd sering mencari tenaga kerja perempuan untuk diberangkatkan ke luar daerah. Saat itu, Ibu ANd mengajak saya ke rumah Ibu RL di Lasiana karena menurut Ibu ANd, Ibu RL adalah orang yang menyalurkan tenaga kerja ke Jakarta. Sesampainya di rumah Ibu RL (Jumat,27 Februari 2012), kami tidak bertemu dengan Ibu RL karena sedang ke pesta. Kami pun pulang. Sabtu siang, ibu ANd ditelepon ibu RL yang memberitahukan bahwa sudah ada tiket untuk memberangkatkan saya ke Jakarta. Saya dan ibu ANd menemui Ibu RL, namun sesampainya di sana, ibu RL menyarankan saya untuk berkerja ke Medan. Saya pun menolak untuk diberangkatkan ke Medan. Ibu RL bilang “kalau di Medan, kontrak kerja tiga tahun, gajinya Rp 26.000.000. Saya tetap menolaknya. Namun, kemudian ibu RL datang ke rumah dan memarahi orang tua saya, dan mengancam untuk mengganti uang tiket. Karena kami takut, maka kami meng-iya-kan untuk menuruti kemauan ibu RL. Saya pun ke rumah ibu RL, sesampainya di rumahnya, ibu RL melakukan prosesi yang saya tidak tahu apa artinya. Saat itu, ibu RL memberikan saya air putih segelas penuh dicampur kapas dan dipaksa saya untuk minum, setelah itu, membasuh kepala saya dengan air sebanyak tiga kali. Menurutnya, itu penglihatan bahwa kerja saya akan baik di Medan.

KTP fiktif yang dibuatkan untuk Eri. {courtesy eri Ndun]

Setelah itu saya di Foto oleh ibu RL dan hari Senin saya dikasih KTP beralamat Tarus, Kabupaten Kupang.[1] Anehnya di KTP itu disebutkan bahwa janda beranak satu ini “belum menikah.” Senin, saya berangkat ke Medan. Sampai di Medan kami dijemput oleh seseorang dan dibawa ke suatu tempat. Saya ingat nama tempatnya seperti Kuinino. Kami diinapkan pada apartemen lantai satu, namun pintunya di kunci dari luar. Kami diberitahukan untuk tinggal saja di dalam ruangan tersebut, handphone setiap pekerja diambil dan dilarang untuk menghubungi keluarga maupun teman. Setelah itu, saya disodorkan kontrak kerja dan menandatanganinya, tetapi saya tidak membacanya dengan baik karena disuruh cepat-cepat. Setelah itu, saya diberikan pakaian seragam. Namun, tidak pernah diberitahukan tentang gaji. Selama di tempat kerja, saya diberi makan nasi yang dicampur minyak, dan memaksa saya dan teman-teman untuk memakan nasi sampai habis. Selama di tempat kerja, kami disiksa. Saya dan teman-teman dipanggil bukan nama tetapi dipanggil ‘lonte’ dan dicaci maki, dan dipukul oleh pekerja-pekerja lama yang diperintahkan oleh bos kami (Mohar). Setiap kali kami ke WC, persyaratannya harus bernyayi menyebutkan nama Mohar, bahkan ada teman-teman lain yang membuang hajat ditempat karena tidak mampu menahan hajat. Setelah itu kami membersihkan hajat itu. Rambut kamipun digunting hingga botak. Karena saya sudah tidak tahan lagi atas penyiksaan yang saya alami, saya pun berniat untuk pulang. Namun Mohar mengancam saya dan bilang “kamu datang ke sini uangnya sudah di kasih ke Ibu Rebeka”. Setelah itu, saya terus mendapat hinaan dan makian, bahkan sering dipukul oleh pekerja lain. Saya tidak dikasih makan lagi, hanya minum air dan makan ikan tembang busuk. [S] [1] Alamat Eri yang sebenarnya adalah RT/RW.02/01, Kelurahan Oesapa Barat, Kota Kupang – NTT, namun dalam KTP baru yang diberikan ia diberalamat di RT/RW.002/003, Kelurahan Tarus, Kabupaten Kupang – NTT. Menurut Tim PIAR-Rumah Perempuan sesuai ciri fisiknya kemungkinan KTP ini tidak syah secara hukum.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun