Generasi gamer 90an pasti kenal dengan permainan ini. Harvest Moon dikategorikan sebagai permainan RPG meski ada yang berpendapat lebih cocok jika dikategorikan sebagai simulasi. Permainan ini telah dirilis dalam berbagai versi untuk berbagai jenis platform. Bahkan di tahun 2016 telah dirilis versi Harvest Moon yang ditujukan untuk pengguna iOS dan Android.
Harvest Moon adalah sebuah permainan di mana karakter yang dimainkan adalah seorang pemuda (atau pemudi di beberapa versi) yang menjalani profesi sebagai petani. Selain mengurus ladang dan hewan ternaknya, karakter dalam permainan ini juga punya tanggung jawab untuk menjadi seorang warga desa yang baik. Kedekatan hubungan dengan penduduk desa yang lain akan menghasilkan reward bagi karakter utama. Tidak hanya itu, pada sebagian versi Harvest Moon karakter utama bahkan bisa menikah dengan pasangan pilihannya dan mempunyai anak.
Permainan ini memberikan pengalaman yang utuh layaknya seorang petani di sebuah desa. Karakter utama bisa pingsan karena kelelahan, panen bisa gagal karena terkena badai, hewan ternak bisa mati karena penyakit, dan lain sebagainya. Bahkan hal mistis pun ada dalam permainan ini dengan hadirnya dewi panen (Harvest Goddess).
Gameplay permainan ini tergolong simpel dan jauh dari kesan menegangkan. Meski demikian sedikit banyak permainan ini mengajarkan tentang kerja keras, tanggung jawab, manajemen, dan juga kehidupan sosial.
Jika permainan SimCity bisa memberikan inspirasi bagi ibu Walikota Surabaya Tri Rismaharini, lain halnya dengan Harvest Moon. Meskipun permainan ini sangat mengasyikkan dan kehidupan petani desa yang disuguhkan terlihat begitu menyenangkan tidak lantas hal itu menginspirasi pemainnya untuk hidup sebagai petani. Nyatanya akhir-akhir ini muncul berita yang mengatakan Indonesia sedang darurat petani muda, tidak ada regenerasi petani di negara yang dikenal sebagai negara agraris.
Saya rasa tidak hanya Indonesia yang mengalami darurat petani muda. Saya pernah melihat variety show Korea Selatan yang sedang syuting di daerah pedesaan. Penduduk senior di desa itu pun mengatakan bahwa anak-anak muda sekarang lebih memilih untuk bekerja di kota. Mungkin hampir sama ceritanya dengan yang terjadi di Indonesia.Â
Di saat bidang pertanian membutuhkan regenerasi sumber daya manusia, di sisi lain ada beberapa posisi pekerjaan yang mulai tergerus karena implementasi teknologi. Mungkin ini waktunya untuk mengarahkan inovasi berbasis teknologi ke bidang pertanian sebagai salah satu solusi minimnya sumber daya manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H