Mohon tunggu...
VIKTORINUS REMA GARE
VIKTORINUS REMA GARE Mohon Tunggu... Guru - Apa adanya,jujur,bertanggung jawab dan pekerja keras
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pejuang Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menepis Badai (Bagian Kesepuluh)

10 Maret 2021   00:32 Diperbarui: 10 Maret 2021   09:55 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Presentasi Skripsi (Sumber:sg.images.search.yahoo.com)

Bagian Kesepuluh

Hari Bahagia Itu Tiba

"Kurebahkan tubuhku di atas papan, terlelap melepas semua beban dan duka yang selama ini teralami. Kuserahkan pada mimpi dengan sejuta harapan,  tak akan  kembali. Biarlah setelah terjaga, aku memulainya dengan cerita hidup  yang baru".

Hari berganti hari, minggu berganti minggu,bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Semester demi semester terlalui. Tiada terasa  sudah berada di semester akhir, semester delapan.

Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua mahasiswa di semester ini  kian  dekat. Saat-saat seperti ini, sepertinya jantung berdetak lebih cepat dari 100 detik per menit. Andaikan ada stetoskop, besar kemungkinan detak jantungku yang terukur 105 detik per menit sampai 200 detik per menit.


"Waduh..., Takikardia Supraventrikular"

"Semoga, tidak"

"Impuls listrik yang mengkoordonasikan detak jantungku masih berfungsi dengan

  Baik", bisikku dalam hati


Tepatnya hari Jumat tanggal 31 Januari 2003, aku mengikuti ujian skripsi.  Judul skripsi "Analisis Penulisan Angka Penting Melalui Kegiatan Praktikum Pada Siswa SMU Disamakan Frater Makassar" harus ku pertanggungjawabkan di hadapan empat dosen penguji.

Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Pribahasa ini  mungkin untuk saat  belum berlaku pada ku.

Aku melewati ujian skripsi tampa ada kendala apapun. Dosen pengujipun,tidak banyak tanya. Dalam hati kecilku bertanya-tanya


" Apakah sudah begitu meranakah aku dihadapan bapak dan ibu dosen penguji?"

"Sehingga dosen tidak begitu memperdulikan isi skripsiku, padahal jika diteliti isinya

  tidak terlelalu intelek amat "

"atau isinya terlalu ilmiah sehingga tak perlu  diperdebatkan?"

" ahh....,untuk apa dipikirin"

"yang penting aman lancar", senyumku dalam hati.


Setelah melewati proses ujian, saatnya menunggu keputusan tim penguji, apakah aku lulus atau tidak. Ketua Tim Dosen Penguji membacakan hasil ujiannya.

"Pada hari ini, Jumat tanggal tiga puluh satu bulan Januari tahun dua ribu tiga, telah dilaksanakan ujian skripsi atas nama saudara Viktorinus Rema Gare, dengan judul skripsi Analisis Penulisan Angka Penting Melalui Kegiatan Praktikum Pada Siswa SMU Disamakan Frater Makassar, dinyatakan Lulus dengan predikat Yudisium, sangat Memuaskan". "Yang bersangkutan, sejak hari ini berhak menyandang gelar  Sarjana Pendidikan di belakang nama yang bersangkutan". "Demikian berita acara ini untuk diketahui bersama".

Mendengar keputusan itu, semua kawan-kawan yang ikut menghadiri yudisiumku, bergemuruh bertepuk-tangan dan menyalamiku. Dengan mata berkaca-kaca, aku menyalami satu persatu dosen penguji serta kawan-kawanku.

Setelah keluar dari ruangan yudisium, aku bergegas kembali ke kostku. Ingin kusampaikan rasa terima kasihku kepadanya. Banyak kisah duka maupun  suka yang tidak dapat kuuraikan dengan kata-kata, namun kostku mengetahui semuanya. Sudah tak terhitung, berapa volume air mata yang tertumpah, namun kostku tahu secara detail. Andaikan ia adalah wujud bernyawa, pasti ikut bahagia atas keberhasilanku ini.

Dalam keharuan yang terasa, tak sengaja sekelebat bayangan semu tak bersuara kembali hadir dihadapanku. Senyumnya begitu indah, rona kebahagiaan terpampang jelas di raut wajahnya. Ingin ku tenggelamkan wajahku dipelukkannya. Ternyata aku halusinasi. Merindukan hadirnya bapak, ingin ku katakan padanya


"Bapa, inilah mimpimu, janjiku tergenapi"

"Harapanmu, harapan ibu dan cita-citaku terwujudkan"

"Terima kasih, untuk segala pengorbanan dan segala petuahmu",bisikku dalam hati.


Tak terasa air mata berderai  dikedua pipiku. Air mata haru, air mata perjuangan, air mata kebahagiaan.

Jauh di lubuk hati selalu tersimpan rapi kata-kata motivasi bapak sebagai wasiat terindah darinya untukku dipenghujung pengembaraannya di buana raya ini . Tak sadar ku berkata, "terima kasih bapak". "Terima kasih untuk wasiat yang engkau titipkan dalam surat terakhirmu". "Walau kini engkau tiada, namun jiwa, semangat dan perjuanganmu selalu ada di hatiku.

Kurebahkan tubuhku di atas papan, Terlelap melepas semua beban dan duka yang selama ini teralami. Kuserahkan pada mimpi dengan sejuta harapan,  tak akan  kembali. Biarlah setelah terjaga, aku memulainya dengan cerita hidup  yang baru.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun