Para pelajar di Kabupaten Pekalongan saat ini sedang dihadapkan pada euforia sepak bola. Tentu saja sepak bola di tingkat pelajar, bukan sepak bola senior yang masih vakum karena belum kelarnya konflik.Â
Kompetisi yang pertama kali digagas pada tahun 2010 ini bernama LPI atau Liga Pendidikan Indonesia. Tidak mengherankan apabila euforia sepak bola menjangkiti para pelajar ketika ada kompetisi sekelas LPI. Mereka bisa dengan suka cita mendukung kesebelasan sekolahnya, datang ke stadion, menyanyikan yel-yel. Para pelajar juga manusia biasa, yang menyukai sepak bola, olahraga paling populer dan katanya paling merakyat.
Saya yakin, para pelajar ini juga penikmat sepak bola senior, yang sayangnya hasrat itu harus terpendam karena belum adanya kejelasan kompetisi tingkat senior. Maka tidak mengherankan mereka larut dalam sebuah euforia yang terbalut dalam kompetisi yang bertajuk Liga Pendidikan Indonesia.
Akan tetapi euforia itu kelewat berlebihan. Setiap kali ada pertandingan antar sekolah, selalu saja para suporter dari kedua kesebelasan melakukan konvoi layaknya sudah menjadi juara padahal itu hanya pertandingan penyisihan saja. Tidak jarang konvoi tersebut melahirkan percikan-percikan konflik yang berujung pada tawuran antar pelajar.Â
Sungguh ironis memang, ketika ada kompetisi suporter sering tawuran ketika tidak ada kompetisi suporter merengek rengek butuh hiburan. Tidak senior tidak junior.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H