Mohon tunggu...
Vika Mayasari
Vika Mayasari Mohon Tunggu... Insinyur - Eks Peneliti Pertama Bidang Ilmu Tanah, Hidrologi, dan Klimatologi

Penyuka kuliner dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Batu Kota Apel, Masihkah?

5 Oktober 2022   11:00 Diperbarui: 5 Oktober 2022   11:05 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi di Kebun Apel Desa Tulungrejo, Kota Batu, Jawa Timur | Dok Pribadi

Siapa yang tidak mengenal Kota Batu? Kota yang dikenal sebagai penghasil Apel ini, dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang, namun sejak tahun 2001 mengalami pemekaran menjadi Kotamadya Batu. 

Icon Batu Kota Apel memang layak disandang karena sejak jaman penjajahan Belanda, budidaya Apel sudah ada. Apel (Malus Sylvestris Mill) adalah tanaman hortikultura buah dengan iklim Sub Tropis. 

Apel ditanam di Indonesia sejak tahun 1934 saat penjajahan Belanda. Menurut sejarahnya, tanaman ini telah masuk ke Indonesia sejak jaman Belanda, namun secara komersial baru diusahakan sejak tahun 1960 setelah ditemukan sistem pengguguran daun secara buatan dengan cara merompes daun secara manual.

Perkembangan produksi Apel telah memacu berkembangnya agribisnis lainnya seperti pemasok agro input, jasa angkutan, industri olahan dan menjadikan daya tarik tersendiri bagi berkembangnya industri wisata agro di kota Batu. 

Varietas batang atas apel yang telah beradaptasi dan dikenal di pasaran dari Kota Batu saat ini jumlahnya hanya 3 varietas (Rome Beauty, Manalagi, dan Anna). Sedangkan varietas batang bawahnya adalah Manalagi.

Tanaman apel di wilayah Kota Batu ditemukan mulai ketinggian sekitar 900 m dpl (Desa Tlekung Kecamatan Junrejo) hingga sekitar 1900 m dpl (Sumber Brantas), tetapi kawasan sentra produksi utama di wilayah Desa Tulungrejo, Sumbergondo, Bulukerto, dan Bumiaji terletak pada ketinggian sekitar 1000 – 1400 m dpl. 

Desa Tulungrejo merupakan kawasan sentra produksi di ketinggian 1400 – 1250 m dpl yang didominasi apel varietas Manalagi dan Anna. Dibandingkan tanaman apel di kawasan lain, kondisi tanaman di wilayah Tulungrejo relatif lebih baik karena selain memiliki ketinggian tempat lebih tinggi juga tanah untuk usaha tanaman apel didominasi oleh tanah yang kesuburannya lebih baik (Andosol) yang merupakan tanah vulkanik dari Gunung Arjuna.

Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Kementerian Pertanian yang ada di Kota Batu, Jawa Timur, menyebut produktivitas buah apel di wilayah sentra Apel menurun hingga 50 persen. 

Penyebabnya, maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman dan tempat wisata, dan usia pohon apel kian menua. Selain itu serangan jamur akibat dari tingginya kelembaban relatif udara serta suhu yang meningkat menyebabkan penurunan produksi. 

Data produksi 10 tahun terakhir memperlihatkan bahwa sejak tahun 2014 terjadi penurunan produksi. Hal ini disinyalir dipengaruhi oleh perubahan iklim dan juga alih fungsi lahan tanpa adanya usaha konservasi sebagai pembenahnya. 

Kenaikan suhu dan hujan tahunan berpengaruh terhadap penurunan produksi sejak tahun 2013, namun saat terjadi penurunan suhu dan kenaikan hujan tahunan pada tahun 2016 dan 2020 produksi juga masih turun yang artinya masih ada faktor lainnya yang mempengaruhi dinamika penurunan hasil produksi Apel di Batu selain kenaikan suhu dan hujan tahunan. 

Sampai batas tertentu (hingga sekitar 22.2°C) meningkatnya suhu dapat meningkatkan produktivitas tanaman apel, namun jika peningkatan suhu terus berlanjut hingga di atas temperatur tersebut maka produksi tanaman apel akan memasuki levelling off (produktivitas tidak naik lagi) atau bahkan produksinya menjadi turun.

Makin tinggi curah hujan menyebabkan bunga dan buah muda gugur serta hama dan penyakit tanaman apel berkembang pesat sehingga produksi apel menjadi berkurang. 

Berdasarkan model hubungan produktivitas apel dengan curah hujan dapat diidentifikasi bahwa curah hujan terbaik untuk produktivitas apel terbaik berada pada kisaran curah hujan 2250 mm per tahun. Data statistik menyebutkan produksi Apel pada tahun 2013 di Kota Batu adalah 83,89 Ton, sedangkan pada tahun 2020 merosot tajam menjadi 23,18 Ton.

Perubahan iklim yang terjadi sangat berpengaruh pada produksi Apel Batu. Suhu yang meningkat hingga 32,9°C dan kelembaban udara relatif hingga 95% menyebabkan Apel sudah tidak mampu lagi ditanam pada ketinggian 700 – 1200. 

Akibatnya banyak lahan yang mati suri karena banyaknya tanaman yang mati, otomatis anjlok pula produksinya. Alih-alih merevitalisasi tanaman dan lahan, petani kebanyakan memilih mengalih fungsikan lahan mereka untuk komoditas lain seperti jeruk, atau sayuran agar tetap menghasilkan pendapatan. 

Selain itu pengelola wisata petik Apel juga banyak mengeluhkan betapa susahnya memutar otak mengelola kebun Apel yang digunakan untuk lokasi petik Apel karena lokasinya bisa berubah ubah setiap harinya, tergantung dikebun mana yang siap panen. 

Seperti yang diungkap oleh Pak Willy selaku pengelola wisata petik Apel di Desa Tulungrejo, omset yang biasanya bisa didapatkan 68 juta/hari menjadi 30 juta/hari. Apalagi saat pandemi dan PPKM, bisa ndak makan kami pungkas Willy. 

Pak Willy, Pengelola Agro Wisata Petik Apel | Dok Pribadi
Pak Willy, Pengelola Agro Wisata Petik Apel | Dok Pribadi
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan penanganan intensif atas lahan yang telah rusak dan tidak bisa ditanami Apel lagi dengan cara konservasi lahan terpadu. 

Diperlukan upaya rekayasa kondisi agar syarat tumbuh Apel masih bisa terpenuhi. Revitalisasi tanaman yang sakit, atau sudah menurun produksinya dapat juga dilakukan dengan cara okulasi dengan batang atas yang baru sebagai peremajaan tanaman. 

Selain itu dibutuhkan kerjasama antara petani, PPL, maupun pemerintah Kota Batu dalam mengatasi penurunan produksi apel agar ikon Batu kota Apel tetap dapat dipertahankan. (Vk)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun