MA) yang secepat kilat mengubah syarat perhitungan usia calon kepala daerah. Perubahan tersebut menimbulkan ragam kontroversi di mata publik.Â
Seperti diperlihatkan lagi oleh alur cerita Mahkamah Konstitusi (MK) di masa Pilpres sebelumnya. Kini giliran Mahkamah Agung (Tepat pada 29 Mei 2024 lalu, MA memutuskan perubahan usia calon kepala daerah yang semulanya sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota berbunyi "berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak penetapan pasangan calon".
Kini, sesuai dengan putusan MA No 23P/HUM/2024, isinya berubah menjadi: "berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih".
Hal yang menjadi sorotan adalah adanya perubahan pada masa perhitungan usia calon kepala daerah. Dari yang semulanya usia terhitung sejak penetapan, kemudian berubah menjadi terhitung sejak pelantikan. Di mana, masa pencalonan pilkada nantinya akan dimulai pada 22 September 2024, dilanjutkan dengan kampanye 25 September-23 November 2024, dan pemungutan suara pada 27 November 2024.
Melihat bahwa saat ini Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep masih berusia 29 tahun dan akan genap berusia 30 tahun di 25 Desember 2024 nanti, tentu hal tersebut mengundang beragam spekulasi publik.Â
Ketua DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto mengkritik adanya putusan tersebut yang terlihat seperti kembali "mengakali aturan" layaknya masa pencalonan capres dan cawapres lalu. Menurutnya, putusan MA berpotensi menjadi alat pemulus bagi karir politik dari golongan tertentu.Â
Berbeda dengan Ketua DPP PSI William Aditya Sarana yang mendukung putusan tersebut dengan membuka peluang kepada Kaesang untuk maju di pilkada tahun ini jika administrasinya terpenuhi.Â
MA kembali membawa kita untuk bernostalgia terhadap kekisruhan putusan usia capres dan cawapres yang baru saja reda. Hal yang menjadi pembeda adalah jangka waktu pemutusan. Jika dulu diputuskan selama kurang lebih tiga bulan, kali ini pemutusan jangka usia calon kepala daerah bahkan hanya membutuhkan waktu tiga hari saja.
Hal tersebut tak hanya memperlihatkan kecepatan putusan perkara MA, tetapi juga menunjukkan betapa nyatanya tindakan khusus yang diberikan oleh MA dengan momentum krusial yang dinilai kembali memberikan lampu hijau kepada anak dari Presiden Joko Widodo sekaligus Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep.
Wawancara sudah dilakukan untuk mempertanyakan tanggapan Jokowi terkait hal tersebut pada Kamis (30/05) oleh BBC Indonesia, tetapi hanya pernyataan "lempar batu" yang diberikan, bahkan Jokowi mangaku belum membaca putusan tersebut. Begitu juga dengan Gibran yang sempat diwawancarai pada Kamis (30/05) oleh detikJabar, di mana Gibran hanya mengarahkan media untuk menanyakan langsung kepada pihak PSI.
Seperti permainan lempar batu. Jika nantinya di pilkada 2024 ini Kaesang maju menjadi calon kepala daerah, maka bukan salah publik jika menilai bahwa adanya perlakuan khusus dari MA. Hal itu tak hanya dapat memicu kemarahan publik, tetapi juga menimbulkan ketidakjelasan hukum yang dirasa terus-menerus dapat dipermainkan demi kepentingan suatu pihak.Â