Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berburu Alunan Gender dan Budaya Jawa di Museum Sonobudoyo (Tour de Museum Part 1)

4 Agustus 2016   10:11 Diperbarui: 4 Agustus 2016   10:16 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dentingan gamelan gender mengalun dengan ritme pelan namun pasti. Syahdu, magis, dan membawa jiwa mendekat pada pencipta bagi siapa saja yang mengijinkan suara tersebut meresap ke hati. Dan alunan berirama mententramkan tersebut bersumber dari salah satu gamelan yang terdapat di sudut museum saat memasuki ruangan pertama.

Gamelan gender tersebut dimainkan oleh salah satu pegawai museum yang berpakaian Surjan orange dengan pola batik bunga biru dan putih lengkap blangkon. Sebuah keberuntungan untuk saya. Keberuntungan karena pada kunjungan pertama saat menemani seorang teman dari Malaysia tepatnya Kuala Lumpur, Februari 2015, saya belum menemukan alunan gamelan tersebut. Dan baru pada kunjungan kedua saya ke Museum Sonobudoyo pada Sabtu, 23 Juli 2016, keberuntungan tersebut terdapatkan.

13883695-10210211607792206-914796138-n-57a2aaf657977359098d7a81.jpg
13883695-10210211607792206-914796138-n-57a2aaf657977359098d7a81.jpg
Gender sendiri merupakan  bagian dari perangkat gamelan Jawa dan Bali dengan sepuluh sampai 14 bilah kuningan mempunyai nada yang berbeda-beda. Biasanya  terdapat tiga gender: Slendro, Pelog  pathet nem dan lima, serta Pelog pathet barang. Harga gender yang biasa dibandrol mulai Rp6 juta tergantung berapa bilah dan kualitas suara yang dihasilkan.

Saya menyukai alunan gamelan walau masih sebatas mengabadikannya melalui foto,  dan saat sampai Museum Sonobudoyo langsung mengabadikannya. Di Museum Sonobudoyo yang terletak di Jalan Trikora No. 6 Yogyakarta terdapat Gamelan Kyai Mega Mendung,  Kyai dan Nyai Riris Manis dan beberapa perangkat lengkap gamelan lain dapat kita lihat pada ruangan pertama. 

13871700-10210211603472098-1905008319-n-57a2ab1bf19673cb058b4568.jpg
13871700-10210211603472098-1905008319-n-57a2ab1bf19673cb058b4568.jpg
13900918-10210211601512049-447313820-n-57a2ab33d27a617f2b34bf52.jpg
13900918-10210211601512049-447313820-n-57a2ab33d27a617f2b34bf52.jpg
13933424-10210211600232017-69615903-n-57a2ab52d27a613c2b34bf53.jpg
13933424-10210211600232017-69615903-n-57a2ab52d27a613c2b34bf53.jpg
Di balik pintu depan tadi terdapat dua monitor yang berisi database informasi museum, sayangnya kabel listriknya belum terpasang. Mungkin memang sedang masa perbaikan atau memang belum dinyalakan saja, padahal ada tiga rombongan pelajar dalam jumlah besar yang berkunjung saat bersamaan.

Monitor informasi
Monitor informasi
Rombongan
Rombongan
Museum Sonobudoyo sendiri berbentuk  rumah joglo berpadu dengan arsitektur masjid keraton kesepuhan Cirebon. Museum pertama di Yogyakarta tersebut merupakan  bangunan bekas kantor schauten diatas tanah hadiah Sultan Hamengku Buwono VIII. Kita akan dengan mudah menemukan museum karena terletak di depan alun-alun utara Kraton Yogyakarta.

Museum menyediakan tiga pemandu bila pengunjung ingin detail koleksi. Dan siang tersebut kami dipandu oleh Pak Arya yang dengan fasih menerangkan tiap koleksi. Arti dari logo yang terdapat pada pintu masuk ruangan utama museum juga dijelaskan dengan mendetail walau dengan suara lembut.

Simbol Kraton dan Sultan yang berkuasa
Simbol Kraton dan Sultan yang berkuasa
Salah satu koleksi yang langsung membuat saya tertarik mengabadikan adalah Krobongankuno dengan rangkaian penerangan dari lampu. Krobongan adalah bagian yang paling sakral dan penting dalam rumah khas Jawa dimana seluruh kehidupan rumah tangga bermuara.

Keterangan Krobongan
Keterangan Krobongan
Masuk ke ruangan kedua, alunan gamelan sudah surut dari pendengaran dan hanya suara Pak Arya yang hadir. Andai saja alunan tersebut bisa diperdengaran disetiap ruangan melalui speaker. Fokus saya kemudian beralih dengan kejutan kedua yang terletak di bagian tengah ruangan. Terdapat bagian lantai yang dilapisi kaca tebal transparan terdapat replika kerangka manusia yang serta merta fokus utama setiap pengunjung.

Replika kerangka
Replika kerangka
Peralatan dari perunggu
Peralatan dari perunggu
Timbangan dan kentongan yang digunakan jaman dulu
Timbangan dan kentongan yang digunakan jaman dulu
Pada ruang khusus sejarah batik, terdapat beberapa koleksi kain batik dari beberapa jenis corak. Alat berbahan besi dalam ukuran besar untuk mengecap pola batik pada kain mori juga tersimpan dibalik etalase kaca. Demikian juga malam dan tungku.sebagai peralatan wajib. Dan saya termangu-mangu melihat kerumitan proses pembuatan batik tulis yang terekam dalam foto-foto.

Koleksi motif batik
Koleksi motif batik
Cap batik
Cap batik
Malam dan tungku untuk proses batik
Malam dan tungku untuk proses batik
Ruang Bali menjadi ruangan terahkir dan disebut Bali karena memang terdiri dari beberapa koleksi khas pulau dewata. Ukiran berwarna emas dan hijau terlihat mencerahkan ruangan yang didominasi dinding putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun