Dentingan gamelan gender mengalun dengan ritme pelan namun pasti. Syahdu, magis, dan membawa jiwa mendekat pada pencipta bagi siapa saja yang mengijinkan suara tersebut meresap ke hati. Dan alunan berirama mententramkan tersebut bersumber dari salah satu gamelan yang terdapat di sudut museum saat memasuki ruangan pertama.
Gamelan gender tersebut dimainkan oleh salah satu pegawai museum yang berpakaian Surjan orange dengan pola batik bunga biru dan putih lengkap blangkon. Sebuah keberuntungan untuk saya. Keberuntungan karena pada kunjungan pertama saat menemani seorang teman dari Malaysia tepatnya Kuala Lumpur, Februari 2015, saya belum menemukan alunan gamelan tersebut. Dan baru pada kunjungan kedua saya ke Museum Sonobudoyo pada Sabtu, 23 Juli 2016, keberuntungan tersebut terdapatkan.
13883695-10210211607792206-914796138-n-57a2aaf657977359098d7a81.jpg
Gender sendiri merupakan  bagian dari perangkat gamelan Jawa dan Bali dengan sepuluh sampai 14 bilah kuningan mempunyai nada yang berbeda-beda. Biasanya  terdapat tiga gender: Slendro, Pelog  pathet nem dan lima, serta Pelog pathet barang. Harga gender yang biasa dibandrol mulai Rp6 juta tergantung berapa bilah dan kualitas suara yang dihasilkan.
Saya menyukai alunan gamelan walau masih sebatas mengabadikannya melalui foto, Â dan saat sampai Museum Sonobudoyo langsung mengabadikannya. Di Museum Sonobudoyo yang terletak di Jalan Trikora No. 6 Yogyakarta terdapat Gamelan Kyai Mega Mendung, Â Kyai dan Nyai Riris Manis dan beberapa perangkat lengkap gamelan lain dapat kita lihat pada ruangan pertama.Â
13871700-10210211603472098-1905008319-n-57a2ab1bf19673cb058b4568.jpg
13900918-10210211601512049-447313820-n-57a2ab33d27a617f2b34bf52.jpg
13933424-10210211600232017-69615903-n-57a2ab52d27a613c2b34bf53.jpg
Di balik pintu depan tadi terdapat dua monitor yang berisi database informasi museum, sayangnya kabel listriknya belum terpasang. Mungkin memang sedang masa perbaikan atau memang belum dinyalakan saja, padahal ada tiga rombongan pelajar dalam jumlah besar yang berkunjung saat bersamaan.
Museum Sonobudoyo sendiri berbentuk  rumah joglo berpadu dengan arsitektur masjid keraton kesepuhan Cirebon. Museum pertama di Yogyakarta tersebut merupakan  bangunan bekas kantor schauten diatas tanah hadiah Sultan Hamengku Buwono VIII. Kita akan dengan mudah menemukan museum karena terletak di depan alun-alun utara Kraton Yogyakarta.
Museum menyediakan tiga pemandu bila pengunjung ingin detail koleksi. Dan siang tersebut kami dipandu oleh Pak Arya yang dengan fasih menerangkan tiap koleksi. Arti dari logo yang terdapat pada pintu masuk ruangan utama museum juga dijelaskan dengan mendetail walau dengan suara lembut.
Simbol Kraton dan Sultan yang berkuasa
Salah satu koleksi yang langsung membuat saya tertarik mengabadikan adalah
Krobongankuno dengan rangkaian penerangan dari lampu.
Krobongan adalah bagian yang paling sakral dan penting dalam rumah khas Jawa dimana seluruh kehidupan rumah tangga bermuara.
Masuk ke ruangan kedua, alunan gamelan sudah surut dari pendengaran dan hanya suara Pak Arya yang hadir. Andai saja alunan tersebut bisa diperdengaran disetiap ruangan melalui speaker. Fokus saya kemudian beralih dengan kejutan kedua yang terletak di bagian tengah ruangan. Terdapat bagian lantai yang dilapisi kaca tebal transparan terdapat replika kerangka manusia yang serta merta fokus utama setiap pengunjung.
Timbangan dan kentongan yang digunakan jaman dulu
Pada ruang khusus sejarah batik, terdapat beberapa koleksi kain batik dari beberapa jenis corak. Alat berbahan besi dalam ukuran besar untuk mengecap pola batik pada kain mori juga tersimpan dibalik etalase kaca. Demikian juga malam dan tungku.sebagai peralatan wajib. Dan saya termangu-mangu melihat kerumitan proses pembuatan batik tulis yang terekam dalam foto-foto.
Malam dan tungku untuk proses batik
Ruang Bali menjadi ruangan terahkir dan disebut Bali karena memang terdiri dari beberapa koleksi khas pulau dewata. Ukiran berwarna emas dan hijau terlihat mencerahkan ruangan yang didominasi dinding putih.
Lihat Travel Story Selengkapnya