Sandiaga Uno selaku Kemenkraf terlihat bersemangat saat mengamit satu perkusi bersama Trie Utami dan pemangku jabatan di panggung. Bertiga bersama memainkan alat-alat musik di tangan masing-masing, sebagai pertanda Konferensi Internasional Sound of Borobudur resmi dibuka. Tanggal 24 Juni 2021 di Balkondes Karangrejo sudah berkumpul para pemangku jabatan, musisi yang tergabung dalam Padma Sada Svargantara yang sudah lolos tes swab sebelumnya tentu saja.
Acara skala internasional ini juga digaungkan ke dunia melalui prasarana mice.id dengan diikuti peserta nasional maupun manca negara. Beruntung selaku anggota Kompasianer Jogja di bawah bendera Kompasiana.com mendapat kesempatan mengikuti acara secara online sejak pukul 09.00-17.00 WIB.
Gerakan Sound of Borobudur
Sound of Borobudur sendiri bermula dari diskusi tim Japung (Jaringan Kampung Nusantara) mengenai relief candi Borobudur yang memuat alat-alat musik pada abad 7 pada masa Kedatuan Medang.Â
Alat-alat musik tersebut kemudian direka ulang untuk dibunyikan kembali agar seluruh dunia mengetahui khazanah musik nusantara. Untuk pengerjaan pembuatan alat musik tersebut ditangani oleh Ali Gardy Rukmana, salah satu seniman dari Situbondo, Jawa Timur. Tersebutlah tiga alat musik yang direka ulang dari relief no 102, 125 dan 151 Karmawibhangga.
Pembunyian alat musik tersebut menjadi awal dan bergulirlah pertambahan reka ulang alat musik yang  selesai diwujudkan kembal di waktu selanjutnya. Alat-alat musik tersebut berjumlah 18 instrumen dawai kayu, 5 intrusmen bahan gerabah, dan 1 instrumen idiphone besi.
Baiklah, mari kita mulai memasuki pembahasaan tentang acara konferensi Internasional Sound of Borobudur. Mulai dari nara sumber, pembahasan baik dijabarkan secara luring maupun darling. Peserta Konferensi International Sound of Borobudur sendiri diikuti 100an peserta dari berbagai kalangan. Mulai dari pemangku jabatan, akademisi, budayawan, mahasiswa, blogger, pelaku pariwisata hingga masyarakat umum.
Retracing Transnational Relation