Setelah sempat marak dengan penggunaan ornament kayu lawasan sebagai asesoris tambahan pada sudut-sudut hotel ataupun restoran, maka ada demam baru yang melanda Yogyakarta. Dulu ornament kayu lawasan digunakan hanya sebatas daun pintu, teralis, ataupun pintu yang ditempel pada fasad dengan desain modern, sehingga terkesan tempelan.Â
Dewasa ini para pebisnis tidak hanya mengunakan ornament kayu sebagai tambahan semata namun mendirikan tempat usahanya dengan fokus fasad kayu lawasan. Salah satunya dengan menggunakan konsep kembali ke alam yang diaplikasikan menyeluruh hingga ke detail fasad. Tentu diperlukan perawatan khusus setelah fasad yang dimaksud sudah berdiri. Mulai dari kebersihan lingkungan fasad maupun fasad tersebut sendiri agar terhindar dari lumut maupun hewan pengerat.
Bagian luar Limasan. Doc:Pribadi.
Minggu, 13 Mei yang lalu Saya  mendapati salah satu restoran di daerah
Bantul tepatnya berjarak beberapa menit dari Institut Seni Indonesia (ISI), yang menggunakan fasad
Limasan sebagai tempat menerima para pelanggan. Limasan sendiri adalah salah satu bagian dari rumah tradisional Jawa dengan bahan baku kayu jati yang terdiri dari delapan tiang utama yang menyokongnya. Jenis rumah ini juga bisa didapati di Madura maupun pulau Bali karena faktor kedekatan dengan pulau Jawa. Limasan sendiri sudah berkembang sejak abad ke 13, serta direkam dalam sejumlah relief candi.
Area Bermain Pasir. Doc:Pribadi.
Keong Mas Resto yang Saya sambangi mempunyai empat
limasan dengan ukiran yang khas. Salah satu pertimbangan pendirian limasan sendiri disamping konsep kembali kea lam juga mengaju pada kelebihan arsitekturnya sendiri yaitu mampu meredam gempa. Â Sistem penyambungan dari tiap tiang kayu limasan sendiri tidak mengunakan paku namun lidah alur. Hal ini akan membuat fasad bisa beradaptasi terhadap goncangan.
Area kolam menuju area outbond. Doc:Pribadi
Kesan yang didapat dengan pengunaan limasan sendiri tentu menyokong konsep kembali kea lam, namun akan rancu bila menu yang tersaji tidak seirama. Yang Saya dapati di restoran yang menempati area luas persawahan tersebut ternyata semua senada mulai dari pintu gerbang hingga fasad rumah pohon. Bambu berukuran besar menjadi jalinan kokoh saat mobil bahkan bus pariwisata melaju ke area parkir. Tenyata limasan pertama yang Saya dapati digunakan sebagai ruang VIP, di mana tepat di depannya terdapat patung kayu dalam ukuran sesungguhnya.
Ayam Goreng Crispy. Doc:Pribadi.
Saya memutuskan duduk untuk menikmati makan sore di Limasan depan atau kedua, di mana bisa melihat aquarium ikan Arwana dengan bebas. Tak berapa lama kemudian hidangan tradisional Jawa sudah tersaji lengkap dengan nasi pulen. Sebenarnya ada pilihan nasi Beras Merah jika kita sedang melakukan diet gula. Begitu juga untuk penyajian menu terdapat dua jenis yang dipilih yaitu buffet(prasmanan) atau family style (diantar per piring).
Limasan Tengah sendiri saat Saya berkunjung sedang dipakai oleh pelanggan lain untuk acara pertunangan. Untuk limasan ke empat, sudah penuh dengan anak-anak yang hilir mudik antara area Bermain Pasir dengan kolam sebagai area
 outbond.  Saya sendiri memesan Juice Strawbery sebagai pelega tenggorokan, dan mulai menyantap  Ayam Goreng dengan sayur Lodeh Tempe sebagai pendamping. Oya sebelum ke menu utama, Saya sudah menikmati sepotong bakwan jagung yang disajikan hangat lengkap dengan cabe rawit hijau. Dijamin pedas pokoknya! Â
Jadi kapan kita  ke Keong Mas Resto lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya