Mohon tunggu...
Vika Kurniawati
Vika Kurniawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

| Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tarian Jemari dan Rahasia di Balik Nama Batik Jaheselawe

4 November 2017   08:58 Diperbarui: 8 November 2017   07:01 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjelasaan dari Dewi Puspasari. Doc:Pribadi

Nyandhang penganggo hiku dadyo srono hamemangun wataking manungso jobo jero.  (Memakai busana dan perlengkapannya itu menandakan watak lahir dan batin dari si pemakai)

"Ruginah, 50 tahun." Lirih jawaban wanita berhijab tersebut, membuat saya harus mendekatkan daun telinga. Suara wanita yang tetap saja tekun dengan tarian jemarinya pada secarik kain, membuat saya kagum. Batik tulis memang hasil dari kehalusan hati pengrajin yang bukan hanya sebatas lisan. Apakah hasil tarian jemari saya akan indah?

Workshop batik. Doc:Pribadi
Workshop batik. Doc:Pribadi
Sudut mata saya melirik sebagai kode kekhawatiran, jemari tangan kanan terasa menggetarkan canting. Uap panas dari cairan malam yang terletak di wajan kecil mempunyai aroma yang khas, dan membuat saya kagum. Para pengrajin batik memang sangat sabar menarikan jemari mereka. Tak mengherankan bila batik tulis memiliki nominal yang sepadan dengan proses pembuatannya. Bagaimana tidak sepadan jika ribuan menit akan diberikan khusus pada secarik kain untuk diukirkan cairan malam. Saya yang baru beberapa menit memegang canting saja sudah gelisah.

Proses pembersihan dan perebusan batik. Doc:Pribadi.
Proses pembersihan dan perebusan batik. Doc:Pribadi.
Bagaimana tidak gelisah jika pola batik yang sudah tergambar rapi dengan pensil, ternyata tak saya turuti. Entah cairan malam yang kebanyakan saya ambil dengan canting ataupun yang menetes hampir mengenai celana panjang. Ternyata posisi duduk, cara memegang kain, tingkat kemiringan canting, dan jumlah cairan malam mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan batik. Tentu jam terbang pengrajin juga berpengaruh dalam setiap prosesnya.

"Ibu saya dulu juga bekerja sebagai pembatik." Pernyataan yang menjawab pertanyaan saya dalam hati. Terkadang buah memang tak jauh dari pohonnya, demikian tingkat kesabaran. Informasi ini memberikan salah satu bukti bahwa mereka nyaman dengan suasana kerja. Seniman selalu membutuhkan kondisi yang menunjang suasana kerja.

Hasil workshop. Doc:Pribadi
Hasil workshop. Doc:Pribadi
Setelah diselingi tawa, gelisah dan bulir keringat di dahi, maka kain batik saya sebesar sapu tangan akhirnya selesai. Ada nama saya tertoreh tidak rapi di antara kain batik para bloger yang juga mengikuti pelatihan pembuatan batik. Mereka ternyata piawai daripada saya. Sesampainya di toko Batik Adiningrat, kekaguman saya menjadi berlipat saat menyentuh sederet batik tulis yang sudah menjadi kemeja maupun stelan wanita. Jika kita merasakan sendiri perjuangan dalam berproses menghasilkan sesuatu, memang bisa lebih menghargai. Ada tiga lantai yang menyajikan deretan koleksi batik, dan saya memulai tur batik dengan menjelajah lantai pertama dahulu.

Batik Jaheselawe. Doc:Pribadi
Batik Jaheselawe. Doc:Pribadi
Batik Jaheselawe yang terletak di seberang meja kasir, terutama memikat perhatian saya dengan kombinasi warnanya. Penamaan batik tersebut bukan berdasarkan keindahan kosa kata semata. Jaheselawe diambil dari dua kata yaitu Jahe dan Selawe. Jahe tentu diambil dari nama rempah, yang memberikan manfaat bagi kesehatan. Selawe diambil dari kosa kata bahasa Jawa yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti dua lima. Demikian penuturan Dewi Ratna Sari selalu manajer harian toko Batik Adiningrat yang menemani sejak pelatihan di workshop batik. Penamaan motif batik memang selalu berdasarkan filosofi tinggi khas budaya Jawa namun tetap membumi.

Penjelasaan dari Dewi Puspasari. Doc:Pribadi
Penjelasaan dari Dewi Puspasari. Doc:Pribadi
Pemakainya diharapkan selalu sehat dan tetap produktif seperti saat masih berusia 25 tahun. Itulah makna dibalik nama Jaheselawe yang merupakan simbol  pengharapan dari Batik Adiningrat untuk para pencinta budaya nusantara terutama batik. Terlepas dari makna yang mendalam, motif batik jahe Selawe memang terkesan cerah dan modern. Tentu bisa dipakai pada segala usia karena banyak ragam, dan tipe setelan baju yang bisa dipilih.

Motif Batik Jaheselawe. Doc:Pribadi
Motif Batik Jaheselawe. Doc:Pribadi
Awalnya saya mengira hanya akan mendapati di toko milik ibu Hj.Siti Umi Pratiwi ini hanya fokus  pada kemeja, setelan sarimbit, blus, ataupun celana panjang. Ternyata blangkon (tutup kepala khas Jawa), tas ransel, tas laptop, scarf dan juga tersedia jaket batik. Ternyata kebutuhan fashion kids jaman now juga menjadi perhatian dari Adiningrat.

Koleksi batik sutra. Doc:pribadi
Koleksi batik sutra. Doc:pribadi
Di samping kualitas yang tak perlu dipertanyakan, ada salah satu yang saya sukai adalah jaminan garansi untuk produk yang dibeli di toko batik Adingrat. Jadi kapan kita ke jalan Malioboro no 73-75 Yogyakarta lagi untuk menjelajah koleksi batik sutra di lantai dua?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun