Semerbak mewangi pasti akan menyusup ke hidung saya dari sederet tanaman ungu yang menyembul antara hamparan hijau, jika saja sekarang saya berada di Museum Minyak Atsiri. Dengan menatapnya saja, sudah lebih dari cukup menjadi alasan saya melengkungkan tanda bahagia melalui wajah. Beginilah anak lulusan IT namun terlanjur jatuh hati pada tanaman dan bangunan bersejarah. 1 Mei 2016, saya ingat benar bertandang ke Museum Minyak Atsiri, rangkaian tersebut masih tiga ruas jari, namun sekarang menjadi tiga depa tingginya. Sekarang bangunan berarsitekur unik dan MONUMENTAL tersebut menjadi lebih berwarna serta ramah sekaligus tetap berkharisma seperti karakter Bung Karno.
Bukan saja semerbak oleh bunga yang berfungsi menjadi pengusir nyamuk, namun Museum Minyak Atsiri juga terkesan lebih segar dan bersahabat karena beberapa cemara tumbuh menjulang. Menyejukan pastinya untuk mata dan hati. Tanaman seperti sereh wangi yang menjadi salah satu bahan utama minyak telon juga tampak lebih subur. Beberapa bulan lampau saat beberapa waktu berteduh saat curahan berkat dari langit Museum Minyak Atsiri, penglihatan di balik lensa saya baru mulai mendapati pucuk-pucuk sereh wangi dari jauh.
Cemara di belakang bangunan utama
Dan kala matahari sudah ikut menyambut dengan kehangatan teriknya, kaki saya beranjak mendekati dan menghirup aroma dari daun yang sudah sedikit dipatahkan, maaf ya sereh. Untuk kisah lengkap tentang perjalanan saya beberapa bulan lalu yang juga membahas soal sereh wangi bisa dibaca pada artikel berjudul:
Museum Minyak Atsiri , Renjana Sukarno untuk Anak Bangsa.
KJogGoes to Museum Minyak Atsiri
Jika pada artikel yang lalu berfokus pada sisi nostalgia saya pada sereh wangi dan menariknya kerawang pada bangunan
Museum Minyak Atsiri maka sekarang giliran tanaman lain serta koleksi foto kerawang yang belum saya sertakan. Bicara mengenai dinding kerawang, berikut koleksi foto yang lebih lengkap mengenai beberapa sudut di
Museum Minyak Atsiri. Terima kasih pada pihak manajemen atas ijin pengunaannya.
Dinding kerawang yang kokoh
Dinding kerawang di lantai dua
Saya sendiri sering menanam pohon buah maupun tanaman penghasil bumbu dapur langsung melalui umbinya di polybag. Melihat bagaimana tunas kecil menerobos tanah di atasnya dan perlahan menjulang serta memetik hasilnya, menjadi sebuah kebahagiaan sederhana bagi saya. Kadang sedih saat tanaman hijau menjadi layu dan harus memulai masa tanam lagi. Sedikit hiperbola mungkin, namun bukankah rasa cinta bisa juga pada alam bukan? He he.
Dan saat melihat kegigihan manajemen Museun Minyak Atsiri melalui kerja keras karyawannya, saya tersenyum senang. Sebenarnya bisa saja areal dua hektar tersebut ditanami pohon besi dan menjadi hotel semata. Namun ternyata pribadi-pribadi tersebut tergerak untuk melakukan penghijauan dan merawat bangunan bersejarah. Memang selain Sereh Wangi, sederet Sereh Bumbu tampak tumbuh lebih rimbun dan kuantitasnya semakin berlipat. Sebuah langkah maju lagi bagi perkembangan Museum Minyak Atsiri, hingga bukan saja mengenai perbaikan fisik bangunan namun juga sarana pembelajaran dasar. Saya yakin Bung Karno juga tersenyum dengan kemajuan yang nampak nyata pada warisannya.
Program CSR Museum Minyak Atsiri|Image: Doc. Museum Minyak Atsiri Tawangmangu
Saya juga mendapati video singkat mengenai kegiatan CSR Rumah Atsiri di SDN 03 Plumbon
Tawangmangu yang berupa lomba sains sederhana, .bisa menjelaskan bagaimana pentingnya generasi penerus diberikan praktek nyata pembelajaran. Anak-anak memang lebih menyerap informasi bila diberikan contoh secara langsung. Apalagi kalau dilakukan dengan metode bermain dan di luar ruangan. Kegiatan menyenangkan bagi murid-murid sekolah dasar dan
Museum Minyak Atsiri termasuk sudah melakukan langkah penghijauan titipan Bung Karno sebenarnya. Bukan hanya membuat Indonesia bergerak maju melalui kepintaran mengenai ilmu pengetahuan, tapi juga cerdas emosi karena melestarikan penghijauan lingkungan.
Program CSR di SDN 03 Plumbon Tawangmangu Jawa Tengah| Sumber: rumahatsiri.com
Murid-murid SD suatu hari kelak akan menjelma menjadi pemuda pemudi, yang bila dibimbing dengan benar maka akan menjadi aset bangsa yang berkualitas.
Penghijauan bukan hanya mengenai penanaman pohon kembali namun juga bisa mengenai program regenerasi negarawan dan penggerak bangsa. Anda tentu ingat salah satu kalimat sakti beliau, “
Berikan aku 1000 anak muda maka aku akan memindahkan gunung tapi berikan aku 10 pemuda yang cinta akan tanah air maka aku akan mengguncang dunia.” Saya mempunyai dua saran yang akan menarik pengunjung untuk datang kembali:
1. Pengunjung yang datang secara individu mendapat tanda kasih berupa satu tanaman dalam polybag. Tentu dengan label logo Museum Minyak Atsiri dan informasi mengenai tanaman tersebut serta diperbolehkan dibawa pulang.
Rosemary dalam polybag|Image: Doc. Museum Minyak Atsiri Tawangmangu
2. Pengunjung dari komunitas ataupun sekolah, mendapat kesempatan menanam satu pohon di areal khusus
Museum Minyak Atsiri dengan disertakan label nama komunitas mereka.
Pohon Kayu Manis dan Kayu Putih|Image: Doc. Museum Minyak Atsiri Tawangmangu
Semoga semakin banyak diadakan kegiatan yang melibatkan masyarakat di
Museum Minyak Atsiri sebagai sarana tertanamnya kecintaan pada hasil bumi Nusantara. Tetap bersemangat melestarikan penghijauan seperti pesan Bung Karno, “Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali.”
Lihat Travel Story Selengkapnya