Mohon tunggu...
Vigo Diaz
Vigo Diaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sebagai Mahasiswa STIE Widya Dharma Malang saya diberikan tugas untuk menulis sebuah artikel, artikel ini digunakan untuk memenuhi tugas Perpajakan dan saya mohon maaf apabila ada salah kurangnya dalam penulisan artikel ini sekali lagi saya ucapkan mohon maaf yang sebesar - besarnya

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Sengketa Pembayaran Bunga ke Luar Negeri sebagai Objek PPh Pasal 26, Kok Bisa ?

25 Juni 2024   20:00 Diperbarui: 25 Juni 2024   21:06 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pajakstartup.com/2020/08/10/perhitungan-pemotongan-pph-pasal-26/

Menurut Pemohon PK, Pembayaran bunga pinjaman yang dilakukan oleh Termohon PK kepada X Co merupakan objek PPh Pasal 26. Dengan kata lain, Termohon PK seharusnya melakukan pemotongan PPh Pasal 26 terhadap pembayaran bunga pinjaman tersebut. Pemohon PK berpendapat demikian karena belum terdapat tata cara pelaksanaan (mode of application) dari pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia - Belanda. Saat kasus ini terjadi, tata cara pelaksanaan tersebut masih dalam perundingan antara pemerintah Indonesia - Belanda.

Selain itu, belum adanya tata cara pelaksanaan Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia - Belanda tersebut berpotensi menimbulkan penyalahgunaan P3B oleh Termohon PK. Salah Satunya terkait dengan pinjaman luar negeri Termohn PK yang sebisa mungkin didapatkan melalui perusahaan di Belanda dengan jangka waktu lebih dari 2 tahun agar mendapat pembebasan pemotongan PPh Pasal 26 di Indonesia.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut,melalui SE-17/2005, DJP menegaskan bahwa bagi penduduk indonesia yang memliki utang atau pinjaman kepada penduduk Belanda baik perorangan maupun badan diwajibkan untuk memotong PPh Pasal 26. Adapun tarif pemotongan PPh Pasal 26 tersebut ialah sebesar 10% dari jumlah bruto bunga yang dibayarkan.

Berdasarkan dari pertimbangan diatas, Pemohon PK menyatakan koreksi yang dilakukannya sudah benar. Dengan demikian,pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku (contra legem).

Di sisi lain, Termohon PK juga menjelaskan dalam sistem perpajakan Indonesia, P3B merupakan letentuan ;ex specialist dari UU PPh. Artinya, ketentuan P3B yang bersifat khusus (lex specialist) dapat menyampingkan ketentuan UU PPh yang bersifat umum (lex generali) sebagaimana pengertian dari asas lex specialist derogat leg generali. Oleh karena itu, ketentuan material mengenai pemajakan wajib pajak luar negeri dapat mengikuti ketentuan P3B yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun